“Mas, kamu dimana? Aku di depan rumah, tolonglah bilang dengan Ibu, Rangga itu mau tidur denganku, aku mendengar suaranya menangis, gak usah ditahan, memangnya kenapa kalau Rangga, mau sama aku?” tanya Aluna dengan suara lirihnya, sakit hati sekali Aluna dengan tingkah mertuanya ini. Seolah Rangga itu lahir dari perutnya. Aluna juga melihat ada mobil Kakak Iparnya, tambah bersorak mereka berdua melihat Aluna menderita di luar.
“Ya sudah kamu pulang aja, ngapain juga kamu ke rumah, Rangga kalau lihat kamu pasti nangis, kenapa selalu saja membuat pusing, aku ini sedang di luar,” jawab Angkasa dengan kesalnya. Mungkin karena mengganggu hiburan nya makanya seperti itu sekali dengan Aluna. Itulah kalau tidak ada apa-apa, tidak ada arti di mata suami. Mungkin Angkasa juga sudah tidak mencintai Aluna lagi. Itu saja yang Aluna pikirkan, sejujurnya Aluna juga bukan datang untuk mengemis cinta Angkasa. Dia sudah siap lahir dan batin untuk diceraikan oleh Angkasa, biarkan Rose bahagia melihat anaknya jadi duda.
“Aku ini kangen, Mas dengan anakku, apa salahnya kamu telepon Ibu, biarkan aku bawa Rangga, besok juga libur,” ucap Aluna menangis, tidak tega dia mendengar suara tangis anaknya yang begitu pilu, sampai melihat dari jendela berharap Aluna membawanya.
“Ya sudah, tunggu aku sebentar lagi sampai di rumah,” ucap Angkasa. Padahal dia sedang membicarakan bisnis dengan teman-teman sekolahnya dulu. Angkasa kembali lebih cepat, dia juga tidak tahan mendengar Rangga menangis, Aluna juga menangis. Ibunya ini ngotot sekali. Rangga itu anaknya Aluna, biarkan saja bersama dengan Ibunya, tidak mungkin Aluna tidak memberi makan Rangga.
Tiga puluh menit, Aluna menunggu di luar rumah, dia langsung mendekat saat melihat mobil Angkasa, security yang menjaga rumah memang tidak diizinkan Rose untuk membuka pintu kalau tidak mau dipecat.
“Kenapa lagi?” tanya Angkasa melihat Aluna menggunakan jaket dengan ojek online yang masih menunggunya sedari tadi.
“Gak tau, kamu tanya saja Ibu kamu, aku gak ngerti mau dia apa,” ucap Aluna. Tidak perlu dia sopan lagi. Capek hatinya. Angkasa masuk ke dalam rumah dan Aluna membuntuti dari belakang. Rangga sudah tidur karena kelelahan menangis. Tidur saja sampai sesegukan, Aluna tanpa permisi masuk ke kamar dan mengusap rambut Rangga.
“Kasihan kamu, Sayang. Kangen, ya, sama Mama, Mama disini, Nak,” ucap Aluna tapi dia bukan mau membangunkan Rangga yang sudah terlelap. Hanya bicara saja sendiri dan jengkel dalam hatinya.
“Wanita gak ada malu, masih berani masuk ke kamar, siapa yang suruh kamu masuk, keluar sana!” Siska ikut-ikutan mengusir Aluna.
“Sudah Kak, biarkan kalau Aluna mau melihat Rangga, memang aku yang menyuruhnya,” ucap Angkasa. Entah kenapa hati Aluna sedikit senang mendapatkan pembelaan dari Rangga. Sedangkan Mertuanya bersiap mengumpat Angkasa habis-habisan.
“Jangan dibawa-bawalah Rangga menginap, rumah kontrakannya itu kecil, kata kamu gak ada AC, Rangga ini sudah biasa tinggal di kamar sejuk, keringatan dia nanti jadi keringat malam, merah-merah badannya, memang Aluna punya uang untuk berobat, makan aja susah tahan jual nasi yang untung gak seberapa itu, lihat dia tambah jadi tulang, kelihatan kalau hidup susah, mau bawa-bawa Rangga, Ibu gak setuju, ya, Angkasa. Kalau mau menderita, menderita saja dia sendiri,” ucap Rose begitu lancarnya.
