Gurun Hadarac dilanda kesunyian yang pekat setelah kejadian beberapa saat yang lalu.
Sosok yang mirip manusia, namun memiliki ciri-ciri kelelawar, melemparkan sebuah jimat ke udara. Dalam sekejap, ledakan dahsyat mengguncang wilayah itu, memecah kesunyian malam.
Tiba-tiba, dua makhluk iblis bersayap muncul dari balik debu yang beterbangan.
Mereka adalah dua burung rajawali hitam raksasa, tubuhnya kekar dengan sayap yang membentang lebar, menebarkan aura kegelapan yang menggetarkan.
“Bawa pergi semua barang jarahan itu,” perintah sosok itu dengan suara serak, menunjuk ke arah gerobak yang dipenuhi muatan berharga milik Ekspedisi Phoenix Merah.
WUSSH!
Dua rajawali hitam itu menancapkan cakar-cakar tajam mereka ke atap gerobak, lalu dengan kekuatan yang luar biasa, mereka mengangkatnya ke udara. Rajawali beserta dua gerobak itu terbang menjauh, meninggalkan jejak debu dan keheningan yang semakin dalam.
Sosok manusia kelelawar itu mendengus dingin, matanya yang merah menyala memandang ke sekeliling.
Tak ada lagi yang tersisa di sana, hanya pasir yang berterbangan dan desiran angin malam yang menusuk tulang. Dengan gerakan yang sangat mengesankan, ia melompat ke udara. WUUSH!
Sayap kelelawarnya yang lebar dan berotot langsung mengembang, mendominasi langit malam. Tubuhnya melesat cepat, menembus awan-awan gelap, menuju jantung Gurun Hadarac yang misterius.
Beberapa saat kemudian, sosok manusia kelelawar itu menukik tajam ke dalam Jurang Abyss of Suffering, jurang yang dikenal sebagai pintu menuju neraka keputusasaan.
Tubuhnya lenyap di kedalaman jurang itu, tak meninggalkan jejak apa pun selain gema kepakan sayap yang perlahan menghilang.
>>>
Saat mendarat dengan mulus di depan pintu gua, Rong Tian, yang kini menanggalkan topeng giok hitamnya, berdiri dengan ekspresi puas. Namun, di matanya ada kilatan api ambisi yang tak terpadamkan.
“Aku tak menyangka. Hanya dua tahun pelatihan, dan aku sudah mampu menghabisi si muka codet, sosok yang paling kejam yang pernah mendera aku di malam terkutuk itu!” ujarnya dengan suara rendah.
Wajahnya mengeras seiring kenangan pahit yang muncul kembali.
Ia melangkah masuk ke dalam gua yang sederhana, hampir tak layak disebut hunian.
Dinding-dinding gua yang kasar dan peralatan seadanya menggambarkan kehidupan keprihatinan yang ia jalani dalam dua tahun terakhir.
“Tapi kekuatanku masih jauh dari memuaskan,” gumam Rong Tian, matanya menyipit penuh ketidakpuasan.
“Aku masih bisa dijerat oleh jaring spiritual yang mengandung sihir itu. Seharusnya, jika aku benar-benar kuat, mantra sekuat dan setebal apapun tidak akan mampu menghentikanku seperti malam itu!”
Ia menuang air dari teko tanah liat ke dalam mangkuk, lalu meminumnya dengan tenang.
Peralatan rumah tangga sederhana ini ia dapatkan dari sisa-sisa barang berharga di pekuburan kuno, di kaki bukit berbatu cadas yang tandus, tempat tinggalnya.
Setelah merenung sejenak, Rong Tian memutuskan.
“Sebaiknya aku berkultivasi lebih rajin lagi. Enam bulan ke depan, aku harus keluar dari persembunyian ini,” batinnya. “Bagaimanapun juga, aku harus melihat keadaan ayahku di Kota Biramaki!” Hatinya membulat, ia lalu berjalan keluar gua, dengan langkah percaya diri.
Ketika sosok Rong Tian melayang dari ketinggian gua, bayangan ayahnya tak bisa ia lupakan. Kenangan tentang sang ayah, yang tentu menderita atas kepergiannya dari kediaman Wakil Menteri Zhao Ming, terus menghantui pikirannya.
“Barangkali ayah mengiraku sudah mati!” pikirnya sambil berjalan menuju pekuburan kuno.
“Biar bagaimanapun, ada sesuatu yang ganjil! Aku merasa ini konspirasi orang-orang di kediaman wakil menteri, untuk menyingkirkanku!” bisiknya sambil mengepalkan tinju.
Pada saat Rong Tian tiba di pekuburan kuno di dasar The Abyss, fokusnya kembali tajam.
Ia melupakan masalah pribadi, lalu duduk bersila dalam posisi lotus. Ia duduk di atas satu kuburan rusak, yang terlihat sangat tua, dan kuno.
