Share

Bab 3. Pertarungan dengan Penjaga Hutan.

Sekar Pandan menggeliat bangun. Kedua tangannya merentang ke samping. Nalurinya yang tajam terlatih semenjak kecil mengatakan adanya bahaya mengancam. Kedua mata bening yang dihiasi bulu lentik melebar saat bertemu pandang dengan mata ganas yang ada di depannya. Sekar Pandan mengucek kedua matanya dengan tidak percaya. Mungkin pengaruh baru bangun tidur lah yang menyebabkan matanya melihat sesuatu yang salah.

Seekor ular besar di depannya. Ekornya meliuk-liuk panjang ke belakang.

Mana mungkin ada ular sebesar itu? Pikirannya mencoba menenangkan perasaannya yang khawatir.

Saat melihat ke arah yang sama kembali, pemandangan di depannya tidak berubah. Ular besar itu tetap ada di sana. Menatapnya tajam. Menunggunya dengan sabar untuk dimangsa.

Tangan dan kaki gadis itu mulai gemetar. Keringat dingin mulai bercucuran di kening licinnya. Wajahnya pucat bagai mayat.

"Ayah, tolong aku!" jerit Sekar Pandan dalam hati. Seketika dia membuang tubuhnya ke samping dengan cepat, karena ular besar itu menyerangnya dengan ganas. Moncong ganas itu mengenai angin. Merasa mangsanya dapat lolos, ular itu memutari pohon besar tempat Sekar Pandan tidur. Mulutnya terbuka lebar. Matanya merah karena marah. Dia terus meluncur deras mengejar tubuh sang gadis yang masih bergulingan di semak belukar.

Tubuh ular sebesar paha orang dewasa itu meliuk-liuk dan berkelok-kelok mengikuti ke mana saja Sekar Pandan berlari menyelamatkan diri.

Gerakan ular itu sangat cepat. Mata Sekar Pandan membelalak saat tahu ular itu berhasil mengejarnya.

Tubuh gadis itu melenting ke udara menghindar, saat mulut ular itu akan berhasil menerkamnya dari belakang. Namun tubuh ular besar itu lebih cepat bergerak memutari tubuhnya untuk membelit, saat dia hendak menginjakkan kakinya di tanah. Kekuatan ular itu memang terletak pada belitan. Setelah mangsa tidak berdaya dengan tulang remuk, maka dengan pelan dan puas ular itu akan menelannya.

Mulutnya memang kecil dan rasanya tidak mungkin bisa menelan benda yang lebih besar dari tubuhnya. Namun sesungguhnya dia mampu menelan seekor kijang dewasa.

Saat genting seperti itu, seseorang menyambar tubuhnya dari atas. Maka selamatlah dirinya dari belitan ular besar. Seseorang yang menolongnya itu membawanya berayun dengan tanaman menjalar menjauhi ular itu.

Sekar Pandan yang masih tegang menghadapi keganasan ular besar yang menatapnya dengan marah, karena lolos dari lilitannya, menatap wajah penolongnya dengan hati lega. Seorang pemuda lebih tua darinya nampak tenang membawanya berayun. Dengan gerakan ringan penolongnya membawanya turun.

"Kau sudah selamat, Nini."

Sekar Pandan masih menatapnya dengan tegang. Lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling hutan. Dia khawatir ular itu akan mengejar. Telapak tangannya masih terasa dingin. Baru kali ini dia melihat binatang yang membuatnya jijik sampai sebesar itu. Bulu kuduknya meremang setiap mengingat tatapan tajam binatang itu padanya.

Tatapan pemangsa pada calon mangsanya.

"Kau aman. Tenanglah." ujar si pemuda itu menenangkannya.

Sekar Pandan menggeleng. Telunjuknya menunjuk semak belukar di depan mereka yang bergerak. Pemuda itu mencabut pedangnya yang terselip di pinggangnya.

Sriing!

"Mundurlah, Nini. Biar aku yang menghadapinya." Pemuda itu berdiri gagah menanti datangnya ular besar yang mengejar mereka dengan pedang di tangannya. Benar saja. Dari semak belukar muncul kepala ular yang semakin lama semakin memperlihatkan tubuhnya. Semak belukar dan rumput ilalang yang ia lewati langsung rebah tertimpa tubuh besarnya. Ular itu nampaknya geram karena mangsanya berhasil meloloskan diri. Dia menjulurkan lehernya dengan mulut terbuka, memamerkan taringnya yang tajam. Lidahnya menjulur julur mengarah pada si pemuda.

Ssssshh! Ssssshhh! Ssssshh!

Ular besar terus mendesis. Mungkin saat ini dia sedang senang, sebab calon mangsanya tidak hanya satu, tapi bertambah satu lagi.

Ular itu pun langsung menyerang si pemuda dengan ganas. Pedang di tangannya menusuk dan membabat tubuh ular besar. Membuat ular besar semakin marah dan ganas. Kemana pun si pemuda berkelit dan bergerak, kesana lah moncong ular itu mengejar. Gerakannya licin dan cepat, membuat pemuda itu kewalahan juga menghadapinya.

Sekar Pandan yang berdiri agak jauh dari tempat pertarungan, berkali-kali harus menggigit bibir setiap pemuda itu dalam bahaya menghadapi serangan ular. Hingga apa yang dia khawatirkan pun terjadi. Ular itu berhasil membelit tubuh si pemuda dengan kuat.

Pemuda itu terus menggeliat, mencoba melepaskan diri dari belitan tubuh ular itu. Semakin kuat dia melawan, semakin kuat pula belitan tubuh ular itu mencengkeramnya.

Sementara pedang dalam genggamannya terus bergerak melawan kepala ular yang ingin membunuhnya.

Sekar Pandan tidak ingin pemuda yang telah menyelamatkan dirinya itu tewas sia-sia dengan tulang remuk dililit ular besar. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, gadis berkain hijau itu meloncat ke depan ular. Dikesampingkannya semua rasa jijik di benaknya. Dia menantang ular itu untuk mengejarnya. Usahanya berhasil. Ular itu terpengaruh. Dari mulutnya menyemburkan cairan putih berbau sangat amis.

Sekar Pandan berjumpalitan ke belakang untuk menghindari semburan ular besar itu. Cairan putih itu mengenai semak semak. Sekar Pandan terkesiap, semburan putih yang mengenai semak membuat tumbuhan itu layu seketika.

Racun ganas.

Sebagai anak angkat tokoh dunia persilatan yang ahli obat dan racun, Sekar Pandan dapat mengenali cairan putih yang disemburkan sang ular. Bahwa racun ular jenis langka ini dapat dipakai untuk membunuh tapi juga untuk melawan racun ganas dari jenis racun lain.

"Kau menyemburkan racun? Aku juga punya racun." Tangan gadis itu merogoh tas anyaman pandan yang menggantung di pinggangnya. Sekali kibas, bubuk berwarna hijau menyebar mengenai moncong ular itu. Ular besar itu menggeliat kesakitan. Hal itu justru membuat belitan pada tubuh si pemuda semakin kuat.

"Aakhh." Pemuda itu meraung kesakitan.

Merasa racunnya tidak mempan, tangan Sekar Pandan menarik gagang pedang dari punggungnya. Pedang Sulur Naga seketika memancarkan pamor putih kehijauan. Mata ular itu ketakutan. Dia nampak gelisah. Namun tetap tidak mengurangi kekuatan belitannya pada tubuh pemuda itu. Sementara sang pemuda mulai pucat dengan urat-urat leher menegang.

Tanpa membuang waktu, Sekar Pandan melompat ke arah ular besar. Dengan gerakan yang cepat luar biasa, kedua tangannya yang memegang gagang pedang Sulur Naga mengarah ke kepala ular itu.

Crass!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Suprayitno Suprayitno
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status