Ternyata, untuk membuka peti kecil itu, Rong Tian tidak memerlukan tenaga besar atau keterampilan khusus.
“Semoga ini berhasil,” gumamnya pelan, menekan tombol panel di peti dengan hati-hati. Bunyi ‘Klik’ terdengar seiring dengan pergerakan mekanisme di dalamnya, menandakan bahwa peti itu siap terbuka.
Saat tutup peti terangkat, aura kuno yang pekat, ditambah dengan bau lembap yang sangat tua, langsung tercium.
Rong Tian menarik napas dalam-dalam, merasakan betapa tuanya benda ini. Ia mengangkat penutupnya dengan gerakan cekatan, seolah khawatir jika gerakan yang salah akan merusak benda berharga di dalamnya.
Cahaya temaram menyinari isi peti, menampakkan sebuah busana yang sudah lama namun tidak rusak tersembunyi di bagian paling atas.
Rong Tian mengangkat benda itu dengan hati-hati. Sebuah jubah hitam dengan motif rumit berwarna emas di tiap sisi.
Jubah panjang dan lembut itu terasa lentur di tangannya, seakan mengundang untuk segera dikenakan.
"Busana ini... terlihat penuh misteri, tapi juga sangat megah," pikirnya, terpesona oleh keindahan dan keanggunannya.
Tanpa ragu, ia mengenakan busana itu, meski rasa sakit di tubuhnya akibat luka yang ditinggalkan setelah dibuang ke tempat terkutuk masih terasa.
Setelah mengenakan busana hitam itu, Rong Tian menyampirkan jubah panjangnya yang berayun di angin, dan seketika angin dingin yang tajam berhembus kencang.
WUSH!
Di bawah sinar matahari pagi, jubah itu berkibar dengan elegan. Rong Tian merasa ada sesuatu yang asing merayapi benaknya. Ia tidak tahu apa, tapi sepertinya ada hubungan antara dirinya dan busana ini.
“Mengapa aku merasa busana ini seperti memang ditujukan untukku?” pikirnya, bingung namun penasaran. P
ada saat yang sama, ia merasakan sesuatu yang mengejutkan—lukanya, yang sebelumnya menganga, mulai terasa lebih baik.
Ketika melihat luka di perutnya, meski masih ada bekas sayatan, sobekan yang disebabkan oleh serangan tangan kosong itu kini sudah menyatu.
Luka yang tadinya menganga kini tampak hampir sembuh sepenuhnya. Hanya tersisa bekas merah dalam bentuk bekas tidak teratur.
"Ajaib!" Rong Tian terdiam.
Ia menyentuh luka itu dengan hati-hati, merasakan keajaiban yang baru saja terjadi.
"Apakah busana dan jubah ini sebuah artefak kuno? Peninggalan seorang grandmaster bela diri mungkin?" pikirnya, penuh kekaguman dan rasa ingin tahu.
Ekspresi Rong Tian berubah seketika.
Wajahnya yang semula suram dan penuh keputusasaan kini terlihat lebih terang. Seolah kabut yang menyelimuti dirinya telah sirna, membawa serta rasa kosong yang menyertai langkahnya.
Kini, ada secercah harapan baru yang mulai tumbuh dalam hatinya, menggantikan keputusasaan yang sebelumnya menguasai.
Rong Tian memandang ke kiri dan kanan, matanya tajam mengamati sekitar. Ia mencari tempat yang aman untuk berlindung. Niatnya jelas: membongkar isi peti di tempat yang terlindungi, jauh dari gangguan.
Namun, sejauh mata memandang, hanya tumpukan makam yang tidak terurus dan kerangka manusia yang tampak rapuh di bawah debu tebal. Kerangka-kerangka itu mungkin sudah berdiam di sana selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.
Wajah Rong Tian cemberut, ia merasa seolah-olah tempat ini sudah lama terlupakan oleh waktu, namun tetap dihuni oleh aura yang menakutkan.
Bulu kuduknya meremang, dan rasa ngeri menyelimuti hatinya.
"Ternyata semalaman aku menginap di pemakaman, di The Abyss of Suffering. Pantas saja aku merasa merinding, seperti ada sesuatu yang mengawasi dari balik kegelapan," pikirnya dengan hati yang berdebar.
Semalam, karena sibuk menggali, ia tidak terlalu memperhatikan sekelilingnya. Langit yang kelam hanya disinari rembulan yang suram membuatnya hanya fokus menggali pasir, untuk menemukan peti ini.
Merasa tak nyaman, Rong Tian cepat-cepat memindai sekitar. “Semuanya tampak kering, gersang, tak ada satu pohon pun!” pikirnya, semakin merasa terasing di Abyss of Suffering.
Matanya terhenti pada sebuah gua yang hampir tersembunyi di balik batu cadas dan tanah kering, nyaris tak terlihat.
Ekspresi wajahnya berubah, terbaca jelas rasa lega yang datang begitu saja.
"Aku memutuskan untuk berlindung di gua itu," gumamnya, langkahnya kini bergegas menuju gua itu. Gua itu tampaknya menjadi satu-satunya harapan untuk melindungi dirinya dari ancaman makhluk buas di malam hari.
Namun, ketika berdiri di kaki bebatuan cadas yang terjal, hati Rong Tian terjatuh. Gua itu ternyata terlalu tinggi untuk dijangkau.
Ia bukan seorang kultivator pengejar keabadian dengan kekuatan luar biasa.
Fisiknya yang masih lemah membuatnya ragu, bahkan untuk mendekati gua tersebut. Rasa putus asa kembali menguasai hatinya. Namun, saat itulah sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya.
"Jika bandul kalung bermotif kelelawar itu memiliki kuasa mengusir serigala, bukankah ada kemungkinan bahwa peti ini menyimpan harta benda lainnya dengan kekuatan serupa?" pikirnya, perlahan menemukan secercah harapan.
Tanpa membuang waktu, Rong Tian kembali membongkar peti yang terletak di bawah batu cadas tinggi.
Kali ini, ia menemukan sesuatu yang lebih menarik. Setelah meletakkan jubah hitam yang sebelumnya dikenakannya kembali ke dalam peti, ia melihat sepasang sepatu bot tergeletak di lapisan setelah jubah.
"Sepatu?" gumamnya, menatap sepatu bot hitam yang serasi dengan busana dan jubah yang baru saja dikenakannya.
Sepatu bot itu tampak biasa, namun Rong Tian tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul dalam dirinya.
"Warnanya hitam legam, serasi dengan baju dan jubahku tadi. Apakah sepatu ini juga memiliki efek magis, sama seperti kalung motif kelelawar?" pikirnya, masih merasa heran dengan temuan tersebut.
Dengan rasa penasaran yang membuncah, Rong Tian mengenakan sepatu bot itu.
Ketika sepatu itu menyentuh kakinya, ia merasakan keajaiban yang sama seperti sebelumnya.
Sepatu itu terasa begitu pas, seakan dirancang khusus untuk kakinya yang panjang dan kekar. Sekali lagi, perasaan yang tak terlukiskan menggelayuti pikirannya.
"Mengapa baik jubah maupun sepatu ini terasa seperti diciptakan untukku?" pikirnya dengan takjub, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menghubungkannya dengan benda-benda ini.
Rong Tian melompat kegirangan, tubuhnya terangkat tinggi.
Senyum lebar menghiasi wajahnya. Tapiii...
WUUUT.
"Ini—ini..." kata Rong Tian dengan suara terbata-bata, hampir tidak percaya.
Tubuhnya meluncur ke udara, melompat setinggi lima meter. Itu adalah lompatan tertinggi yang pernah ia lakukan sepanjang hidupnya.
Saat kakinya menyentuh tanah kering yang berpasir, ia kembali merenung.
"Akan aku coba lagi. Apakah ini karena sepatu bot hitam itu, atau hanya kebetulan semata?" pikirnya, penuh rasa penasaran. WUUT! Sekali lagi, tubuhnya melesat.
Kali ini, ia berhasil melompat hampir mencapai enam meter. Ekspresi wajahnya berubah, penuh kebahagiaan.
Ada perasaan puas yang memenuhi dadanya. "Aku berhasil memecahkan misteri ini!" desisnya, gembira.
"Sepatu ini memiliki mekanisme yang memungkinkan aku melompat lebih tinggi." Semangatnya membara, dan tanpa ragu, ia mencoba lagi, berniat mencapai gua yang terletak tinggi di atasnya.
Namun, meskipun ia terus berusaha, dalam sepuluh percobaan melompat, Rong Tian belum juga berhasil mencapai gua tersebut.
"Gua itu terlalu tinggi… mungkin sekitar sepuluh meter. Sementara lompatan terbaikku hanya enam meter," gumamnya, wajahnya kembali muram.
"Nampaknya, keinginan untuk memiliki tempat berlindung harus aku lupakan…"
Kekecewaan menghantamnya lagi.
Ia menatap peti yang tergeletak di dekatnya, dengan jubah hitam panjang dan lebar itu yang berkibar tertiup angin.
Tanpa disangka, sebuah ide muncul begitu saja.
"Jika sepatu ini bisa membantuku melompat lebih tinggi, bagaimana jika aku menggabungkannya dengan jubah hitam itu? Mungkin ada kekuatan tersembunyi yang bisa meningkatkan lompatan aku," pikirnya dengan cepat, semangat baru mulai muncul dalam dirinya.
Dengan gesit, Rong Tian meraih kembali baju dan jubah hitam yang sempat ia kenakan.
Begitu ia mengenakannya, perasaan percaya dirinya seketika kembali. Seolah ada aura yang mengalir dalam dirinya, mengisi seluruh tubuhnya dengan energi yang tak tampak.
Ia menatap gua yang tinggi itu, dan dalam hati berdoa, "Semoga dengan mengenakan dua benda ini, aku bisa mencapainya."
Bersambung
Rong Tian menarik napas dalam, menenangkan debaran jantungnya. Ia menendang tanah berpasir dengan ujung sepatu, menguji daya dorongnya.Sensasi aneh yang sempat menyelimuti pikirannya perlahan menghilang, berganti dengan pemahaman akan keunikan sepatu ini.WUUT!Tubuhnya terangkat dengan kecepatan mengagumkan, melayang lima meter di udara. Jubah hitam yang ia kenakan berkibar liar, membuka lebar seperti sayap kelelawar yang hendak memburu mangsa dimalam hari.Lalu sesuatu terjadi.Hembusan angin tipis nyaris tak terdengar, namun tubuhnya kembali terangkat, kali ini lebih tinggi dari yang ia perkirakan. Rong Tian terbelalak, gua yang seharusnya menjadi tujuannya kini terlewatkan begitu saja!Ia mengeraskan rahangnya. "Begini cara kerjanya...!" gumamnya, nyaris tak percaya.Ia memicingkan mata, memperhatikan lebih saksama. Jubah hitam itu ternyata bukan sekadar kain biasa.Di baliknya, terdapat dua baling-baling kecil yang tersembunyi, nyaris tak terlihat. Sedangkan sepatu yang ia pakai
Semenjak pertempuran dahsyat yang mengguncang dunia lebih dari seratus tahun lalu, pertarungan dua Immortal yang legendaris telah mengubah wajah Benua Longhai selamanya.Dua sosok abadi itu, dengan kekuatan yang melebihi batas imajinasi manusia biasa, mengamuk di medan pertempuran – langit. Mereka menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka—bumi terbelah, langit terbakar.Kekuatan mereka tidak hanya merobek tatanan alam, tetapi juga mengubah dataran fisik yang ada di Benua Longhai.Pertempuran yang berlangsung tanpa ampun itu menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan.Selama pertarungan itu, daratan yang sebelumnya tenggelam di dalam lautan muncul kembali ke permukaan, menyebabkan terjadinya penyatuan dua benua yang selama ini terpisah.Benua Longhai yang legendaris kini bergabung dengan Benua Podura, menjadikannya satu kesatuan daratan yang luas.Para saksi sejarah mencatat bahwa pemenang dari pertempuran itu adalah Rong Guo, pemimpin Sekte Wudang yang legendaris.Kem
