“Kamu lagi, ngapain kesini?” Kalau dulu bertemu dengan mertuanya, Aluna akan salam, kalau sekarang, tidak lagi! Sudah banyak sebenarnya luka yang ditorehkan Rose dan Siska hanya saja tidak Aluna pikirkan dan dia pendam sendiri. Bisa saja Aluna seperti Rose yang suka mengadu yang tidak-tidak, hanya saja Aluna tidak seperti itu, dan rasanya tidak pantas menantu menjelekkan mertua.
“Bu, janganlah Ibu ngomong begitu dengan Rangga, dia masih kecil, Bu. Gak ngerti dengan kata-kata selingkuh seperti itu,” ucap Aluna yang sekarang mulai berontak. Tidak terima dia dibilang selingkuh.
“Memang ‘kan kamu selingkuh. Gak tahu malu, sudah dibilang gak usah dateng masih aja dateng, masih berharap Angkasa mau balik sama kamu, udahlah, gak mungkin!” Basah mata Aluna, wajahnya merah menahan emosi dalam hatinya. Ingin sekali Aluna murka di depan mertuanya ini tapi ditahan karena ini tempat ramai.
“Kenapa kalau aku mau suamiku kembali? Lihat aja, Bu. Mas Angkasa akan tahu kebenaran yang sesungguhnya dan kebohongan yang kalian buat padaku.” Aluna sengaja datang menemui mertuanya karena pertanyaan Rangga yang tidak biasa padanya, seorang anak kecil tidak mungkin mengerti bicara tentang selingkuh kalau tidak ada yang mengajarinya.
“Bohong apa? Gila kamu itu, kurang ajar! Itulah gak punya orang tua, hidup miskin jadi ngomong gak benar. Ibu heran, kenapa Angkasa itu mau sama kamu, kamu pelet, ya? Cantik juga gak, pemalas, ngabisin uang suami, belanja baju terus,” ucap Rose tanpa menyaring kata-katanya lagi. Rose tidak berpikir, Aluna akan tersinggung atau tidak. Baginya Aluna ini orang miskin, tidak perlu banyak memikirkan perasaan hatinya. Tidak berguna sama sekali.
Jika bercerai dengan Aluna, Angkasa pasti akan dapat yang lebih baik dari Aluna, bisa saja wanita karir atau pengusaha seperti anaknya, yang jelas bukan wanita yang hanya menumpang hidup dengan anaknya.
Aluna menahan air matanya agar tidak terjatuh, sudah sering dia mendapatkan penghinaan seperti ini, Aluna sadar dia tidak punya orang tua, tapi bukan berarti dia kurang ajar. Aluna sudah sebaik mungkin dengan mertuanya, tapi tetap saja di matanya Aluna tidak pernah benar.
“Makanya kerja. Cari duit yang banyak, supaya suami itu cinta, bukan minta terus bisanya. Gak ada yang bisa dibanggain dari diri kamu itu, Lun,” lanjut Rose belum puas menghina Aluna.
“Syukur-syukur, Angkasa besok sadar dan daftarin cerai ke pengadilan, lebih cepat kalian bercerai, lebih bagus. Nyusahin aja, bisanya cuma numpang hidup.” Aluna simpan dalam hati kata-kata mertuanya ini sebagai semangatnya untuk berhasil dan menunjukkan kalau dia bisa hidup tanpa uang dari Angkasa. Tekadnya untuk berhasil semakin menggebu-gebu.
“Bu, memangnya Aluna salah apa? Kenapa Aluna gak pernah benar di mata, Ibu. Walaupun hanya menantu, Aluna ini tetap anak Ibu. Kenapa Ibu seperti benci sekali dengan Aluna?” Dulu, Aluna hanya akan memendam semua perkataan ini, rasanya tidak sanggup dia bertanya. Sekarang karena Rose juga tidak peduli pada hatinya, Aluna demikian. Dia tidak akan berpikir untuk menyuarakan apa yang ada di dalam otaknya.
“Kamu itu gak kayak menantu teman Ibu. Mereka itu hebat-hebat, cantik, sukses, gak kayak kamu, bisanya cuma nyusahin dan selingkuh. Cerai saja dari Angkasa kalau gatal dengan Anton.”
“Aku gak selingkuh, Bu! Kalian paksa aku buat mengakui hal yang aku gak lakuin, aku tahu kalau Ibu yang buka kamar aku buat Mas Anton. Kenapa sih, Bu?” Aluna mulai berani, sedangkan Rose menatap kesal wajah menantu kurang ajarnya ini.
“Kamu itu kalau gak suka sama Ibu, jangan fitnah kamu. Jangan sembarangan nuduh. Gak usah buat pembenaran lagi, Angkasa gak akan mau lagi balik sama kamu. Ibu juga gak suka sama kamu!” Rose masuk mobil dan mengajak Rangga pulang. Malas dia melayani mulut Aluna yang tidak sopan dengan orang tua itu. Pulang ke rumah, Rose adukan kelakuan Aluna yang memarahinya.