Aluna sampai menahan dalam hati setiap ejekan yang keluar dari mulutnya. Aluna jadikan itu penyemangatnya untuk lebih giat lagi bekerja. Tidak apa sekarang dia terlihat tidak mempesona tapi nanti, suatu hari nanti. Aluna akan buktikan betapa cantiknya dirinya, betapa berhasilnya dia jadi wanita. Bukan wanita yang tidak berguna seperti yang mertuanya katakan.
Selalu saja, Angkasa itu mengadu hal-hal kecil seperti itu pada Ibunya. Termasuk tidak ada AC saja, Rose tahu. Tahu dari siapa kalau bukan mulut Angkasa.
“Sudahlah, Bu. Pusing kepala Angkasa, Angkasa ini baru pulang, kalian ribut terus, tiap ketemu ribut terus, apa sebenarnya yang kalian ributkan itu?” tanya Angkasa sambil melihat wajah Ibunya yang masih mengontrol nafasnya saat melihat Aluna. Aluna diam saja sambil mencium Rangga. Setelah ini kalau dia disuruh pulang, tidak masalah, dia sudah puas mencium anaknya.
Tapi, satu yang Aluna akan ingatkan saat dia punya cukup uang nanti, dia akan pasang AC di rumah kontrakannya. Itu dulu yang penting untuk memuaskan ocehan Ibu Mertuanya ini.
“Sudah, Mas. Aku mau pulang, Rangga juga sudah tidur, jangan lupa kalau tidur begini, usap tubuhnya dengan minyak kayu putih,” ucap Aluna sambil melihat wajah Rose yang seolah jijik dengan kedatangannya. Apalagi wajah Kakak Iparnya itu. Malas Aluna lama-lama di rumah ini.
“Tunggulah di depan, Mas gendong Rangga, biar Rangga menginap denganmu, seminggu ini aku sudah berjanji dengannya membawa dia bertemu denganmu,” ucap Angkasa dan Aluna menurut tanpa peduli setelah itu Rose berbicara apa dengan Angkasa di dalam kamar. Pada dasarnya, dia tidak pernah ada masalah dengan Angkasa, hidup rumah tangga mereka sangat harmonis. Namun, saat mertuanya datang dan mulai mengomel ini dan itu saat ke berkunjung ke rumah kita. Saat itu juga pertengkaran Angkasa dan Aluna dimulai. Aluna selalu mendapatkan fitnah keji atas hal yang tidak pernah dia lakukan.
Angkasa menggendong Rangga dan memberikan pada Aluna. Dia membuka pintu mobil agar Aluna masuk ke dalam mobil dan juga Angkasa memberikan sejumlah uang untuk ojek yang menunggu Aluna sedari tadi.
“Sering Anton datang kesini?” tanya Angkasa dan Aluna diam saja, dia tidak mau menjawab pertanyaan yang sedang menyudutkannya itu, sedang dia dan Anton saja tidak dekat. Aluna tidak tahu bagaimana perasaan Anton padanya dan juga tidak peduli terlebih dia punya suami dan juga anak. “Kenapa gak mau jawab, takut ketahuan apa yang kalian lakukan? Enak, ya, sudah pisah rumah. Jadi, bebas bisa tidur bareng kalian,” ucap Angkasa masih memojokkan Aluna, terserah Angkasa mau mengatakan apa tentangnya Aluna tidak akan peduli karena dia tidak merasa sama sekali. Semakin dia menjelaskan, semakin Angkasa katakan itu bohong. Jadi, untuk apa Aluna melakukannya. Angkasa mau percaya atau tidak untuk saat ini, itu Aluna sudah tidak peduli lagi. Sekarang fokus Aluna pada Rangga dan bisnisnya. Bagaimana Aluna bisa membawa Rangga untuk hidup yang layak. “Udah malem, Mas. Makasih udah nganter Rangga sama aku, kalau bisa seminggu ini, Rangga sama aku aja, kamu gak usah khawatir, aku gak akan kok pergi ke
