Share

Pewaris Sesungguhnya Itu....
Pewaris Sesungguhnya Itu....
Author: Desti Angraeni

Bab 1. Ansel Sang Pewaris

Kriet ....

Pintu kayu berderit nyaring saat Alea membuka daun pintu menuju kamarnya. Seorang bayi sedang terbaring di atas tempat tidur tipis dengan tangisan khasnya. “Sayang ... maaf ya Mama baru pulang.” Tubuh mungil bayi berusia tiga bulan masuk ke dalam dekapan lembutnya. Sejenak, gadis berusia dua puluh satu tahun ini celingak-celinguk ke persekitaran. Rumah kecilnya sangat senyap, tidak ada suara lain selain tangisan bayi. “Papa sudah pergi ya,” desahnya.

Botol susu segera diisi. Sejak melahirkan, Alea tidak menyusui sama sekali karena sesuatu yang membuatnya harus meninggalkan bayinya selama dua minggu, maka ASI yang tadinya sangat subur menghilang begitu saja. Seragam pabrik masih menemaninya hingga bayinya kembali terlelap.

Saat ini Alea barusaja menemukan catatan di atas nakas. ‘Sayang, mendadak aku harus menggantikan teman yang sedang sakit, dia tidak melanjutkan pekerjaannya sampai full jadi aku harus pergi pukul tiga sore ini. Maaf, mungkin Ocean akan menangis.’

Alea hanya mendesah pilu sekaligus pasrah karena keadaan membuat dirinya dan Ansel harus bekerja keras untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Hidup mereka serba kekurangan, bahkan ini adalah bulan pertama Alea akan menerima gaji sebagai buruh pabrik, sedangkan untuk bulan-bulan ke belakang dan semasa kehamilan, Alea hanya mengandalkan Ansel yang merupakan buruh serabutan. Baru saja dua bulan ini suaminya mendapatkan pekerjaan sebagai satpam yang setiap hari bertugas jaga malam hingga dini hari.

Catatan yang ditinggalkan Ansel disimpan ke tempat semula, kemudian Alea memandangi kalender usang pemberian pemilik rumah sewa. “Besok tanggal 1, semoga saja gajiku tidak telat. Aku selalu bekerja tepat waktu, absenku sangat bagus, pekerjaanku juga cukup gesit untuk ukuran karyawan baru.” Harapan selalu berderai bagaikan air matanya satu tahun lalu.

Tok tok tok

Ketukan halus daun pintu mengudara di luar sana hingga Alea segera membukakan pintu untuk tamunya. “Selamat sore, Bu ...,” sapa ramahnya pada Bu Rina-pemilik rumah sewa yang sudah dihuni olehnya dengan Ansel selama satu tahun ini.

“Maaf ya, kalau ibu mengganggu. Ibu hanya penasaran ... tadi Ocean menangis kencang, seperti tantrum, apa sekarang sudah baik-baik saja?” ramah dan lembut Rina. Namun, kalimat wanita yang sudah berusia setengah abad ini membuat Alea terpaku sendu selama beberapa saat.

“Apa sekencang itu Bu, Ocean menangis?”

“Iya ... sampai-sampai terdengar ke halaman rumah ibu, padahal kan terhalang oleh tiga rumah ....”

Saat ini Alea seakan kehilangan pasokan udara setelah mendengar kabar tentang bayinya, tetapi dia tidak memerlihatkan perasaan tidak nyaman itu. “Tadi Ansel sedang memasak Bu, jadi Ansel kewalahan menenangkan Ocean,” alasan yang dilontarkan Alea saat hatinya menanggung perih.

“Pantas saja ....” Rina merasa iba pada pasangan muda ini, “lain kali kalau memang kewalahan, titipkan saja Ocean pada ibu. Ibu tidak punya kegiatan apapun, anak-anak ibu sudah besar,” kekeh ramahnya. Sejak awal, wanita ini memang dikenal dengan kebaikan serta pengetiannya.

“Iya, Bu ... terimakasih ....” Senyuman dibentuk Alea, tetapi bukan berarti menjadikan tawaran Rina sebagai kesempatan untuk menitipkan buah hati mereka. Obrolan keduanya tidak lama, jadi kini Alea sudah kembali ke sisi bayinya, menatapnya dengan penuh penyesalan, “Sayang ... maaf ya, Mama belum bisa menjadi ibu yang baik buat kamu. Mama harus meninggalkan kamu dan membiarkan kamu sendirian di rumah.” Air mata tidak mampu dibendung, deraian itu sering sekali tumpah.

Hingga malam tiba, Alea tidak mendapatkan kabar apapun dari Ansel karena handphone miliknya sudah lama dijual untuk membayar rumah sewa yang sudah nunggak selama enam bulan. Pada pukul sepuluh malam barulah suaminya mengetuk pintu, kemudian segera memberikan pelukan penuh kasih. “Sayang, bagaimana keadaan Ocean, tadi kamu pulang jam berapa?” Selama meninggalkan buah hati mereka, hanya cemas yang mengiringi setiap langkah Ansel.

Alea memberikan senyuman indah. “Aku pulang jam empat. Kamu meninggalkan anak kita selama satu jam, tapi tidak apa, tenang saja, saat aku pulang Ocean masih terlelap.” Sengaja kebohongan dikatakan supaya suaminya tidak merasakan penyesalan dan rasa bersalah seperti yang dirasakannya.

“Syukurlah ....” Saat ini Ansel bisa bernapas lega, kemudian kakinya memijak ke dalam rumah. Sebuah kresek ditenteng. “Aku bawa nasi dengan ikan, kamu sudah makan?”

“Tadi aku menggoreng telur dan memasak nasi.”

Ansel mendesah, “Maaf ya, aku tidak sempat memasak nasi karena hari ini Ocean sangat rewel, berbeda dari biasanya.” Salah satu pipi Alea dielus sangat sayang.

“Tidak apa, kamu sudah menjadi ayah yang terbaik untuk Ocean.” Senyuman indah kembali dipasang Alea. Kehidupan rumah tangga mereka sangat romantis dan harmonis. Sayangnya keadaan ekonomi mereka sangat terpuruk sejak awal kehamilan Alea.

Satu porsi nasi dengan lauk ikan berukuran sedang menjadi santapan makan malam Ansel dan Alea di saat Ocean barusaja terlelap. “Aku harus pergi lagi jam sebelas, lalu pulang jam dua. Kamu tidak usah membukakan pintu, aku akan membawa kunci cadangan.” Wajah teduh Ansel.

Alea mengangguk bersama senyuman. “Ya, hati-hati ya kerjanya. Kamu menjaga gedung yang sangat penting. Jangan sampai kecolongan dan jangan sampai terluka.”

“Tidak akan, Sayang. Aku janji akan kembali dalam keadaan sehat.” Senyuman teduh Ansel bersama tatapan penuh kasih sayang. Pria berusia dua puluh lima tahun ini mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga malam di sebuah gedung tempat berlian mahal berkumpul. Ini adalah depstore kalangan elit, maka butik yang tingginya setara dengan gedung ini dijaga dua puluh empat jam oleh banyak tenaga propesional.

Ansel berhasil menjadi karyawan di gedung ini karena dulu dirinya adalah salah seorang pemilik black card, dia pelanggan, dia memiliki kartu keanggotaan khusus di tempat itu. Maka, saat semuanya sirna dia menggunakan aliby. “Ayahku mengajariku hidup mandiri. Bisakah aku diterima bekerja di sini, sebagai apapun?” Kalimat yang diucapkannya di hadapan SPV yang juga sering berpapasan dengannya.

Menggunakan alasan itu, akhirnya Ansel diterima bekerja di bidang yang cocok untuknya yaitu satpam karena perawakannya yang sangat propesional. Sebenarnya sebelum menjadi satpam, pria ini mendapatkan tawaran khusus yaitu menjadi model iklan untuk semua berlian baru yang masuk, hanya saja dia menolaknya karena salah satu pemasok berlian di sini adalah keluarganya sendiri.

Seharusnya silsilah keluarganya akan sangat memudahkan Ansel mendapatkan pekerjaan lebih baik. Namun, nyatanya yang dialami pria ini sangat berkebalikan karena justru semua kemudahan yang layak didapatkannya justru akan menyulitkannya. Maka dari itu dia memilih propesi biasa saja yang tidak akan berhubungan dengan keluarganya, terutama iparnya yang serakah.

Ansel dan adik iparnya terlibat peperangan keluarga yang membuatnya harus merasakan hidup selayaknya pengemis. Kini ipar serakahnya sedang berada dalam balutan harta, dia juga sudah mengetahui kabar mengejutkan jika Ansel menjadi salah satu penjaga keamanan di dalam gedung yang menjadi salah satu penghasil uang untuknya.

“Jadi ... besok harus aku apakan Ansel?” Seringai licik berkibar saat Evan membelai lembut dagu Aisha.

Bersambung ....

Desti Angraeni

Akun ig _authordestiangraeni # Kalau Kakak" liat akun ig di bab, itu yang lama ya, udah nggak dipakai. Sekarang pakainya yang ini. ^^

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status