Share

Bab 8

Author: Adinda Shafa
last update Last Updated: 2025-02-02 02:09:11

Langit malam membentang luas, dihiasi gemerlap bintang yang tampak begitu tenang, kontras dengan badai yang bergejolak di dalam hati Azlan. Ia berdiri di atas jembatan tua yang membentang di atas sungai kecil, membiarkan angin dingin menerpa wajahnya. Perjalanannya baru saja dimulai, namun tantangan yang menunggunya terasa lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.

Di belakangnya, suara langkah kaki terdengar mendekat. Azlan tidak perlu berbalik untuk mengetahui siapa yang datang. Aroma khas herbal yang samar bercampur dengan wangi mawar memberi tahu bahwa Kirana ada di belakangnya.

"Kau benar-benar pergi tanpa menoleh ke belakang?" suara Kirana terdengar lembut, namun ada nada getir yang tak bisa disembunyikan.

Azlan tetap diam, membiarkan keheningan mengisi jarak di antara mereka sebelum akhirnya menjawab, "Aku tidak punya pilihan. Aku harus mencari tahu siapa diriku sebenarnya."

Kirana melangkah maju, berdiri di sampingnya, memandang refleksi mereka di permukaan air yang beriak pelan. "Kita semua tahu kau lebih dari sekadar murid di tempat itu, Azlan. Guru selalu melihat sesuatu dalam dirimu yang bahkan kami tak bisa pahami. Itu sebabnya beliau menempatkanmu di antara kami—agar kau siap menghadapi dunia."

Azlan menghela napas panjang. "Dan sekarang aku harus menghadapi dunia itu sendirian."

Kirana menatapnya dalam, seolah ingin menghafalkan setiap detail wajahnya. "Kau tidak pernah sendirian, Azlan. Kau hanya memilih untuk merasa seperti itu."

Azlan menoleh, menatap mata Kirana yang penuh ketulusan. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi sebelum kata-kata itu bisa keluar, suara riak air yang aneh membuat mereka berdua waspada. Azlan segera menajamkan indranya. Seseorang ada di sekitar mereka.

"Siap-siap," bisik Azlan.

Kirana hanya mengangguk. Sebagai salah satu senior yang paling ahli dalam penyembuhan, ia mungkin bukan yang paling kuat dalam pertarungan, tetapi bukan berarti ia lemah.

Dari balik pepohonan di seberang jembatan, sosok bertudung hitam muncul. Langkahnya pelan, namun setiap gerakannya menunjukkan kepercayaan diri yang menandakan bahwa ia bukan orang biasa.

"Azlan," suara berat itu memanggil namanya. "Akhirnya kita bertemu."

Azlan menegakkan tubuhnya. "Siapa kau?"

Pria itu tertawa kecil. "Hanya seorang utusan. Seseorang yang telah lama menantikan kehadiranmu."

Kirana menggeser kakinya sedikit, bersiap untuk bertarung jika diperlukan.

"Aku tidak suka bermain teka-teki," kata Azlan dengan nada dingin.

Pria itu tersenyum samar, kemudian mengangkat tangannya, melemparkan sesuatu ke arah Azlan. Dengan refleks cepat, Azlan menangkapnya. Itu adalah kertas tua yang terlipat rapi. Dengan hati-hati, ia membukanya dan membaca isinya.

Jika kau ingin tahu siapa dirimu sebenarnya, datanglah ke Kota Merah.

Azlan menatap pria itu tajam. "Apa maksudnya ini?"

Pria itu hanya tersenyum sebelum berbalik. "Kau akan segera tahu. Tapi hati-hati, Azlan. Ada banyak mata yang mengawasi setiap langkahmu."

Dalam sekejap, pria itu menghilang ke dalam kegelapan malam. Azlan menggenggam kertas itu erat. Kota Merah… Sebuah tempat yang selama ini hanya ia dengar dalam desas-desus. Tempat yang penuh dengan rahasia, konspirasi, dan kekuatan yang bahkan para petinggi dunia pun segan untuk menyebut namanya.

"Azlan, kau yakin ingin pergi ke sana?" tanya Kirana dengan nada khawatir.

Azlan menatap kertas itu sekali lagi sebelum melipatnya dan menyimpannya di dalam saku. "Aku harus. Jika ada satu tempat yang bisa memberiku jawaban, itu adalah Kota Merah."

Pagi harinya, Azlan sudah bersiap untuk berangkat. Dengan hanya membawa perlengkapan yang benar-benar diperlukan, ia meninggalkan tempat yang telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun.

Perjalanan menuju Kota Merah tidak mudah. Ia harus melewati beberapa wilayah yang dikenal berbahaya, dengan jalanan yang penuh dengan penyamun dan pembunuh bayaran. Namun, Azlan bukan orang biasa. Dengan kemampuannya yang telah diasah oleh para seniornya, ia berhasil menghindari sebagian besar bahaya.

