Home / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 359. Pagi di Kota Hantu

Share

359. Pagi di Kota Hantu

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2025-06-28 23:32:17
Pagi datang perlahan, menyusup diam-diam melewati celah tirai krem yang menari ringan tertiup angin. Sinar keemasan menyentuh lantai batu kamar seperti tangan lembut yang membangunkan dunia dari tidur panjangnya. Udara pagi di Kota Hantu membawa aroma samar tanah basah dan rempah kayu, menyusup masuk ke dalam ruangan dan meluruhkan dingin malam yang tertinggal.

Kevin masih tertidur di atas ranjang, tubuhnya setengah tenggelam dalam selimut putih yang kusut. Wajahnya terlihat tenang, berbeda jauh dari semalam—saat sorot matanya masih diselimuti kilatan kekhawatiran dan bayang-bayang luka. Di dekat bantal, bekas luka di bahunya tampak mulai mengering, meskipun jelas masih terasa nyeri bila disentuh.

Sementara itu, Valkyrie telah lebih dulu bangun. Ia berdiri tegak di depan jendela besar kamar, membiarkan cahaya pagi menyorot tubuhnya. Rambut peraknya kini telah terikat tinggi, meninggalkan leher jenjang yang mengkilap karena embun keringat. Ia telah mengenakan kembali pakaian tempurnya—b
Zhu Phi

Bab Utama : 3/3 Selesai. Bab Bonus Gems : 3/3 Selesai. Bab Extra Author : 1/1 Selesai. Selamat beristirahat ...

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   541. Pertempuran Berdarah - IV

    Desa Langit yang tanahnya dulu subur kini menjelma kuburan terbuka. Pohon-pohon terbakar, gunung yang pernah menjulang kini runtuh menjadi tumpukan batu hitam berasap. Sungai yang dulu jernih berkilau berubah menjadi aliran merah pekat, penuh potongan tubuh hanyut terbawa arus—lengan tanpa tubuh, kepala tanpa mata, dan tulang-tulang retak yang menabrak satu sama lain. Bau darah bercampur daging gosong menyesakkan dada, sementara raungan manusia dan ledakan jurus menggema, menelan nyawa setiap detik.Pasukan dari Paviliun Dracarys, Klan Iblis Semesta, Sekte Racun Iblis Utama, hingga Organisasi Bayangan Iblis terus bertempur mati-matian. Mereka melawan lautan pasukan sekte-sekte kecil yang diperkuat berkah gila dari Axel dan Larxene. Tidak ada garis depan, tidak ada formasi—hanya bentrokan brutal, darah, dan teriakan.Langkah kaki prajurit menimbulkan bunyi plok-plok seperti lumpur, tapi semua tahu itu bukan tanah basah—itu darah, setinggi mata kaki, yang menelan setiap pijakan.—Seoran

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   540. Ravena vs Larxene - II

    Ledakan demi ledakan mengguncang medan perang tanpa henti. Tanah berguncang seperti hendak runtuh, bebatuan bergetar, dan udara penuh dengan retakan suara yang menusuk telinga. Setiap kali Ravena mengangkat tangannya, badai es keluar seperti tsunami beku. Dalam sekejap, ratusan bahkan ribuan pasukan musuh kehilangan nyawa—mereka membeku di tempat, mata membelalak, tubuh kaku. Lalu, suara krek-krek-krek! memenuhi udara saat tubuh-tubuh itu pecah menjadi serpihan tajam, beterbangan bagai pecahan kaca berkilauan.Di sisi lain, setiap kali Larxene tertawa, kabut hitam menggulung deras. Dari dalamnya muncul wajah-wajah ilusi, tak terhitung jumlahnya, menari dengan gerakan yang mustahil dimiliki manusia. Ada yang tersenyum manis, ada yang meratap, ada yang menjerit—semua serentak. Wajah-wajah itu menyerang bagai badai setan: mengiris daging, menjerat leher, memenggal kepala. Dan yang paling mengerikan… senyum mereka tak pernah hilang.Langit yang semula kelam kini benar-benar lenyap. Kabut

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   539. Ravena vs Larxene

    Kabut hitam itu merayap di medan perang seperti makhluk hidup. Ia tidak hanya menutupi pandangan, tetapi menyusup ke pori-pori, membuat paru-paru pasukan terasa penuh jelaga. Dari dalam kabut, bayangan-bayangan tipis memanjang, mirip ribuan tangan tak kasat mata yang meraih tubuh para korban, menyeret mereka ke dalam kegelapan.Tawa Larxene langsung pecah. Pertama satu suara. Lalu menjadi sepuluh. Sepuluh berlipat menjadi seratus. Seratus pecah menjadi ribuan, hingga seakan-akan seluruh medan perang menertawakan dirinya sendiri.Suara itu bukan sekadar tawa—ia menusuk gendang telinga, bergetar di tulang, merayap ke otak. Para cultivator lemah memekik, darah mengalir dari telinga mereka, beberapa jatuh tersungkur sambil mencakar kepala sendiri, seolah ingin mencabut suara itu dari dalam batok kepala.“Lihatlah, Ravena Xenagon…” suara Larxene bergema dari segala arah—dari bawah tanah, dari atas langit, dari setiap mulut ilusi yang bermunculan. Ribuan wajahnya menatap Ravena s

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   538. Menghancurkan Waktu

    Tanah Terlarang di sekitar mereka sudah tak bisa lagi disebut tanah—ia hanyalah kawah darah dan debu bercampur kilat. Ribuan mayat terbakar menjadi abu, yang tersisa hanyalah jeritan-jeritan pendek dari pasukan sekte kecil yang terlalu bodoh untuk mendekat.Helena melangkah maju lagi, Stormfang Saber memancarkan cahaya menyilaukan, seolah menarik petir dari setiap sudut langit. Di tangannya, pedang itu tak lagi sekadar senjata, melainkan penyalur kehendak untuk melawan waktu itu sendiri.Axel tetap berdiri tenang, tubuh berkerudungnya memancarkan aura kehampaan. Retakan-retakan waktu berputar di sekelilingnya, seperti pecahan kaca yang berkilau. Dari dalam pecahan itu, muncul bayangan Helena dalam ribuan versi—ada yang masih remaja, ada yang tua renta, ada pula mayatnya yang sudah membusuk. Semua versi itu menatap Helena dengan dingin.“Semua garis waktu menunjukkan akhirmu sama,” suara berat tanpa nada menggema. “Kematian.”Helena mendesis, menahan guncangan mental yang menghantam dir

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   537. Melawan Waktu

    Ledakan demi ledakan mengguncang garis depan medan perang. Tanah retak, api menyala liar, mayat-mayat terbakar berserakan seperti patung arang yang dipahat dari mimpi buruk. Tulang-tulang mencuat dari tanah yang terbelah, menancap seperti monumen kematian. Bau darah, belerang, dan daging hangus bercampur jadi kabut tebal yang mencekik paru-paru siapa pun yang masih hidup.Namun—di tengah simfoni kehancuran itu, ada satu ruang yang berbeda. Sunyi.Sebuah kehampaan aneh membelah bising pertempuran.Axel Gods berdiri tegak di sana. Sosok berkerudungnya bagaikan pilar kegelapan yang tak tersentuh. Ia tak punya wajah—di tempat kepala seharusnya, hanya ada pusaran kehampaan berputar, seperti lubang hitam kecil yang menelan cahaya.Sekitar tubuhnya, waktu itu sendiri berputar aneh. Panah yang melesat berhenti seakan menggantung di udara. Tombak yang dilempar membeku, lalu retak dan berbalik arah, menghujam dada sekutu Kevin yang malang. Ledakan qi yang semestinya mengguncang tanah justru me

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   536. Ilusi vs Es Abadi

    Helena mengusap bibirnya, darah segar menetes. Wajahnya pucat, napasnya terengah, tapi matanya masih berkilat dengan api yang tak bisa dipadamkan. “Cih! Kau melebih-lebihkan dirimu, Axel! Kau hanyalah anjing penjaga Tian Long! Dan aku tahu, kalianlah dalang di balik kehancuran Paviliun Drakenis!”Ia berdiri goyah, dadanya naik turun, tapi tangannya tetap mengangkat pedang. Listrik biru menari di sekujur tubuhnya, menerangi sosoknya yang nyaris rubuh namun tidak mau jatuh.Senyum tipis terukir di wajahnya, senyum seorang pejuang yang tahu dirinya mungkin mati—tapi memilih melawan sampai akhir. “Sentuhan pertama itu hanya permulaan.” Helena mengangkat pedangnya lebih tinggi, kilau biru kembali merambat. “Sekarang… kau akan mengenal siapa Helena Caraxis yang sebenarnya.”***Sementara di sisi lain medan perang, hiruk-pikuk pertempuran berhenti sesaat seolah memberi ruang bagi sebuah duel yang lebih besar dari sekadar perang. Bayangan kabut hitam terbelah, memperlihatkan sosok wanita

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status