“Tadi, Ibu ketemu dengan Luna. Gak sopan banget dia itu ngomong. Gak tahu diri. Untung hidup dengan kamu enak. Kamu cerai aja dengan Aluna,” ucap Rose duduk dengan jantungnya yang berdegup karena masih menahan emosi dengan Aluna tadi. Sepanjang jalan, Rose berpikir agar Angkasa tahu kelakuan kurang ajar istrinya itu.
“Kenapa lagi, Bu?” tanya Angkasa sambil memijat kepalanya. Semenjak tidak ada Aluna, hidupnya berantakan sekali tapi Angkasa tidak bisa memaafkan kesalahan Aluna yang selingkuh dengan temannya.
“Udah, jangan banyak tanya, Angkasa! Cerai saja, ngerti gak kamu?” Angkasa diam saja, dia belum siap bercerai dengan Aluna. Angkasa masih kasihan dengan Rangga kalau dia dan Aluna berpisah.
“Iya, memangnya Aluna ngapain ibu lagi?”
“Dia itu suka banget nyalahin orang lain, padahal dia yang salah. Kalau Rangga tahu dia selingkuh, itu memang Rangga itu pintar, tahu kalau Mamanya itu wanita nakal. Enak aja nyalahin Ibu yang ngomong ke Rangga, apa dia pikir gak ada kerjaan lain, Ibu sampai begitu.”
“Makanya Ibu, kalau ngomong jangan di dekat Rangga. Rangga itu jangan sampai mendengar kata-kata yang aneh seperti itu, Bu. Aku juga terkejut, kenapa Rangga sampai tahu perselingkuhan Aluna. Jangan membebani pikiran Rangga, Bu.” Rose mencibir, Angkasa ini masih saja membela istrinya.
“Kamu itu gak terima kasih dengan Ibu! Memang Aluna yang selama ini hidupi kamu? Kamu sekolah tinggi, bisa sukses seperti ini, memang dia yang biayai kamu? Gak usah kamu bela-bela istri kurang ajarmu itu,” ucap Rose meninggalkan Angkasa pergi ke kamarnya.
Sementara setelah pulang, Aluna mulai menyusun rencana membangun bisnisnya dari nol dengan biaya yang minim. Dia bahkan meminjam peralatan dapur pada majikannya, demi menekan budget. Aluna sudah bertekad akan membungkam mulut mertuanya yang tajam itu.
“Aku juga bisa, Bu. Aku akan buktikan pada kalian, kalau aku bukan cuma numpang makan dan melebarkan kakiku di depan Angkasa saja, aku juga bisa berhasil!”
Ternyata setelah dekat dengan Bram, Aluna memilih menunda pernikahan mereka karena belum yakin untuk menikah kedua kalinya. Masih ada perasaan takut dalam diri Aluna tentang kegagalan pernikahan apalagi Angkasa dan Rose sekarang semakin sering mendekatinya lagi. Angkasa lebih sering mengajak Rangga keluar dan membuat Rangga tidak mau menerima Bram sebagai Ayah tirinya karena pengaruh dari Rose. Aluna selalu membujuk Rangga agar dia paham dia dan Papanya sudah tidak bisa bersama lagi."Lun, sudah setahun lebih, kapan kita menikah?" tanya Bram. Tidak masalah menunda pernikahan tetapi Aluna jangan kembali dekat dengan mantan suaminya. Bram kurang suka melihat kedekatan Aluna."Mas Bram udah gak tahan?" "Bukan aku Lun, Mama yang gak sabar lagi, Mama bilang mungkin kamu gak suka denganku, benar begitu Lun?" Aluna diam, bukan tidak suka. Dia belum siap membangun rumah tangga baru tetapi Bram tidak mau menjauh meskipun Aluna bilang mencarilah wanita yang lain dulu. "Kalau memang Mama min
Meskipun Rose sudah terlihat baik tetapi Aluna tidak lantas langsung jatuh hati kembali pada Angkasa. Semua sudah berlalu. Sekarang ada laki-laki dengan keluarga yang tulus mencintainya. Tidak melihat latar belakangnya seperti apa. Ibu mertua yang sangat baik. Rose pikir, Aluna yang tidak menyimpan dendam dengannya, itu karena masih mencintai Angkasa. Tidak, sama sekali tidak. Aluna hanya tidak ingin terlihat aneh saja, Rose itu Nenek dari Rangga. Sejelek apa pun Rose, dia bagian dari Keluarga Anaknya. Ikatan Aluna dan Angkasa sudah putus. Tidak ada yang namanya cinta lagi meskipun Angkasa juga begitu agresif mendekati Aluna. "Melamun apa?" tanya Bram yang tiba-tiba datang, padahal Restoran belum buka. Aluna sibuk melihat kolam ikan yang ada di restorannya sambil berpikir tentang hidupnya. "Gak ada, Mas. Pagi banget datang ke Restoran, kenapa?" "Oh, mau nunjukin contoh kartu undangan buat pernikahan kita, Lun. Coba lihat dulu, yang mana yang bagus dan cocok buat kita." Aluna sudah
