Bab 213. KEMATIAN AKI SALAKA Sosoknya sudah berpindah tempat di belakang Aki Salaka yang berusaha menjauh dari pertempuran dua makhluk berbeda dimensi ini. Bola api itu seperti mempunyai radar, kemanapun Jaka Kelud menghindar, maka bola api itu terus mengejarnya. Kali yang ketakutan dengan bola api ini adalah Aki Salaka, mana mungkin dia tidak ketakutan, karena Jaka Kelud bersembunyi di belakang tubuhnya. Maka secara otomatis, maka bola api mengejar kearahnya. Jaka Kelud sepertinya memang sengaja menghindar dengan cara mengelilingi tubuh Aki Salaka. Dia sedang mempunyai rencana jitu untuk mengalahkan Aki salaka, tanpa dia turun tangan sendiri. “Arghh….”Tiba-tiba saja terdengar jeritan melengking, ketika bola api itu menghantam tubuh Aki Salaka. Sebenarnya bola api itu tertuju pada tubuh Jaka Kelud, akan tetapi pada suatu kesempatan dia sengaja berdiri di depan Aki Salaka. Dan, ketika kedua bola api itu meluncur dengan cepat kearahny
Bab 212. RAJA SILUMAN BUTO IRENG “Kita memang tidak saling kenal, tapi kamu sudah berusaha membunuh orang yang salah. Apa kamu tahu, untuk apa saya datang kemari? Dan bagaimana saya bisa datang kesini?” dengus Jaka Kelud sambil menatap Aki Salaka yang sedang mengatur nafasnya yang memburu setelah tadi berusaha membunuhnya. “Sebenarnya saya tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan, akan tetapi karena kamu sudah berbuat salah kepada orang yang saya kenal. Maka kamu juga harus merasakan apa itu hukum karma.” “Ha ha ha ha ha… anak muda kalau ngomong itu yang jelas. Kamu jangan asal tuduh, lihatlah saya itu tidak melakukan apapun seperti yang kamu tuduhkan. Aki Salaka masih berusaha mengelak dari tuduhan Jaka Kelud, bibirnya kemudian terlihat mulai berkomat-kamit membaca mantra, kemudian…. Wusss…Sebuah asap hitam langsung muncul di belakang Aki Salaka, asap hitam itu perlahan berubah bentuk menjadi sosok berburu dengan tinggi empat meter, bahkan saking tinggin
Bab 211. SERANGAN KERIS PUSAKA Mulut Aki Salaka langsung mengatup ketika mendengar pertanyaan Jaka Kelud yang terus terang tanpa tedeng aling-aling lagi, menuduhnya sebagai orang yang mengirimi santet ke tubuh Rustam Buwono. “Apa yang kamu katakan bocah? Kalau bicara itu coba diatur, jangan asal ngomong dan menuduh orang,” ucap Aki Salaka sambil menatap tajam kearah Jaka Kelud. Meskipun suaranya terdengar seperti membantah perkataan Jaka Kelud. Akan tetapi Jaka Kelud bisa membaca getaran terkejut dari nada suaranya, meskipun hanya sedikit saja, karena Aki Salaka sangat pandai menyembunyikan perubahan emosinya. “Ha ha ha ha… kamu tidak perlu menyembunyikan kebusukanmu. Lihatlah apa yang ada didalam ruangan ini? Bukankah semua ini adalah alat untuk melakukan ritual pemanggilan iblis?” Perkataan Jaka tentu saja adalah benar, karena dia sudah menyebarkan pandanganya ke seluruh ruangan. Di seluruh ruangan yang gelap dan dipenuhi dengan aroma asap
Bab 210. BERTEMU AKI SALAKA Firasat buruk seketika menghantui pikirannya, ketika mendengar suara pintu utama dibuka. Akan tetapi pikiran buruk itu segera di tepis dan mengira kalau yang membuka pintu adalah cantriknya atau Surono pelayan yang bekerja di rumahnya. Pada saat Aki salaka akan melanjutkan ritualnya untuk melihat kondisi Rustam Buwono melalui pusaka Kaca Belanga. Tiba-tiba saja pintu ruang kerjanya terbuka, mata Aki Salaka menatap tajam kearah pintu dan matanya langsung memicing untuk mempertajam penglihatannya, untuk melihat siapa yang memasuki ruang kerjanya. Sementara itu sebelum sesosok tubuh memasuki ruang kerja Aki Salaka, Jaka Kelud yang memasuki rumah Aki Salaka memandang seisi rumah. Suasana rumah ini sama persis dengan rumah-rumah di lereng gunung Kelud tempat dia tinggal bersama keluarganya. Di ruang tamu ada furniture yang terbuat dari kayu jati dan beberapa kursi sederhana yang ditata berjajar yang bisa menampung