Sementara Aluna kerja keras untuk mendapatkan hidup yang layak untuk dia dan Rangga, Rose terus mencari cela menjodohkan Rangga dengan anak temannya yang selalu dibanggkan Rose setiap hari. Aluna bisa melihat story yang dibuat Rose dan Siska, sepertinya wanita itu mulai mendekati Rangga dan Angkasa, pantas Angkasa sekarang jarang sekali membawa Rangga dan jarang juga menghubunginya untuk sekedar menanyakan kabar. Usaha Aluna semakin banyak dikenal orang karena dia rajin promosi dan memang makanan yang dibuatnya enak, banyak juga pesanan box untuk ulang tahun, Aluna sedang sibuk sekali tetapi sekarang sudah ada karyawan yang membantunya. “Aluna, ngapain kamu?” Aluna tidak tahu kalau rumah tempat dia mengantar pesanan kali ini adalah rumah wanita yang mau dijodohkan dengan Angkasa. “Mengantar pesanan, Bu.” Aluna melirik Angkasa yang sibuk ngobrol dan tertawa mesra dengan wanita yang Aluna tidak tahu namanya. Aluna bingung, kalau memang Angkasa ingin menikah lagi, kenapa juga dia
Wanita itu bernama Ulfa, itu yang membuat Aluna berpikir keras. Dia pegawai bank, wanita karir yang memang disukai oleh mertuanya, tidak seperti Aluna. Aluna hanya ibu rumah tangga yang tidak jelas. Tidak punya keluarga dan hidup menjadi benalu untuk Angkasa. Tetapi, Angkasa juga meminta Aluna untuk pulang. "Aku gak mau, Mas, pulang ke rumah, apalagi kamu masih mikir aku selingkuh dengan Mas Anton." Aluna bicara sendiri dalam hatinya. Aluna sudah pindah kontrakan di tempat yang bagus saat ini dan cukup besar. Di rumah ini juga mereka masak untuk Dapurnya. Sekarang Aluna sedang merenovasi Dapurnya yang ada di sebelah kontrakannya. Selain catering kantoran, Aluna akan menyediakan untuk makan di tempat. Meski terbilang baru memulai bisnisnya, tetapi Alhamdulillah sudah banyak peminatnya. Sabtu dan Minggu juga ada saja yang memesan makanan untuk acara. Banyak yang merespons makanan Aluna enak. Baru saja Aluna ingin memejamkan matanya. Angkasa menghubunginya, mungkin sudah merindukan A
Mulut Angkasa memang berkata seperti itu, seolah-olah tidak ingin bersama dengan Aluna lagi, seolah-olah Aluna tidak berharga lagi untuknya. Nyatanya laki-laki tetaplah seorang laki-laki, dia punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Jujur saja, semenjak Aluna pergi, mereka tidak pernah lagi bercinta. Saat ini Angkasa sangat menginginkannya, sedang dua Minggu sejak hari itu, dia tidak menghubungi Aluna dan Aluna seolah acuh juga. Padahal Angkasa ingin tahu, apakah Aluna merindukan anak dan dirinya atau tidak. Sepertinya Aluna sudah punya dunia yang baru. "Mas, boleh main kontrakan kamu?" tanya Angkasa berusaha memberanikan diri menghubungi Aluna. Dia marah, dia emosi dengan Aluna. Dia kesal juga dengan sikap Aluna tetapi hasrat yang sudah lama tidak tersalurkan membuat Angkasa terpaksa mengalah untuk sebentar.Mereka masih pasangan suami istri. Angkasa ingin Aluna menunaikan kewajibannya. Aluna melihat jam di dinding kamarnya, ini sudah pukul sebelas malam, untuk apa Angkasa datang selar
"Gak nginep aja, Mas?" tanya Aluna masih di dalam selimut menutupi tubuh polosnya. Angkasa dengan cepat menggunakan pakaiannya karena Ibunya sudah mengomel menyuruh Angkasa untuk pulang. Aluna bukan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mertuanya tadi pada Angkasa. Apa benar itu seorang ibu? Apa pantas seorang ibu membiarkan anaknya berzina daripada bercinta dengan wanita halalnya. Aluna tidak menolak, dia penuhi kebutuhan sebagai seorang istri. Suaminya minta, dia akan kasih. Dia lakukan dengan sepenuh hati sampai Angkasa puas. Buktinya Angkasa langsung jadi baik setelah itu, dia juga langsung bertanya nomor rekening Aluna. Jujur saja, saat ini Aluna tidak butuh uang, dia sedang ingin menunjukkan pada Angkasa kalau dia sebagai seorang wanita dan Ibu Rumah Tangga, juga bisa menghasilkan meskipun hanya kerja di rumah. Aluna tidak menginginkan uang itu untuk saat ini, jangan sampai Rose mencibirnya. Apalagi Angkasa seling mengadu ini dan itu pada Ibunya. Memang tidak sengaja, seper