"Kamu balik lagi aja dengan Luna, Nak?" Ada angin apa Ibunya yang dulu sangat membenci Aluna, tiba-tiba menyuruh Angkasa kembali lagi dengan Aluna. Rose tidak menyangka kalau Ulfa ternyata hanya mempermainkan Angkasa, membawa banyak harta Angkasa dan untungnya Angkasa masih bisa bertahan hingga saat ini. "Mana mau Bu, Aluna dengan Angkasa lagi. Ibu itu dulu kasar sekali dengannya, memang Ini gak dengar, Aluna sekarang sedang dekat dengan laki-laki, perhatian dan sayang dengannya, aku lihat foto mereka liburan bersama dengan Rangga, Aluna bahkan di peluk oleh Ibu kekasihnya, gak seperti Ibu yang selalu memusuhinya," ucap Angkasa dengan sinis. Karena Ibunya, rumah tangga Angkasa hancur, yang kedua juga hancur. Dia belum ingin menikah lagi, Angkasa masih senang sendiri, menikmati hari-harinya dengan bekerja dan jalan dengan Rangga. Menyesal dia meninggalkan Aluna. Untungnya bisnisnya kembali berdiri. Kali ini Angkasa tidak ingin memikirkan wanita. Hatinya masih memikirkan Aluna, Aluna
Meskipun tidak disukai oleh orang tua Bram, Bram tetap saja membawa Aluna ke pertemuan-pertemuan keluarga. Bram tau kalau sekali bertemu belum tentu Keluarganya senang. Kali ini Aluna ikut masak-masak dirumah mewah Bram. Dia membuat ikan bakar, banyak keluarga yang akan datang nanti, Mama Bram memang tidak suka membeli makanan di restoran. Dia lebih suka masakan tangan. "Udah biasa masak?" tanya Mama Bram. "Iya, Bu. Aluna buka Restoran, ini lagi bangun juga, supaya tempatnya sedikit besar," ucap Aluna. Dia bukan mau sombong tetapi Mama Bram harus tahu kalau dia mendekati Bram bukan karena harta, dia juga punya usaha dan usahanya tidak kecil. Aluna sangat pintar mengolah masakan dan sambal buatannya juga enak, makanya rumah makannya laris. "Mama ini suka banget ikan bakar, Lun. Mama udah ngiler lihat ikan bakar kamu," ucap Mama Bram sambil melihat tetesan bumbu ikan bakar yang sedang Aluna kipas ikannya itu. Aluna membuat sendiri dengan tangannya. "Ada yang udah jadi, Bu. Aluna su
Seperti yang Aluna pikirkan, orang tua Bram tidak menyukainya. Masalahnya Aluna ini janda, Bram itu jejaka, belum pernah menikah meski mengasuh Milano. "Mas, aku bukan gak mau ikut makan malam sama Keluarga kamu, masalahnya Ibu kamu semalam telepon, habis pertemuan kita kemarin, aku sudah ceritakan." Bram sudah tahu semua itu, masalahnya Bram cocok dengan Aluna, dia sudah pernah punya anak dan pasti tidak masalah kalau Bram mengajak Milano sedangkan kalau dia mendapatkan gadis, mereka keberatan dengan adanya Milano dan sulit mencari wanita yang tulus saat ini. "Aku udah bilang dengan Ibu, aku yang jalani, aku akan terima kamu apa adanya, gak peduli kamu janda atau gak, aku yang jalani nantinya, Lun."Pernikahan tidak semudah itu, bukan masalah mereka berdua yang menjalani hubungan ini. Mereka punya keluarga yang harus disatukan. Kalau belum apa-apa saja, Aluna sudah tidak disetujui. Aluna jelas akan menyerah. "Gimana ya, Mas. Aku cerai dengan Mas Angkasa itu karena orang tuanya ti
Sepanjang jalan menuju Bekasi, Aluna hanya diam saja di dalam mobil, dia sedang memikirkan nasib mantan suaminya. Menyedihkan sekali kalau apa yang dikatakan oleh orang itu benar, Ulfa jalan dengan laki-laki lain, padahal Ulfa begitu dekatnya dengan Angkasa saat itu. "Kenapa, Lun?" tanya Bram sambil melirik Aluna yang melamun. Aluna terkejut mendengar suara Bram dan langsung menggeleng saja."Gak ada, Mas. Masih lama, ya?" tanya Aluna. "Sebentar lagi sampai, nanti ada orang tuaku, aku kenalkan kamu ke mereka." Aluna tidak siap, tetapi tidak apa, toh dia dan Bram tidak ada hubungan cinta apa pun, hanya teman biasa saja. Aluna sadar kalau dirinya janda, sedangkan Bram masih perjaka, Milano bukan anaknya tetapi anak Kakaknya yang meninggal dunia karena kecelakaan dengan istrinya. Bram yang menjaga Milano dari tiga tahun yang lalu. Bahkan karena itu, dia belum punya pasangan sampai sekarang. Sampai di hotel tempat acara, banyak sekali keluarga Bram. Mereka berjalan bersebelahan tetapi