Langit di atas mereka kembali hening, sejenak, seolah langit pun tak yakin apa yang baru saja dilihatnya.Jubah Kevin masih berkibar, meski angin sudah hilang.Ia tidak bergerak. Rokok di ujung bibirnya masih menyala. Tatapannya masih menusuk ke depan, menunggu serangan berikutnya.“Selanjutnya?”Suara itu seperti kutukan. Bukan hanya sebuah pertanyaan—tapi undangan kematian.Dan suasana di paviliun kembali menegang.Namun itu hanya pembuka.Puluhan bayangan lain menyapu turun dari langit, menciptakan hujan kegelapan yang tiada henti. Tapi Kevin kini berjalan maju perlahan, menebas satu demi satu hanya dengan gerakan kecil.“Bayangan tanpa bentuk… bukan ancaman bagi yang telah menelan terang dan gelap,” gumamnya.Setiap langkahnya membakar tanah, setiap napasnya memicu badai energi.Langit di atas Paviliun Seribu Bayangan kini benar-benar menjadi medan perang para dewa. Di satu sisi, kekuatan langit, dalam bentuk pasukan Heavenly Soul. Di sisi lain, hanya dua makhluk... Valkyrie yang
Langit di atas Paviliun Seribu Bayangan tidak lagi hanya gelap—ia menggelegar, terbuka seperti rahang raksasa, memuntahkan kilatan petir surgawi yang menyambar tanpa ampun. Cahaya suci dan kabut ungu bertabrakan di udara, menciptakan pusaran energi yang mengamuk tanpa arah. Dan di tengah kekacauan itu, bayangan-bayangan mulai bermunculan… cepat, tajam, dan mematikan.Dari atas langit yang seperti terbelah, mereka turun satu per satu.Seratus cultivator Heavenly Soul.Mereka bukan manusia biasa. Mereka adalah pasukan elit dari Paviliun Seribu Bayangan, dikirim hanya ketika dunia berada di ambang keruntuhan. Jubah mereka melambai bagai sayap burung gagak, sementara tubuh mereka menyatu dengan kabut dan kegelapan. Mereka bukan hanya datang untuk bertempur—mereka datang untuk menghapus.“Mereka datang...” bisik Valkyrie lirih, matanya menyipit tajam.Namun bukan rasa takut yang terpancar dari wajahnya. Melainkan rasa haus akan pembalasan. Adrenalin mengalir deras dalam nadinya.Tanpa
Tiga Dewa Iblis yang masih berdiri, membentuk formasi melingkar di tengah puing dan kabut yang tak kunjung surut. Aura hitam mengalir dari tubuh mereka seperti racun yang menguap dari luka terbuka—menggeliat, mendesis, memekik dalam bisikan seribu roh. Dari udara, terdengar raungan pilu dan erangan panjang… bukan dari tenggorokan makhluk hidup, tetapi dari retakan jiwa yang tercabik.Lalu, mereka bergerak serentak.Lingkaran energi hitam melingkar di bawah kaki mereka, membentuk rune iblis yang berdenyut seperti jantung kegelapan. “Gabungan Seribu Jiwa”—jurus pemecah spiritual paling brutal yang pernah ditulis dalam kitab terlarang dunia bawah. Dari tubuh mereka, pecahan jiwa beterbangan—fragmen memori, emosi, dan siksaan abadi—meluncur seperti pecahan kaca yang melesat tanpa arah, menghujani ruangan dengan rasa sakit dan kegilaan.Setiap pecahan menusuk seperti duri tak kasat mata ke dalam alam bawah sadar. Bahkan dinding-dinding batu yang telah melalui ribuan musim pun retak oleh tek
Angin mendadak terhenti—seakan dunia sendiri menahan napas. Di tengah medan yang dibalut kabut kelam, waktu seolah melambat. Udara yang tadi menggigilkan tulang kini berubah menjadi beban sunyi yang menghimpit dada. Pedang dan tombak menggantung di udara, menunggu isyarat. Aura iblis yang pekat seperti darah beku membungkus kelima lawan mereka, bergetar di antara kegelapan yang seperti laut dalam tanpa dasar.Detak jantung Kevin dan Valkyrie berdentum serempak—dua nyawa terpaut dalam simfoni pertempuran. Setiap ketukan seperti palu perang yang menyuarakan takdir, menggema bersamaan dengan desiran angin yang menyeret kabut kelabu. Dalam sunyi itu, terdengar suara napas mereka ... berat, terkendali, tetapi berisi ledakan yang tertahan.Di sisi kiri, Kevin berdiri tegak. Matanya membara keemasan saat aura Transcending menyelimuti tubuhnya—cahaya agung bercampur merah membara, seperti dewa perang yang bangkit dari neraka. Tanah di bawah kakinya bergetar, mengangkat kerikil kecil yang menar
Langit di atas Kota Hantu seakan dilanda murka para leluhur. Warna senja yang tadinya sempat merekah perlahan lenyap, ditelan awan gelap yang menggulung dalam pusaran ungu violet dan kelabu yang seakan-akan membentuk mata surgawi, mengintai dari atas dengan tatapan dingin dan penuh penghakiman. Bukan mata kasih sayang—melainkan mata yang menyaksikan permulaan dari kehancuran.Kabut mulai turun seperti tirai abadi yang tak bisa disibakkan. Namun ini bukan kabut biasa. Kabut ini bernapas. Dingin dan busuk seperti napas makhluk yang sudah lama mati—penuh kutukan, penuh racun dari sejarah yang ingin dilupakan.Udara berubah.Menjadi kering. Kasar. Setiap hela nafas seperti menelan jarum-jarum tipis. Partikel di udara mengandung sesuatu yang... salah. Batu-batu jalan bergetar, bukan karena gempa, tapi karena resonansi kutukan lama yang hidup kembali. Dari celah-celah tanah, embun hitam merayap naik—lalu membeku menjadi kristal kelam. Mereka bersinar redup seperti pecahan jiwa yang tak tenan
Langkah-langkah berat Kevin dan Valkyrie menggema di sepanjang lorong batu Kota Hantu. Suaranya bukan sekadar derap kaki—melainkan dentang takdir yang menghantam detik waktu. Setiap injakan Kevin dan Valkyrie seperti mengguncang batu-batu tua yang sudah lama tidak merasakan getaran sebesar ini. Angin yang membawa debu dari reruntuhan tiang kuno ikut terhenti, seolah menahan napas.Aura mereka membelah kota yang dingin dan mati.Aura pembantaian.Apalagi topeng iblis yang dipakai Kevin ... sangat menyeramkan untuk dilihat walaupun berwarna putih.Dari balik jendela kusam dan pintu-pintu setengah tertutup, mata-mata mulai bermunculan. Wajah-wajah tua, mata cekung, tubuh ringkih yang sudah lama menyatu dengan bayang-bayang kehidupan. Mereka tidak berani keluar, tapi tak sanggup untuk tidak melihat. Anak-anak yang biasa berlarian di lorong sempit kini lenyap bagaikan debu yang tersapu badai. Bahkan seekor kucing abu-abu yang terbiasa berkeliaran di antara genteng pun melompat turun dan ka