Ternyata, untuk membuka peti kecil itu, Rong Tian tidak memerlukan tenaga besar atau keterampilan khusus.
“Semoga ini berhasil,” gumamnya pelan, menekan tombol panel di peti dengan hati-hati. Bunyi ‘Klik’ terdengar seiring dengan pergerakan mekanisme di dalamnya, menandakan bahwa peti itu siap terbuka.
Saat tutup peti terangkat, aura kuno yang pekat, ditambah dengan bau lembap yang sangat tua, langsung tercium.
Rong Tian menarik napas dalam-dalam, merasakan betapa tuanya benda ini. Ia mengangkat penutupnya dengan gerakan cekatan, seolah khawatir jika gerakan yang salah akan merusak benda berharga di dalamnya.
Cahaya temaram menyinari isi peti, menampakkan sebuah busana yang sudah lama namun tidak rusak tersembunyi di bagian paling atas.
Rong Tian mengangkat benda itu dengan hati-hati. Sebuah jubah hitam dengan motif rumit berwarna emas di tiap sisi.
Jubah panjang dan lembut itu terasa lentur di tangannya, seakan mengundang untuk segera dikenakan.
"Busana ini... terlihat penuh misteri, tapi juga sangat megah," pikirnya, terpesona oleh keindahan dan keanggunannya.
Tanpa ragu, ia mengenakan busana itu, meski rasa sakit di tubuhnya akibat luka yang ditinggalkan setelah dibuang ke tempat terkutuk masih terasa.
Setelah mengenakan busana hitam itu, Rong Tian menyampirkan jubah panjangnya yang berayun di angin, dan seketika angin dingin yang tajam berhembus kencang.
WUSH!
Di bawah sinar matahari pagi, jubah itu berkibar dengan elegan. Rong Tian merasa ada sesuatu yang asing merayapi benaknya. Ia tidak tahu apa, tapi sepertinya ada hubungan antara dirinya dan busana ini.
“Mengapa aku merasa busana ini seperti memang ditujukan untukku?” pikirnya, bingung namun penasaran. P
ada saat yang sama, ia merasakan sesuatu yang mengejutkan—lukanya, yang sebelumnya menganga, mulai terasa lebih baik.
Ketika melihat luka di perutnya, meski masih ada bekas sayatan, sobekan yang disebabkan oleh serangan tangan kosong itu kini sudah menyatu.
Luka yang tadinya menganga kini tampak hampir sembuh sepenuhnya. Hanya tersisa bekas merah dalam bentuk bekas tidak teratur.
"Ajaib!" Rong Tian terdiam.
Ia menyentuh luka itu dengan hati-hati, merasakan keajaiban yang baru saja terjadi.
"Apakah busana dan jubah ini sebuah artefak kuno? Peninggalan seorang grandmaster bela diri mungkin?" pikirnya, penuh kekaguman dan rasa ingin tahu.
Ekspresi Rong Tian berubah seketika.
Wajahnya yang semula suram dan penuh keputusasaan kini terlihat lebih terang. Seolah kabut yang menyelimuti dirinya telah sirna, membawa serta rasa kosong yang menyertai langkahnya.
Kini, ada secercah harapan baru yang mulai tumbuh dalam hatinya, menggantikan keputusasaan yang sebelumnya menguasai.
Rong Tian memandang ke kiri dan kanan, matanya tajam mengamati sekitar. Ia mencari tempat yang aman untuk berlindung. Niatnya jelas: membongkar isi peti di tempat yang terlindungi, jauh dari gangguan.
Namun, sejauh mata memandang, hanya tumpukan makam yang tidak terurus dan kerangka manusia yang tampak rapuh di bawah debu tebal. Kerangka-kerangka itu mungkin sudah berdiam di sana selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.
Wajah Rong Tian cemberut, ia merasa seolah-olah tempat ini sudah lama terlupakan oleh waktu, namun tetap dihuni oleh aura yang menakutkan.
Bulu kuduknya meremang, dan rasa ngeri menyelimuti hatinya.
"Ternyata semalaman aku menginap di pemakaman, di The Abyss of Suffering. Pantas saja aku merasa merinding, seperti ada sesuatu yang mengawasi dari balik kegelapan," pikirnya dengan hati yang berdebar.