“Bunuh dia!” perintah Mo Zhengsheng. Suaranya penuh ancaman, memotong udara seperti pedang.Telunjuknya menunjuk lurus ke arah makhluk misterius berbentuk kelelawar yang melayang di kegelapan malam.Disisi lain, sayap kelelawar raksasa itu terlihat lebar, dan membentuk siluet menakutkan di bawah cahaya bulan sabit.“Formasi Pedang!” teriak Han Shan. Wajahnya yang penuh bekas luka tampak garang di bawah bayangan malam.Suaranya menggema, memecah keheningan, tampak berusaha membangkitkan semangat para kultivator.Dalam gelapnya malam, sepuluh kultivator segera bergerak. Mereka membentuk formasi pedang dengan presisi yang telah dilatih ratusan kali.Mo Zhengsheng, sebagai pemimpin, melangkah maju. Golok di tangannya berkilat, lalu diayunkannya ke arah cakrawala dengan gerakan cepat dan mematikan.Tsing!Kilatan golok menyambar seperti petir, memotong udara dengan kecepatan yang sulit diikuti mata. Energi spiritual yang terkumpul di mata golok itu berlari ke udara, siap memanggang makhluk
Saat sepuluh kultivator dari Ekspedisi Phoenix Merah dilanda keterkejutan, mendapati kenyataan bahwa sosok siluman kelelawar itu ternyata manusia, bulu kuduk mereka serentak berdiri.Udara malam yang tadinya tenang seketika berubah menjadi tegang, dipenuhi oleh aura misteri yang menggeliat dari sosok yang terperangkap dalam jaring.“Apa yang terjadi?” suara salah satu kultivator pecah, memecah kesunyian.“Ada sesuatu yang dilakukan manusia iblis itu?” tanya yang lain, matanya waspada menatap ke arah sosok yang bergerak-gerak di dalam jaring.“Dia menakut-nakuti kita. Ayo kita habisi dia!” teriak seorang kultivator dengan suara penuh amarah.Namun, sebelum mereka sempat bertindak, dari balik jaring yang menutupi sosok mirip siluman kelelawar itu, terdengar suara tiupan seruling.Bunyinya melengking, menusuk telinga, dan membuat bulu kuduk mereka semakin berdiri. Suara itu seperti berasal dari dunia lain, memecah keheningan malam dengan nada yang tak terduga.Suiiit…Bunyi seruling itu
Gurun Hadarac dilanda kesunyian yang pekat setelah kejadian beberapa saat yang lalu.Sosok yang mirip manusia, namun memiliki ciri-ciri kelelawar, melemparkan sebuah jimat ke udara. Dalam sekejap, ledakan dahsyat mengguncang wilayah itu, memecah kesunyian malam.Tiba-tiba, dua makhluk iblis bersayap muncul dari balik debu yang beterbangan.Mereka adalah dua burung rajawali hitam raksasa, tubuhnya kekar dengan sayap yang membentang lebar, menebarkan aura kegelapan yang menggetarkan.“Bawa pergi semua barang jarahan itu,” perintah sosok itu dengan suara serak, menunjuk ke arah gerobak yang dipenuhi muatan berharga milik Ekspedisi Phoenix Merah.WUSSH!Dua rajawali hitam itu menancapkan cakar-cakar tajam mereka ke atap gerobak, lalu dengan kekuatan yang luar biasa, mereka mengangkatnya ke udara. Rajawali beserta dua gerobak itu terbang menjauh, meninggalkan jejak debu dan keheningan yang semakin dalam.Sosok manusia kelelawar itu mendengus dingin, matanya yang merah menyala memandang ke
“Pemimpin sekte—Pemimpin Tian... tolong keluar. Dengarkan laporan hamba...” Suara Mo Zhengsheng menggema di pelataran Sekte Langit Murni, tangan tak henti-hentinya mengguncang bel peringatan.Bunyi nyaring bel itu memecah kesunyian pagi, menarik perhatian para murid dan penatua yang bergegas berkumpul. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan tatapan penasaran.Dari balik pintu aula utama, muncul sosok Penatua Duan Meng. Wajahnya memerah, alisnya berkerut dalam kemarahan. Matanya menyapu kerumunan sebelum akhirnya tertuju pada Mo Zhengsheng, yang masih berdiri dengan bel di tangan.“Mo Zhengsheng! Kau berani membuat keributan di sini? Sudah kukatakan sebelumnya, jika ada keluhan, sampaikan pada penatua pelataran luar, seperti aku!”“Apa kau pikir aturan sekte ini main-main?” suara Duan Meng menggelegar, penuh dengan otoritas yang tak terbantahkan.Mo Zhengsheng, yang dahulu hanya murid pelataran luar Sekte Langit Murni, memang tak pernah m