Bab 209. BELIS MARAKAYANGAN “Kurang ajar, dasar Belis kurang kerjaan. Kalau kamu tidak sanggup mengambil nyawa tumbal itu sebaiknya kamu pergi saja, alih-alih mendatangiku, dasar Belis lemah,” gerutu Aki Salaka yang tidak mau mengikuti permintaan Belis Marakayangan ini. Belis Marakayangan yang ingin memasuki tubuh Aki Salaka sangat marah mendengar perkataannya, apalagi dia juga kesulitan untuk merasuki tubuh Aki Salaka untuk diambil nyawanya. Kekuatan mantra perlindungan Aki Salaka yang cukup kuat, membuat Belis Marakayangan itu kesulitan untuk merasuki tubuhnya. Sambil terus membaca mantra perlindungan, Otak Aki Salaka berpikir keras. Karena dia tidak mungkin membiarkan Belis piaraannya ini malah menjadikannya tumbal. “Ha ha ha ha… kulitmu sepertinya cukup alot Aki Salaka. Tapi jika saya tidak bisa mengambil jiwamu, maka keluargamu juga boleh. Bukankah kamu punya anak dan cucu di kota? Ha ha ha ha….” Belis Marakayangan tampaknya tidak kekurang
Bab 208. MENDATANGI AKI SALAKA Ucap Jaka Kelud dengan tatapan teduh kearah wanita paruh baya di depannya. “Alhamdulillah, Ya Alloh terimakasih Engkau telah mengabulkan doa-doa hamba Mu ini.” Airmata kebahagiaan mengalir dari sepasang matanya yang menghitam karena kurang tidur dan kantung mata yang menggelembung di kelopak matanya, karena sering menangis. “Terus nak Jaka mau kemana? Apakah nak Jaka akan menemani tante disini?” “Maaf tante, saya ada urusan sebentar. Maaf saya pamit terlebih dahulu,” sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada, Jaka Kelud berpamitan kepada Melati Sugiri. “Baiklah, tante hanya bisa mengucapkan terimakasih atas perhatian nak Jaka Kepada kami.” Jaka Kelud segera berjalan meninggalkan ruang ICU, meninggalkan Melati Sugiri yang sudah bisa bernafas lega, setelah mendengar informasi dari Jaka Kelud. Jaka Kelud tidak pergi ke mobilnya setelah meninggalkan ruang ICU, alih-alih langsung pulang kerumah, dia malah me
Bab 207. KEMARAHAN AKI SALAKA Aki Salaka sangat geram, ketika ilmu santet yang ditujukan ke tubuh Rustam Buwono mendapat perlawanan. Segera saja Aki Salaka mengaktifkan pusaka Kaca Benggala untuk melihat orang yang sudah berani melawan dirinya. Perlahan dari dalam air yang ada di pusaka Kaca Benggala terlihat mulai ber riak dan mengeluarkan gelembung-gelembung seakan air di dalam pusaka Kaca Benggala itu sedang mendidih. Mulut Aki Salaka meracau membaca mantra yang tidak bisa didengar dengan jelas sambil menggerakkan kedua tangannya di atas pusaka Kaca Benggala. Perlahan dari air yang ada di dalam pusaka Kaca Benggala mulai mengeluarkan asap, akan tetapi asap yang keluar adalah asap hitam yang sangat pekat. Kejadian ini tentu saja mengejutkan Aki Salaka, karena dalam sejarahnya pemakaian pusaka Kaca Benggala, dia belum pernah menghadapi fenomena se aneh ini. Fenomena, dimana dari dalam pusaka Kaca Benggala mengeluarkan asap hitam, apalagi as
Bab 206. MELAWAN SANTET “Apa? Apa yang kamu katakan? Kalau mau membantah perintah saya itu jangan membuat alasan yang tidak masuk akal. Awas kalian, saya akan memberi Surat Peringatan kepada kalian bertiga yang menolak menjalankan tugas dari saya,” ancam dokter Sasongko kepada ketiga tim medis yang bersamanya. Setelah memberi ancaman kepada tim medisnya, dokter Sasongko berniat untuk memeriksa sendiri tubuh Rustam Buwono untuk mencari sumber asap. Akan tetapi seperti halnya apa yang terjadi kepada ketiga tim medisnya, kaki dokter Sasongko seperti dilem atau di pakai kepada lantai di bawahnya. “Aduh, kenapa kakiku tidak bisa digerakkan? Apa sebenarnya yang sedang terjadi?” gumam dokter Sasongko dalam hatinya. Sementara itu ketiga tim medis tampak menahan senyum melihat kondisi dokter Sasongko mengalami kejadian seperti yang mereka alami. Sementara itu Jaka Kelud yang sedang melakukan pengobatan pada tubuh Rustam Buwono, tampak memandang
Bab 205. PENDEKAR ATAU PARANORMAL Perawat itu segera melihat telapak tangannya yang tadi digunakan untuk menyentuh lengan Jaka Kelud. Mata perawat itu membelalak lebar, ketika melihat seluruh bagian telapak tangannya melepuh seakan baru saja menyentuh bara api. “Awww… panas… panas… panas…” Dengan panik perawat itu segera berlari untuk mendapatkan pertolongan pertama, meninggalkan Jaka kelud yang sedang berseteru dengan dokter Sasongko. Semua orang juga melihat apa yang terjadi pada perawat yang sebelumnya sangat arogan dan akan menarik tangan Jaka Kelud. Mata mereka membelalak lebar, begitu melihat telapak tangan perawat itu yang berwarna kemerahan dengan kulitnya yang melepuh sangat mengerikan. Sementara itu Jaka Kelud masih berdiri diam sambil memandangi tubuh Rustam Buwono. Tiba-tiba saja kedua tangannya melakukan gerakan menyapu di atas tubuh Rustam Buwono, seperti sedang membersihkan debu atau sesuatu yang mengotori tubuhnya. Ap