Namun ada aura berbahaya, dan sangat menakutkan keluar dari tempat itu. Namun justru kuburan mengerikan ini memiliki energi jahat yang paling kental.
Wajah Rong Tian tersenyum tipis. “Pemilik kuburan ini pasti sosok yang tak terkalahkan di masa lalu. Ketika dia sudah mati saja, sisa-sisa rohnya masih memberikan banyak energi. Meski energi jahat penuh kebencian!”
“Tapi ini adalah energi yang aku perlukan, sebagai kultivator iblis!”
Rong Tian lalu menutup matanya, menghirup dalam-dalam semua energi di sana. Udara di sekitarnya dipenuhi energi orang mati, energi kebencian, dan kemarahan yang tak tersalurkan. Wajah Rong Tian langsung memucat.
Pada saat itu semua energi-energi jahat itu dengan rakus masuk melalui hidungnya, lalu ke paru-paru, diolah di bagian belakang kepalanya, dan disalurkan ke seluruh meridiannya.
Tak lama kemudian wajahnya memerah lagi, tanda dia menguasai semua energi jahat yang awalnya berniat mengambil tubuhnya.
“Ingin menguasai tubuh Kultivator iblis, pewaris Raja Kelelawar? Kalian terlalu naif!” bisik Rong Tian. Tak lama kemudian, setelah menaklukkan energi-energi jahat itu, dia mengolahnya di bagian internal, lalu mengubahnya menjadi kekuatan murni yang mengalir dalam tubuhnya.
Sampai pagi hari, Rong Tian baru membuka mata. “Hari ini aku masih bisa hidup, tidak gila dikuasai semua roh jahat itu,” batin Rong Tian dalam gerakan berdiri.
Ketika berjalan menuju ke kaki bukit cadas, ia meremas kalung dengan bandul berukir kelelawar, diam-diam bersyukur.
“Beruntung ada benda kuno dan aneh ini. Semua energi jahat itu berhasil aku taklukkan. Jika mengandalkan kekuatan sendiri, mungkin sejak awal aku sudah gila!”
Sementara itu, di Kota Biramaki, terjadi kehebohan.
Pemimpin Ekspedisi Phoenix Merah menghadap ke Sekte Tao – Sekte Langit Murni. Pemimpin Mao membunyikan lonceng di depan kuil, sambil bersujud berulang kali. Ia berteriak dan menangis meraung-raung.
Tidak berapa lama, orang-orang di Kota Biramaki berkumpul, ingin menyaksikan kejadian yang sudah membuat heboh di pagi-pagi benar itu.
Bersambung
Putih. Segala sesuatu berwarna putih menyilaukan yang membuat mata perih ketika pertama kali terbuka. Tidak ada suara, tidak ada wangi, tidak ada rasa apa pun kecuali kekosongan yang menyeluruh. Seperti berada di dalam pangkuan alam semesta sebelum segala sesuatu tercipta. Perlahan, mata yang tadinya tidak bisa melihat apa-apa mulai menyesuaikan diri dengan cahaya putih yang lembut. Bentuk-bentuk samar mulai muncul dari keputihan itu, berubah menjadi kontur yang familiar namun berbeda dari yang terakhir kali dilihat. Rong Tian terbangun dengan napas terengah-engah, dadanya naik turun cepat seolah baru saja berlari jarak jauh. Matanya berkedip beberapa kali, berusaha memfokuskan pandangan pada lingkungan di sekitarnya. Yang pertama ia rasakan adalah udara yang bersih dan segar, sangat berbeda dari bau darah dan kematian yang menjadi hal terakhir yang ia ingat. Ia duduk perlahan, merasakan tanah yang lembut di bawahnya. Bukan tanah kering yang dipenuhi tulang, tetapi rumput hijau ya
Angin malam berdesir dengan suara yang menyayat jiwa di Padang Jiwa Terkoyak yang kini sunyi seperti kuburan raksasa. Bulan sabit menggantung tipis di langit kelam, cahayanya redup seolah enggan menyinari tragedi yang telah terjadi.Udara dipenuhi dengan bau darah yang mengering, tercampur dengan wangi bunga kematian yang tumbuh di antara tulang-tulang berserakan.Langkah kaki tua dan berat bergema perlahan di antara mayat-mayat yang bergelimpangan.Imam Zhang Wuji berjalan dengan jubah Tao putihnya yang ternoda debu dan darah, matanya yang bijaksana kini dipenuhi kesedihan mendalam. Setiap langkahnya meninggalkan jejak cahaya putih samar, qi spiritual yang murni berusaha memurnikan tanah yang telah dikotori oleh begitu banyak kematian.Di tengah kawah yang dalam, sosok yang pernah dikenalnya sebagai murid yang penuh potensi kini berdiri membeku dalam keheningan abadi.Rong Tian masih dalam posisi tegak, seolah bahkan dalam kematian ia tidak mau menyerah kepada nasib. Jubah hitam yang