Semakin Aluna kembali dekat dengan Angkasa dan sering membawa Rangga untuk bermain bersama dengan Ibunya, bahkan Angkasa dan Rangga sering menginap di kontrakan Aluna. Rose semakin tidak suka. Rose malah semakin gencar mendekatkan Angkasa pada Ulfa. "Ibu itu ngapain sih?" tanya Angkasa kesal. Hari ini Rose mengajak Ulfa untuk makan siang bersama dengan Rangga dan keluarga besarnya. Sengaja dia abadikan moment kebersamaan mereka agar Aluna melihat kalau Angkasa saat ini dekat dengan Ulfa dan berhentilah Aluna berpikir untuk kembali lagi dengan Angkasa."Kenapa memangnya, Ibu senang kamu dengan Ulfa, anaknya baik, perhatian, pintar cari duit, orang tuanya lengkap, anak orang kaya, bagus kamu dengan Ulfa daripada dengan Aluna, kamu ini gak mikir atau udah lupa, apa yang dia lakukan dengan sahabatmu itu? Cinta itu boleh Angkasa tetapi jangan jadi bodoh kamu," ucap Rose berbisik bicara dengan Angkasa karena saat ini Ulfa sedang membujuk Rangga untuk makan. Rangga rewel sekali, dia tidak
Aluna begitu sibuk dengan pesanannya saat Ibu Mertua dan Kakak Iparnya datang membawa berkas untuk perceraiannya dengan Angkasa. Di depan orang yang membantu Aluna kerja, Rose meminta Aluna untuk tanda tangan berkas perceraian itu. Sudah tidak sabar lagi Rose punya menantu baru. Aluna tidak pernah habis pikir kalau ada ternyata seorang Ibu yang tega memisahkan istri anaknya dan ibu dari cucunya. "Tanda tangan lah, Aluna. Kamu gak usah cari alasan buat gak cerai dengan Angkasa. Angkasa itu sibuk, makanya Ibu yang bantu ngurus, kalian itu sudah pisah berapa bulan, harusnya sudah bisa cerai," ucap Rose. Aluna menggeleng, dia tidak mau tanda tangan, kalau bukan Angkasa sendiri yang memang menginginkan perceraian ini. "Aku telepon Mas Angkasa dulu, Bu. Aku mau tanya sama dia, benar ini dia yang ingin pisah sama aku," ucap Aluna mengambil ponselnya dan Rose malah menarik ponsel Aluna dan dia simpan, agar Aluna tidak bisa bicara dengan Angkasa. "Buat apa, memang Angkasa yang suruh Ibu, d
Aluna masih menangis di dalam kamar, dia begitu sakit sekali, tubuhnya gemetar, tidak pernah Aluna pikirkan dia akan bercerai dengan Angkasa. Sungguh Aluna sangat mencintai suaminya. Mereka tidak pernah bertengkar kalau bukan karena Rose yang selalu menjelekkan Aluna di depan Angkasa. Beruntungnya Angkasa tidak mudah percaya tetapi hari itu, dia begitu sial. Rose dan Siska membuat jebakan yang sama sekali tidak pernah Aluna pikirkan bisa mereka lakukan. Rasanya mustahil seorang wanita melakukan hal keji seperti itu. Sebenarnya kalau mau, Aluna bisa saja bercerai dengan Angkasa. Toh, sekarang bisnisnya berjalan dengan baik. "Kamu dimana? Mas mau ke rumah." Aluna mengangkat teleponnya yang sedari tadi berdering, Angkasa jadi tidak konsentrasi bekerja gara-gara kelakuan Ibunya. Siapa yang menyuruh mereka datang ke rumah Aluna mengatakan hal buruk seperti itu. Angkasa saja meminta Aluna untuk pulang. "Rumah, Mas. Baru aja nganter pesanan catering kantor," jawab Aluna sambil mengusap