Saat matahari mulai tenggelam, Azlan tiba di sebuah kedai kecil di perbatasan menuju Kota Merah. Tempat itu sepi, hanya ada beberapa orang yang duduk di pojokan, tenggelam dalam percakapan masing-masing.

Azlan duduk di salah satu meja dan memesan secangkir teh. Sementara menunggu, ia memperhatikan sekelilingnya. Ia tahu bahwa tempat-tempat seperti ini sering kali menjadi sarang informasi bagi para pemburu berita, agen rahasia, dan juga orang-orang yang bekerja dalam bayangan.

Saat ia sedang berpikir, seorang pria tua dengan janggut putih panjang duduk di depannya tanpa diundang. Azlan menatapnya dengan waspada.

"Kau mencari sesuatu, anak muda?" tanya pria itu dengan suara parau.

Azlan tidak langsung menjawab. "Mungkin. Tergantung siapa yang bertanya."

Pria itu terkekeh. "Kau cerdas, tapi juga terlalu waspada. Itu bagus. Dunia ini penuh dengan pengkhianatan."

Azlan menyesap tehnya. "Dan kau sendiri, termasuk yang mana?"

Pria itu tersenyum samar. "Aku hanya seorang pendongeng. Tapi kadang, cerita yang kuceritakan bisa menyelamatkan nyawa seseorang."

Azlan menatap pria itu lebih lama, mencoba membaca niatnya. Akhirnya, ia mengeluarkan kertas yang ia dapatkan dari pria berjubah hitam tadi malam. "Aku mencari seseorang di Kota Merah. Seseorang yang bisa memberitahuku siapa diriku sebenarnya."

Pria itu menatap kertas itu selama beberapa detik, lalu menghela napas panjang. "Kalau begitu, kau datang ke tempat yang tepat. Tapi perjalanannya tidak akan mudah."

Azlan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku tidak mengharapkan yang mudah."

Pria itu mengangguk. "Kalau begitu, bersiaplah, anak muda. Kota Merah bukan tempat untuk orang yang tidak siap menghadapi kenyataan."

Azlan menggenggam cangkirnya erat. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan yang lebih besar.

Di luar, angin malam berhembus lebih dingin dari biasanya, seakan memperingatkan bahwa sesuatu yang besar sedang menunggunya di depan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 36

    Azlan menatap sosok pria berjubah hitam yang kini berdiri tegak dengan ekspresi datar. Meskipun pertempuran sudah berhenti, udara masih terasa tegang, seolah-olah hanya butuh satu percikan kecil untuk kembali meledakkan situasi.Reina dan Kirana tetap di tempat mereka, tidak ingin mengganggu percakapan antara Guru dan pria misterius itu.Azlan menarik napas dalam, mencoba meredakan detak jantungnya yang masih berpacu akibat pertarungan tadi."Aku tidak paham," akhirnya Azlan berkata. "Siapa sebenarnya dia? Dan apa maksudnya tentang gerbang terakhir?"Guru tidak segera menjawab. Ia menatap pria berjubah hitam itu dengan pandangan penuh pertimbangan."Aku adalah penjaga gerbang," pria itu akhirnya berbicara, suaranya masih memiliki gema aneh seperti sebelumnya. "Tugas utamaku bukan untuk melawanmu, Azlan, melainkan memastikan bahwa hanya orang yang layak yang bisa melewati tahap ini."Azlan mengerutkan kening. "Tahap?""Benar," pria itu mengangguk. "Kau mungkin belum sadar sepenuhnya, t

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 35

    Suara langkah kaki itu terdengar begitu berat, bergema di sepanjang lorong gelap yang kini mulai dipenuhi retakan dan debu beterbangan. Azlan menegakkan tubuhnya, tatapannya tajam mengarah ke sosok yang kini muncul dari kegelapan.Reina dan Kirana menahan napas. Bahkan sosok berjubah putih yang selama ini terlihat tenang, kini menggenggam tongkatnya lebih erat.Dari balik bayangan yang semakin pekat, sesosok pria muncul. Tubuhnya tinggi, balutan jubah hitam berkibar pelan mengikuti hembusan angin yang tiba-tiba bertiup dari arah lorong. Wajahnya setengah tertutup tudung, namun sorot matanya tajam seperti pisau.Namun yang paling mengerikan bukanlah penampilannya.Tetapi auranya.Gelombang energi hitam menyelimuti tubuhnya, menekan udara sekitarnya seperti pusaran badai yang siap menelan segalanya.Azlan menghela napas. Entah kenapa, ia merasa pria ini bukan orang biasa.“Jadi, kau akhirnya menyadari siapa dirimu?” suara pria itu terdengar dalam dan menggema, seolah berasal dari dua ar

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 34

    Azlan berdiri diam di depan patung besar yang menyerupai ayahnya. Matanya menelusuri setiap ukiran pada patung itu, mencoba memahami pesan yang tersirat. Sosok berjubah putih di sampingnya menatapnya dengan tenang."Jawabannya tidak ada di tempat ini… tetapi di dalam dirimu sendiri."Kata-kata itu masih menggema di benaknya. Apa maksudnya? Bagaimana mungkin kunci terakhir untuk menjaga segel itu ada dalam dirinya?Reina melangkah maju, menyentuh bahu Azlan. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”Azlan menghela napas panjang. “Aku tidak tahu. Tapi jika kata-kata orang ini benar, maka aku harus mencari tahu lebih dalam tentang kekuatanku.”Kirana yang sejak tadi diam, tiba-tiba bersuara. “Mungkin kita harus melihat lebih dalam ke dalam ingatanmu. Ada teknik yang diajarkan guruku… sebuah cara untuk membuka ingatan tersembunyi.”Sosok berjubah putih itu menoleh ke Kirana, matanya berbinar seolah menyetujui. “Itu bisa berhasil. Tetapi metode itu berisiko. Jika kau tidak cukup kuat, kau bi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 33

    Tangga batu yang mereka turuni semakin menyesakkan udara di sekitar. Dindingnya dipenuhi ukiran kuno yang tampak bercerita, seakan menyimpan rahasia yang telah terkubur selama berabad-abad.Azlan melangkah lebih dulu, diikuti Kirana dan Reina yang tetap waspada. Cahaya obor yang mereka bawa hanya mampu menerangi beberapa meter ke depan, sementara sisanya tertelan dalam kegelapan yang pekat.“Tempat ini… seperti makam,” gumam Reina sambil menyentuh salah satu ukiran di dinding.Kirana mengangguk. “Tapi ini bukan makam biasa. Lihat simbol-simbolnya, ini mirip dengan yang ada di kitab kuno yang pernah diajarkan guru.”Azlan memperhatikan dengan saksama. Simbol yang terukir bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga tulisan kuno yang tampaknya menjadi bagian dari mantra perlindungan.“Aku merasa seperti sedang diawasi,” bisik Kirana.Azlan tidak menjawab, tetapi ia juga merasakan hal yang sama.Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan besar. Atapnya tinggi dengan pilar-pi

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 32

    Angin malam berhembus dingin di desa tersembunyi itu. Azlan masih duduk diam di dalam rumah lelaki tua yang baru saja mengungkapkan sebagian kebenaran tentang garis keturunannya.Kirana dan Reina duduk tak jauh darinya, sama-sama mencerna informasi yang baru mereka dapatkan."Kau baik-baik saja?" tanya Reina akhirnya, memecah keheningan.Azlan mengangkat kepalanya. "Aku hanya... merasa ada sesuatu yang belum terungkap sepenuhnya."Lelaki tua itu mengangguk. "Kau benar. Apa yang kukatakan barusan hanyalah permulaan. Jika kau ingin mengetahui seluruh kebenaran, kau harus mencarinya sendiri."Azlan menghela napas. "Dan aku yakin perjalanan itu tidak akan mudah."Lelaki tua itu tersenyum samar. "Tidak ada perjalanan menuju kebenaran yang mudah, Azlan. Tapi kau tidak akan berjalan sendirian."Azlan melirik Kirana dan Reina. Mereka berdua mengangguk mantap."Aku sudah ikut sejauh ini, aku tidak akan berhenti sekarang," kata Kirana.Reina menambahkan, "Lagipula, perjalanan ini juga berhubung

  • Pewaris Yang Tersembunyi   Bab 31

    Azlan menarik napas panjang, menatap jasad lelaki yang baru saja dihabisi oleh musuh yang tak terlihat. Ini bukan pertama kalinya seseorang mencoba membungkam orang yang bisa memberinya informasi. Tetapi satu hal yang pasti—ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perburuan terhadapnya.Ia merasakan Kirana dan Reina mendekat, wajah mereka masih tegang setelah pertempuran singkat tadi."Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama," kata Reina. "Mereka sudah tahu lokasi kita."Azlan mengangguk. "Kita berangkat sekarang."Tanpa membuang waktu, mereka segera meninggalkan tempat itu.Di perjalananAzlan, Kirana, dan Reina melangkah cepat menyusuri hutan lebat yang diterangi cahaya bulan. Mereka berjalan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri."Azlan," kata Kirana tiba-tiba.Azlan menoleh."Kau sadar, kan? Mereka menyebutmu pewaris sesuatu yang tidak seharusnya ada," lanjutnya. "Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan masa lalumu?"Azlan terdiam sejenak. "Mungkin.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status