Pemuda itu duduk bersila di dalam gua yang gelap dan lembap, tempat yang telah lama menjadi persembunyiannya di Abyss of Suffering. Cahaya redup dari lampu minyak di dinding gua memantulkan bayangannya yang bergerak di dinding batu.Di hadapannya, terbentang sebuah buku tua yang kulitnya telah lapuk dimakan zaman.Buku itu adalah catatan peninggalan sang pewaris kultivasi iblis, warisan berharga yang ia pelajari dengan penuh ketekunan.Rong Tian membalik halaman demi halaman dengan cermat, matanya menelusuri setiap kata dan simbol yang tertulis di sana.Tanpa bimbingan seorang guru, ia harus mempelajari setiap langkah dalam kultivasi iblis ini dengan hati-hati dan penuh kewaspadaan.“Kultivasi iblis adalah jalan tercepat menuju keabadian,” bisiknya dalam hati, mengingat peringatan yang telah ia baca berulang kali. Namun, teknik ini memanfaatkan energi spiritual yang jahat, menyebabkan banyak ahli kehilangan akal sehat atau binasa sebelum mencapai puncak.Pikirannya tertuju pada Amulet
“Tidak ada siapa-siapa. Kita sudah berada di sini selama waktu satu bakar hio. Mana mayat hidup yang kamu bilang?” Ekspresi Penatua Duan Meng tampak suram, wajahnya dingin seperti batu giok.Dengan bibir mencibir, matanya menyipit tajam menatap Mo Zhengsheng dengan tatapan penuh ketidaksukaan, membuat hati Mo Zhengsheng langsung jatuh ke tanah.Murid-murid Sekte Tao Langit Murni yang berdiri di belakangnya pun ikut melontarkan pandangan sinis. Udara malam di Gurun Hadarac yang menusuk tulang membuat semua merasa tak nyaman.Alangkah baiknya jika bisa memilih untuk berbaring di balik selimut tebal, menikmati kehangatan setelah seharian berlatih keras di dalam sekte.Namun, kini mereka terpaksa berdiri di tengah gurun yang gelap, menunggu sesuatu yang mungkin hanya rekaan Mo Zhengsheng, sehingga banyak yang meliriknya penuh cibiran.“Ya benar. Hampir satu jam kita di sini, tapi tak ada satu pun mayat hidup yang muncul. Apakah kamu benar-benar mengalami kejadian itu? Atau ini hanya akal-
Tian Guan Zong tidak kalah cepat. Tangannya bergerak dalam pola yang berbeda, menciptakan gelombang qi putih kebiruan dengan semburat hijau yang membentuk sembilan bintang bercahaya di sekitarnya."Formasi Bintang Utara," balasnya dengan suara dalam yang bergema.Kedua serangan melesat ke arah Rong Tian dari dua arah berbeda, menciptakan pemandangan spektakuler berupa gelombang energi merah keunguan dan putih kebiruan yang menyatu dalam pusaran mematikan.Udara bergetar hebat oleh kekuatan dahsyat yang dilepaskan, menciptakan angin kencang yang membuat jubah dan rambut para penonton berkibar liar.Namun Rong Tian tetap berdiri tenang di tempatnya, seolah tidak melihat bahaya yang mendekat. Saat kedua serangan hampir mencapainya, ia akhirnya bergerak.Dengan gerakan yang hampir tidak terlihat oleh mata biasa, ia mengaktifkan Jaring Kegelapan, salah satu jurus iblis tingkat tinggi yang ia kuasai."Jaring Kegelapan," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar.Seketika, energi qi hitam pe
Aula Bunga Peony yang megah kini menjadi saksi bisu pertarungan kekuasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia persilatan.Udara terasa berat oleh sisa-sisa energi qi yang saling bertabrakan, menciptakan lapisan tipis kabut spiritual yang berpendar dalam berbagai warna.Lantai marmer yang semula putih bersih kini dipenuhi retakan dan kawah kecil, bukti nyata dari pertarungan dahsyat antara Nyonya Huang Wenling dan Tian Guan Zong.Para tamu undangan berdiri mematung di pinggir aula, wajah mereka pucat oleh ketakutan dan kekaguman. Tidak ada yang berani bersuara, bahkan untuk berbisik.Semua mata tertuju pada tiga sosok yang berdiri di tengah aula: Nyonya Huang Wenling dengan Tablet Emas Langit Barat, Tian Guan Zong dengan Benih Rumput Emas, dan Rong Tian yang baru saja bangkit dari kursi kehormatannya.Nyonya Huang Wenling adalah yang pertama memecah keheningan. Dengan gerakan anggun yang diperhitungkan, ia melangkah mendekati Rong Tian. Gaun hitamnya yang mewah ber
Namun, Tian Guan Zong tidak bergerak hingga detik terakhir.Dengan gerakan cepat yang hampir tidak terlihat, ia mengangkat telapak tangannya, menciptakan perisai qi putih kebiruan berbentuk bintang delapan sudut."Perisai Bintang Utara," ucapnya tenang.Bunga peony bertabrakan dengan perisai bintang, menciptakan ledakan energi kedua yang lebih kuat dari sebelumnya. Lantai marmer di bawah kaki mereka retak lebih dalam, serpihan-serpihan kecil melayang ke udara sebelum jatuh kembali seperti hujan kristal.Tanpa jeda, Tian Guan Zong melancarkan serangan balasan. Ia mencabut pedangnya dengan gerakan cepat, menciptakan suara berdenting yang tajam membelah udara. Pedang panjang berwarna biru langit itu berkilau tertimpa cahaya, memancarkan aura suci yang membuat beberapa kultivator iblis mundur dengan tidak nyaman."Pedang Pemurnian Langit," serunya, mengayunkan pedang dalam gerakan melintang.Sebuah gelombang qi putih kebiruan melesat dari ujung pedangnya, membentuk bulan sabit raksasa yan
Sosok tinggi besar melangkah masuk dengan langkah mantap yang membuat lantai marmer bergetar.Ia mengenakan jubah putih bersih dengan bordiran awan biru yang rumit, kontras dengan rambutnya yang putih seperti salju namun wajahnya yang tampak tidak lebih dari empat puluh tahun.Matanya yang tajam seperti elang memancarkan aura kewibawaan yang tidak bisa dibantah, sementara tangannya yang besar menggenggam sebuah pedang panjang dalam sarung berwarna biru langit."Tian Guan Zong!" bisik beberapa orang dengan suara terkesiap."Pemimpin Sekte Cahaya Surgawi dari Gunung Lima Awan!""Kultivator legendaris dari Utara!"Bisikan-bisikan kagum dan ketakutan memenuhi aula saat sosok legendaris itu melangkah maju dengan tenang.Di belakangnya, belasan murid Sekte Cahaya Surgawi berpakaian biru langit mengikuti dengan sikap hormat, membentuk formasi yang rapi dan teratur.Wajah Nyonya Huang mengeras, senyum percaya dirinya lenyap digantikan ekspresi waspada. Tangannya yang tadinya terulur untuk men
Kesunyian yang mencekam menyelimuti Aula Bunga Peony setelah pertarungan spektakuler antara Nyonya Huang Wenling dan Guru Negara Long Jian.Udara terasa berat oleh sisa-sisa energi qi yang bertabrakan, menciptakan lapisan tipis kabut spiritual yang berpendar kemerahan di bawah cahaya lentera kristal.Guru Negara Long Jian telah dibawa keluar oleh murid-muridnya, meninggalkan bekas darah yang mengering di lantai marmer putih sebagai pengingat akan kekuatan luar biasa sang pemimpin Sekte Hehuan.Nyonya Huang Wenling berdiri di tengah panggung dengan postur sempurna, gaun hitamnya yang mewah tidak menunjukkan sedikit pun kusut meski baru saja menyelesaikan pertarungan.Wajahnya yang cantik dihiasi senyum tipis penuh kepuasan, matanya yang tajam menyapu seluruh ruangan dengan tatapan seorang penguasa yang yakin akan kekuasaannya.Seperti air sungai yang mengalir setelah bendungan terbuka, bisikan-bisikan mulai memenuhi aula. Para anggota sekte iblis tidak bisa menyembunyikan kegembiraan m
Dengan satu gerakan anggun, kedua tangannya terangkat ke atas. Sembilan bunga peony yang melayang di sekitarnya tiba-tiba bergabung, membentuk satu bunga raksasa yang ukurannya sebanding dengan pedang qi Long Jian.Bunga itu berputar dengan kecepatan luar biasa, menciptakan pusaran energi yang menarik debu dan partikel cahaya ke dalamnya."Peony Abadi: Pengurai Surga dan Bumi," bisiknya, namun suaranya terdengar jelas di seluruh aula yang kini sunyi senyap.Bunga peony raksasa itu melesat ke atas, langsung menuju pedang qi Long Jian. Udara di sekitarnya bergetar hebat, menciptakan gelombang suara yang membuat telinga berdenging.Cahaya merah keunguan dan biru keperakan bertabrakan di udara, menciptakan ledakan energi yang membutakan untuk sesaat.Saat semua orang bisa melihat kembali, pemandangan yang menyambut mereka membuat napas tercekat. Pedang qi Long Jian telah hancur berkeping-keping, serpihan-serpihannya melayang di udara seperti kristal es yang perlahan jatuh ke lantai.Semen
"Tablet itu mungkin asli," ucapnya dengan suara keras dan jelas, "tapi itu tidak membuatmu layak menjadi Pimpinan Dunia Persilatan, Nyonya Huang."Nyonya Huang menaikkan alisnya sedikit, senyum dingin masih tersungging di bibirnya. "Oh? Dan apa yang membuatmu berpikir demikian, Guru Negara Long Jian?""Sekte Hehuan adalah aliran iblis yang mempraktikkan kultivasi ganda, mengorbankan jiwa orang lain untuk kekuatan sendiri," balas Long Jian, suaranya penuh kebencian. "Praktik-praktik terlarang seperti itu tidak layak memimpin dunia persilatan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan."Bisikan-bisikan kembali memenuhi aula, kali ini lebih keras dan penuh emosi. Para anggota sekte ortodoks mengangguk setuju, sementara sekte iblis menatap dengan kebencian."Kebenaran dan keadilan?" Nyonya Huang tertawa kecil, suaranya dingin seperti es."Atau kemunafikan dan penindasan? Aliran ortodoks selalu mengklaim kebenaran, padahal praktik-praktik kalian tidak kalah kejamnya, hanya dibungkus den
Keheningan yang mencekam menyelimuti Aula Bunga Peony setelah insiden dengan Tetua Feng Yuxian. Udara terasa berat, dipenuhi oleh aura qi yang saling bertabrakan dari puluhan kultivator tingkat tinggi yang hadir.Cahaya dari lentera kristal yang berpendar kemerahan menyinari wajah-wajah tegang para tamu, menciptakan bayangan yang seolah bergerak dengan kehidupannya sendiri di dinding-dinding berukir naga dan phoenix.Rong Tian duduk dengan tenang di kursi kehormatannya, aura qi hitam pekat yang tadinya menguar dari tubuhnya kini telah meredup, meski masih terasa oleh kultivator sensitif di sekitarnya. Matanya yang tajam mengamati seluruh ruangan dengan seksama, menilai setiap gerakan dan ekspresi para tamu yang hadir.Bisikan-bisikan mulai terdengar, mula-mula pelan dan ragu-ragu, kemudian semakin berani dan keras.Para murid dan tetua dari berbagai sekte saling berbagi spekulasi dan kekhawatiran, menciptakan dengungan samar yang memenuhi aula megah tersebut."Kau lihat itu? Tuan Muda
Kata-kata ini bagaikan minyak yang disiramkan ke api yang sudah membara. Tetua Feng mengangkat tangannya, energi qi putih kebiruan berkumpul di telapak tangannya yang keriput."Anak kurang ajar! Biar kuajari kau sopan santun!"Sebelum siapapun sempat bereaksi, Tetua Feng melancarkan serangan. Telapak tangannya mendorong udara kosong, menciptakan gelombang qi putih kebiruan yang melesat ke arah Rong Tian dengan kecepatan luar biasa.Para tamu berteriak kaget, beberapa bahkan melompat dari kursi mereka untuk menghindari serangan nyasar.Namun Rong Tian tetap duduk dengan tenang, seolah tidak melihat bahaya yang mendekat.Saat gelombang qi hampir mencapai wajahnya, Rong Tian akhirnya bergerak. Bibirnya bergerak tanpa suara, mengucapkan mantra kuno yang hampir terlupakan.Dalam sekejap, udara di sekitarnya bergetar aneh, seolah realitas itu sendiri terdistorsi."Tangan Iblis Penjerat," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar.Seketika, dari lantai di bawah kaki Tetua Feng, muncul sebuah