Terkadang Aluna berpikir kalau meskipun dia menjadi sukses nanti, Ibu Mertuanya tidak akan pernah suka. Kakak iparnya juga pasti tidak suka, untunglah Angkasa punya Adik laki-laki yang tidak di Jakarta, entah kalau adiknya juga tinggal di Jakarta, dia pun tidak akan suka dengan Aluna. Aluna bertahan karena anaknya. Meskipun cinta sekali dengan Angkasa, Aluna rasanya ingin menyerah saja. Malam ini Rose tidak pulang, di luar kamar, terus mengomel sampai kepala Aluna rasanya mau pecah, Angkasa sudah di dalam dengan Aluna. "Mas, Ibu gak suka aku di rumah," ucap Aluna duduk di bibir ranjang sambil melihat Angkasa yang berganti pakaian. "Kalau kamu keluar lagi dari rumah ini, kita akan berpisah selamanya, Aluna. Kamu tau apa yang Ibu lakukan hari ini, dia melamar Ulfa untukku? Kamu mau kita berpisah, itu yang kamu mau?" tanya Angkasa dengan begitu emosinya. Meskipun Angkasa menyayangi Ibunya, dia tetap ingin punya keluarga yang utuh, yang sama seperti orang lain dan Angkasa tidak ingin m
Kalau dulu Aluna adalah menantu yang lembut, tidak pernah marah, tidak pernah melawan dan selalu menurut. Tidak masalah mertuanya menjelekkan dia apa, kalau sekarang, Aluna tidak seperti itu lagi. Dia tidak bisa tinggal diam mendengar ocehan mertuanya yang selalu menyakiti hati. Aluna ingin sekali menghormati mertuanya tetapi Rose memang minta Aluna untuk durhaka kepadanya. Harusnya Aluna senang punya seorang ibu, dia yang dulu tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu akhirnya tahu kalau mendapatkan ibu itu sangat enak sekali tetapi yang Aluna dapatkan justru figure seorang ibu yang jauh dari kata nyaman. Dekat dengannya seperti bara api bagi Aluna. Setelah anaknya sekolah, Angkasa juga sudah sarapan pagi, sudah waktunya Aluna mengurusi bisnisnya. Pagi sekali dia akan kembali ke tempatnya dan melihat semua persiapan. