Bab Utama : 2/2 Selesai Bab Bonus Gems : 1/1 Selesai Bab Bonus Author : Menyusul Pertarungan semakin brutal, namun Celestial Myrad belum muncul satupun selain Varion yang sudah dihadapi Kevin sebelumnya ... Penasaran? Ikutin terus ya cerita ini ...
Langit di atas Pulau Neraka tak lagi biru. Ia telah menjadi cermin retak dari kehendak semesta yang tercabik. Garis-garis seperti celah kaca menyebar dari pusat langit, memancarkan cahaya aneh—campuran merah darah dan ungu pekat, seolah-olah dua kekuatan kuno sedang mencabik-cabik dimensi untuk menyatakan supremasi.Di tengah medan yang hangus, dua sosok berdiri saling berhadapan, bagaikan dua dewa yang baru turun dari legenda.Di sisi kiri ...Ignaroth, The Crimson Dreadscale.Bukan lagi sekadar makhluk hidup. Ia kini menjelma menjadi Dreadscale Titan, kolosus naga berbalut magma menyala dan kulit keras yang retak seperti kerak bumi. Dari sela-sela kulitnya, lahar mengalir—mendesis, menguapkan udara sekeliling, dan mengubah tanah menjadi kaca hitam. Api yang menyelubunginya bukan sekadar elemen, tapi manifestasi dari kemarahan surgawi yang dikhianati.Setiap hembus napasnya menyalakan pusaran bara. Suaranya bukan gemuruh, tapi ledakan terpendam dari gunung yang bersiap meletus.“Dunia
Langit menghitam seolah menunduk pada satu nama... Drakarion.Salah satu dari Tiga Iblis Surgawi.Ia bukan seekor naga, bukan pula iblis dari kisah dongeng yang menakut-nakuti anak kecil.Ia adalah cultivator kegelapan, makhluk fana yang telah mengkhianati batas manusia—menyatu dengan kegelapan dunia bawah, menelan ilmu terlarang, dan hidup dalam kutukan yang ia pelihara seperti napas sendiri.Dan kini, ia berdiri di atas batu-batu hangus, jubahnya berkibar liar tertiup badai panas yang datang entah dari mana.Pedang hitam berurat ungu tergenggam di tangan kanannya—senjata kutukan yang berdengung pelan, seakan haus darah dan dendam.Tubuhnya dilapisi armor berlapis sihir, berdenyut seperti urat-urat iblis yang hidup. Matanya memancar cahaya merah dalam, bukan dari amarah semata, tapi dari rasa takut yang ia sembunyikan dengan lapisan kesombongan.“KAU BUKAN RAJA!” raungnya, suaranya menggema bagaikan petaka yang dipanggil dari lembah dunia yang retak.“KAU ADALAH PENISTA! PEMALSU KEBE
Langit berubah.Bukan sekadar mendung. Tapi meremang—seolah cahaya itu sendiri dicekik oleh kekuatan yang tak diundang.Cahaya matahari terhisap oleh kekosongan.Bayangan kelam menyebar dari cakrawala, menutupi langit seperti selimut kutukan. Kabut ungu yang semula menari di tepi medan berubah warna menjadi abu, dan lalu lenyap—terbakar oleh sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh logika duniawi.Suara menghilang.Bahkan deru angin, bahkan detak jantung.Keheningan menggantung seperti tali gantung bagi siapa pun yang berdiri di sana.Para iblis, para dewa yang jatuh, para penjaga kehancuran... semuanya terdiam.Langkah mereka membeku. Mata mereka mengarah ke satu titik.Kevin.Ia menurunkan tangan kirinya dengan gerakan lambat, seperti upacara sakral yang menandai akhir sebuah zaman. Jemarinya menyentuh tanah yang hangus, dan pada saat itu juga, dunia berubah.Aura gelap yang pekat—pekat seperti tinta neraka—merambat dari telapak tangannya. Menjalar. Meluas. Mengendap dalam tanah dan
Valkyrie berdiri tegak di antara debu dan bara yang berputar ganas. Nafasnya terengah, namun tidak goyah. Darah mengalir dari luka-luka di bahunya dan pahanya, membasahi sebagian zirah tempurnya yang kini pecah-pecah oleh ledakan sebelumnya. Tapi dari mata peraknya, api keberanian justru menyala semakin terang—liar, tanpa keraguan.Dengan satu hentakan ringan, ia menarik Pedangnya—Arashi no Hime.Bilahnya berkilau biru keperakan, dikelilingi petir surgawi yang menari di sekelilingnya. Setiap kilatan menyentuh udara dan memekikkannya, menorehkan garis-garis listrik yang menggores langit senja yang telah dibakar. Petir itu tidak hanya menyala—ia menyanyikan lagu pertempuran, bersenandung untuk jiwa-jiwa yang telah memilih bertarung sampai akhir.Valkyrie menggenggam gagang pedangnya erat-erat. Ototnya bergetar karena luka, tapi tatapannya justru lebih fokus dari sebelumnya.Dengan suara rendah, dia berkata, “Tuan Muda… kita tidak berhadapan dengan sekadar penjaga.”Dari sisi kanannya, K
Tanah kembali bergetar.Namun kali ini bukan seperti langkah mengguncang dunia milik Drakarion, atau hembusan badai tajam milik Zephyrax.Tidak.Ini lain. Ini... membakar.Getaran itu terasa seperti aliran lava yang menjalar dari bawah kaki, menyusup melalui pori-pori bumi, membuat udara mendesis, dan jiwa menggeliat dalam panas yang tak terlihat. Seolah dunia sendiri mengerang dalam kesakitan, meratap karena sesuatu yang tak seharusnya kembali... kini telah bangkit.Dan dari balik kabut tebal bercampur debu serta arang yang mengambang di udara, muncullah sosok itu—seakan neraka membuka pintunya dan memuntahkan isi terdalamnya.Ignaroth.Ia berjalan perlahan.Tidak terburu-buru, tidak ragu.Langkahnya seperti denyut waktu yang meleleh, membawa aroma belerang dan darah terbakar. Tubuh raksasanya dibalut oleh api merah darah—bukan sekadar nyala biasa, tapi api hidup yang berdesis, menyentuh tanah dan membakarnya menjadi abu hitam. Api itu seperti makhluk lapar, merayap, melilit, mencaka
Langit masih menyimpan aroma logam dan abu dari langkah yang ditinggalkan oleh Drakarion. Asap kelabu menggantung seperti tirai kematian yang belum usai diturunkan. Terdengar sebuah suara—desingan halus yang nyaris tak terdengar namun menusuk seperti seruling neraka. Nadanya tinggi, menusuk gendang telinga seperti bisikan maut yang diperdengarkan pada jiwa-jiwa yang belum siap meninggalkan dunia.Kemudian ia muncul—Zephyrax.Sosoknya melayang tenang, nyaris seperti penampakan. Dia tidak berjalan—dia melayang ringan di atas tanah yang pecah, seolah dunia sendiri enggan menanggung berat kehadirannya. Tubuh rampingnya menjulang, dibalut sisik hijau zamrud yang berkilau seperti permata hidup. Setiap sisik memantulkan kilatan cahaya dari sisa-sisa petir di udara, menciptakan kilau yang bergerak-gerak bagai gelombang dalam badai.Angin mulai berputar dengan liar di sekelilingnya, membentuk pusaran badai yang tidak menabrak—melainkan menari. Badai itu bukan hanya efek alam, tapi bagian dari