Sementara itu, di langit di atas Kota Heifeng, Tian Yuxiao berdiri di atas phoenix putihnya sambil mengamati kehancuran di bawah. Ia bersiap mengumumkan kemenangan final aliran putih ketika tiba-tiba langit mulai berubah aneh.Awan-awan tebal berwarna hitam keunguan mulai berkumpul dengan cepat, berputar membentuk pusaran raksasa yang menakutkan.Angin bertiup kencang dari segala arah, membawa serta bau belerang dan sesuatu yang membusuk."Apa yang terjadi?" gumam Tian Yuxiao sambil menatap ke atas dengan wajah khawatir.Tiba-tiba langit seolah terkoyak seperti kain yang disobek. Dari retakan itu muncul cahaya perak yang menyilaukan, diikuti oleh sosok yang turun perlahan dari ketinggian.Sosok itu mengenakan jubah perak yang berkilau seperti logam cair, wajahnya tersembunyi di balik kabut putih yang berputar-putar.Ketika sosok berjubah perak itu mendarat di udara lima puluh meter di atas kota, tawa mengerikan bergema ke seluruh Kota Heifeng. Suara tawa itu dingin dan mengejek, membu
Ketika debu mulai mengendap, sosok Rong Tian terlihat terbaring tidak bergerak di tengah kawah. Jubah hitamnya compang-camping, topeng giok di wajahnya retak di beberapa bagian, namun seruling iblis masih tergenggam erat di tangan kanannya.Mata keemasannya yang biasanya berkilat kini redup dan kosong."Tuan Muda!" teriak Mo Qianmian dari Sekte Baibian Men sambil berlari mendekat. "Tidak mungkin... Tuan Muda tidak mungkin..."Hun Tunshi yang masih terluka parah merangkak dengan susah payah menuju kawah. "Raja... Kelelawar Hitam... tidak boleh... mati..."Xu Ying Ming dari Sekte Teratai Bulan Perak jatuh berlutut sambil memukul tanah dengan tangan yang gemetar."Tanpa Tuan Muda, kami semua akan musnah!"++++Kematian Rong Tian menciptakan gelombang keputusasaan yang menghancurkan moral seluruh pasukan aliran iblis. Mereka yang tadinya berjuang dengan semangat membara kini berdiri terpaku, menatap sosok pemimpin mereka yang terbaring kaku di tengah kawah dengan mata kosong yang menatap
Langit di atas Benua Qitu Dalu berubah menjadi kanvas kiamat ketika dua sosok legendaris meluncur menembus awan dengan kecepatan yang mencabik udara.Rong Tian, dalam wujud Raja Kelelawar Hitam, terbang dengan naga es Azure yang sudah terluka parah, sementara Tian Yuxiao dari Sekte Tianjian Ge mengejarnya dengan phoenix putih yang sayapnya berkilau seperti pedang cahaya.Pertarungan dimulai di atas Padang Jiwa Terkoyak, namun kini telah menyeret mereka melintasi seluruh benua.Dari utara yang bersalju hingga selatan yang tropis, dari gurun pasir barat hingga pegunungan timur, jejak kehancuran mereka tercipta di langit seperti luka terbuka yang mengeluarkan darah merah pekat."Daxia tidak akan bisa melarikan diri!" teriak Tian Yuxiao sambil mengayunkan pedang cahaya sucinya. "Pedang Cahaya Surgawi, Kilat Pemurnian Jiwa!"Puluhan kilatan cahaya putih kebiruan meluncur dari pedangnya, memotong udara dengan suara mendesis seperti ular raksasa. Setiap kilatan meninggalkan jejak panas yang
Padang Jiwa Terkoyak kini benar-benar menjadi tempat yang sesuai namanya. Ribuan mayat bergelimpangan di mana-mana, baik dari kultivator hidup maupun jiangshi yang akhirnya hancur.Bau darah dan mayat yang membusuk memenuhi udara, bercampur dengan asap dari berbagai ledakan qi yang masih mengepul.Di berbagai sudut medan perang, para pemimpin sekte dari kedua aliran terlibat dalam duel mematikan yang menentukan nasib perang ini. Satu per satu, tokoh-tokoh penting mulai berjatuhan.Luo Qing Xian dari Sekte Kabut Jade Abadi tergeletak tidak bernyawa setelah duel dengan Bai Yuanfeng dari Sekte Shennong Gu.Wanita berambut hijau kebiruan itu tewas setelah racun buatannya sendiri berbalik menyerangnya, sementara Bai Yuanfeng terbaring sekarat dengan meridian yang hancur akibat terkena Kabut Jade Mematikan.Xu Ying Ming dari Sekte Teratai Bulan Perak berhasil mengalahkan Qin Hua, wakil pemimpin Sekte Shennong Gu, namun ia sendiri terluka parah. Darah perak mengalir dari luka di dadanya, sem