Semalam, karena sibuk menggali, ia tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya. Langit yang kelam hanya disinari rembulan yang suram membuatnya hanya fokus menggali pasir, untuk menemukan peti ini.
Merasa tak nyaman, Rong Tian cepat-cepat memindai sekitar. “Semuanya tampak kering, gersang, tak ada satu pohon pun!” pikirnya, semakin merasa terasing di Abyss of Suffering.
Matanya terhenti pada sebuah gua yang hampir tersembunyi di balik batu cadas dan tanah kering, nyaris tak terlihat.
Ekspresi wajahnya berubah, terbaca jelas rasa lega yang datang begitu saja.
"Aku memutuskan untuk berlindung di gua itu," gumamnya, langkahnya kini bergegas menuju gua itu. Gua itu tampaknya menjadi satu-satunya harapan untuk melindungi dirinya dari ancaman makhluk buas di malam hari.
Namun, ketika berdiri di kaki bebatuan cadas yang terjal, hati Rong Tian terjatuh. Gua itu ternyata terlalu tinggi untuk dijangkau.
Ia bukan seorang kultivator pengejar keabadian dengan kekuatan luar biasa.
Fisiknya yang masih lemah membuatnya ragu, bahkan untuk mendekati gua tersebut. Rasa putus asa kembali menguasai hatinya. Namun, saat itulah sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya.
"Jika bandul kalung bermotif kelelawar itu memiliki kuasa mengusir serigala, bukankah ada kemungkinan bahwa peti ini menyimpan harta benda lainnya dengan kekuatan serupa?" pikirnya, perlahan menemukan secercah harapan.
Tanpa membuang waktu, Rong Tian kembali membongkar peti yang terletak di bawah batu cadas tinggi.
Kali ini, ia menemukan sesuatu yang lebih menarik. Setelah meletakkan jubah hitam yang sebelumnya dikenakannya kembali ke dalam peti, ia melihat sepasang sepatu bot tergeletak di lapisan setelah jubah.
"Sepatu?" gumamnya, menatap sepatu bot hitam yang serasi dengan busana dan jubah yang baru saja dikenakannya.
Sepatu bot itu tampak biasa, namun Rong Tian tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul dalam dirinya.
"Warnanya hitam legam, serasi dengan baju dan jubahku tadi. Apakah sepatu ini juga memiliki efek magis, sama seperti kalung motif kelelawar?" pikirnya, masih merasa heran dengan temuan tersebut.
Dengan rasa penasaran yang membuncah, Rong Tian mengenakan sepatu bot itu.
Ketika sepatu itu menyentuh kakinya, ia merasakan keajaiban yang sama seperti sebelumnya.
Sepatu itu terasa begitu pas, seakan dirancang khusus untuk kakinya yang panjang dan kekar. Sekali lagi, perasaan yang tak terlukiskan menggelayuti pikirannya.
"Mengapa baik jubah maupun sepatu ini terasa seperti diciptakan untukku?" pikirnya dengan takjub, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menghubungkannya dengan benda-benda ini.
Rong Tian melompat kegirangan, tubuhnya terangkat tinggi.
Senyum lebar menghiasi wajahnya. Tapiii...
WUUUT.
"Ini—ini..." kata Rong Tian dengan suara terbata-bata, hampir tidak percaya.
Tubuhnya meluncur ke udara, melompat setinggi lima meter. Itu adalah lompatan tertinggi yang pernah ia lakukan sepanjang hidupnya.
Saat kakinya menyentuh tanah kering yang berpasir, ia kembali merenung.
"Akan aku coba lagi. Apakah ini karena sepatu bot hitam itu, atau hanya kebetulan semata?" pikirnya, penuh rasa penasaran. WUUT! Sekali lagi, tubuhnya melesat.
Kali ini, ia berhasil melompat hampir mencapai enam meter. Ekspresi wajahnya berubah, penuh kebahagiaan.
Ada perasaan puas yang memenuhi dadanya. "Aku berhasil memecahkan misteri ini!" desisnya, gembira.
"Sepatu ini memiliki mekanisme yang memungkinkan aku melompat lebih tinggi." Semangatnya membara, dan tanpa ragu, ia mencoba lagi, berniat mencapai gua yang terletak tinggi di atasnya.
Namun, meskipun ia terus berusaha, dalam sepuluh percobaan melompat, Rong Tian belum juga berhasil mencapai gua tersebut.
"Gua itu terlalu tinggi… mungkin sekitar sepuluh meter. Sementara lompatan terbaikku hanya enam meter," gumamnya, wajahnya kembali muram.
"Nampaknya, keinginan untuk memiliki tempat berlindung harus aku lupakan…"
Kekecewaan menghantamnya lagi.
Ia menatap peti yang tergeletak di dekatnya, dengan jubah hitam panjang dan lebar itu yang berkibar tertiup angin.
Tanpa disangka, sebuah ide muncul begitu saja.
"Jika sepatu ini bisa membantuku melompat lebih tinggi, bagaimana jika aku menggabungkannya dengan jubah hitam itu? Mungkin ada kekuatan tersembunyi yang bisa meningkatkan lompatan aku," pikirnya dengan cepat, semangat baru mulai muncul dalam dirinya.
Dengan gesit, Rong Tian meraih kembali baju dan jubah hitam yang sempat ia kenakan.
Begitu ia mengenakannya, perasaan percaya dirinya seketika kembali. Seolah ada aura yang mengalir dalam dirinya, mengisi seluruh tubuhnya dengan energi yang tak tampak.
Ia menatap gua yang tinggi itu, dan dalam hati berdoa, "Semoga dengan mengenakan dua benda ini, aku bisa mencapainya."
Bersambung
Mata di balik topeng itu bersinar dengan cahaya keemasan yang dingin dan mencekam, memancarkan aura kematian yang membuat darah dalam pembuluh nadi membeku. Setiap langkahnya di atas dedaunan kering tidak mengeluarkan suara sama sekali, seolah ia berjalan di atas udara."Siapa yang berani bicara omong kosong hendak membunuhku?" suara dingin dan mencekam bergema dari balik topeng, seolah berasal dari dalam kuburan yang paling dalam dan gelap. Suaranya bergaung di antara pepohonan dengan cara yang tidak natural, menciptakan efek mengerikan yang membuat tulang belakang bergetar.Xu Wei Ming melompat turun dari beruangnya yang sudah sepenuhnya tidak terkendali dan berlari ke semak-semak.Meski jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang dan keringat dingin mulai membasahi punggungnya, ia berusaha keras mempertahankan kewibawaannya sebagai pemimpin rombongan."Kami kultivator dari Sekte Iblis Teratai Bulan Perak!" bentaknya sambil mengeluarkan pedang bengkok dari sarung kulit di p
"Lihat itu," bisik Wei Laosan sambil menunjuk ke arahnya dengan sikap meremehkan. "Pemabuk itu akhirnya pergi juga. Sudah mabuk berat dari pagi.""Untung sekali," sahut temannya yang gemuk dengan nada lega. "Bau darah di bajunya itu benar-benar mengganggu nafsu makan. Membuat suasana jadi seram.""Mungkin dia penjahat yang kabur," tambah yang lain sambil menggeleng. "Atau mungkin korban perampokan yang berhasil selamat."Rong Tian keluar dari kedai dan berjalan terhuyung-huyung di jalan yang mulai sepi.Lentera-lentera kertas merah dan kuning berkibar tertiup angin malam yang sejuk, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari di jalanan batu yang sudah dipakai selama ratusan tahun.Suara langkah kakinya bergema pelan di antara bangunan-bangunan tua dengan arsitektur klasik dinasti kuno.Ketika ia mencapai ujung jalan yang gelap dan sepi, jauh dari pandangan orang-orang, langkahnya tiba-tiba berubah menjadi stabil dan terlatih. Gerakan mabuk yang tadi dipalsukan langsung hilang,
Wei Laosan mulai mengumbar cerita..."Ada kultivator aliran putih yang begitu licik dan kejam!" serunya sambil menggebrak meja hingga mangkuk-mangkuk bergetar. "Dia menyamar sebagai kultivator aliran iblis dan berhasil membunuh lima puluh anggota Sekte Iblis Teratai Bulan Perak sendirian!"Suara gemuruh kaget langsung terdengar dari berbagai penjuru kedai.Pedagang rempah hampir tersedak sup yang sedang diminumnya, sementara keluarga muda yang sedang makan malam langsung saling pandang dengan mata membulat."Lima puluh orang?" tanya temannya yang gemuk dengan suara tidak percaya. "Itu mustahil! Bagaimana mungkin satu orang bisa mengalahkan lima puluh kultivator sekaligus? Bahkan kultivator elit pun tidak bisa melakukan hal seperti itu!""Itulah yang membuatnya luar biasa!" jawab Wei Laosan sambil menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya."Dia pasti murid senior dari sekte besar seperti Sekte Tao Tianjian Ge atau Sekte Shennong Gu! Mungkin bahkan dari Sekte Hunyuan Dao! Dia sengaja meny
Saat itu... seorang wanita paruh baya dengan pakaian sutra hijau duduk di meja belakang bersama putri kecilnya yang berusia sekitar tujuh tahun. Mereka sedang menikmati sup jamur shiitake dengan irisan daging ayam, namun mata sang ibu terus melirik cemas ke arah Rong Tian."Niang," bisik anak kecil itu dengan suara polos, "kenapa Gege itu bajunya kotor sekali?"Sang ibu langsung menarik anaknya lebih dekat sambil berbisik, "Jangan lihat ke arah sana, Mei'er. Dan jangan bicara keras-keras.""Tapi kenapa, bu?" tanya anak itu dengan mata bulat penuh keingintahuan."Karena... karena orang seperti itu berbahaya," jawab sang ibu sambil melirik ke arah suaminya yang duduk di seberang meja. "Die, mungkin kita harus pulang sekarang."Sang ayah, seorang pria kurus dengan janggut tipis, mengangguk sambil menatap Rong Tian dengan was-was. "An'er, habiskan makananmu dengan cepat. Kita akan segera pulang.""Betul," bisik sang ibu lagi. "Pemuda macam apa yang minum arak sepagi ini? Pasti mentalnya t
Sinar matahari pagi menyusup melalui jendela-jendela berornamen kayu ukir di Rumah Arak Chrysanthemum Emas, salah satu kedai minuman paling terkenal di distrik timur Jiuyuan Cheng.Bangunan bertingkat dua dengan atap genteng hijau zamrud ini telah berdiri selama lebih dari seratus tahun, menjadi saksi bisu perjalanan waktu ibukota.Aroma khas arak beras premium dan bunga krisan kering menguar dari puluhan gentong keramik besar yang tersusun rapi di sudut-sudut ruangan, bercampur dengan harum dupa cendana yang selalu dibakar setiap pagi.Rong Tian duduk sendirian di meja bundar kayu jati dekat pintu masuk, punggungnya bersandar pada kursi bambu yang berderit pelan setiap kali ia bergerak.Posisinya strategis, memungkinkan pandangan langsung ke jalan raya dan sekaligus memungkinkan udara segar masuk melalui celah pintu yang terbuka.Jubah hitam yang dikenakannya tampak compang-camping dengan berbagai robekan, sementara noda-noda darah kering telah mengering menjadi coretan kecoklatan ya
Langkah kaki Rong Tian bergema di jalan batu paving ibukota, diiringi oleh tatapan ngeri dan takut dari setiap orang yang ia lewati. Dalam hatinya, amarah masih berkobar dengan panas yang menyengat."Mereka yang merenggut nyawa orang tak berdosa," batinnya sambil terus melangkah, "akan merasakan balasan yang setimpal."Di kota kecil Luoshui, sekitar lima puluh li dari Hutan Kesemek, seorang kultivator berlari terbirit-birit melintasi jalan-jalan sempit. Napasnya tersengal-sengal, jubah hijau Sekte Iblis Teratai Bulan Perak yang ia kenakan robek di beberapa bagian. Wajahnya pucat pasi, mata melotot penuh ketakutan seolah baru saja menyaksikan hantu.Fang Ming Xue, demikian namanya, adalah satu-satunya yang selamat dari pembantaian di Hutan Kesemek. Ia berhasil melarikan diri dengan menggunakan jimat pelarian darurat ketika rekan-rekannya satu per satu tewas di tangan pemuda berambut hitam yang mengerikan itu.Ia berlari tanpa henti hingga mencapai sebuah bangunan bertingkat tiga dengan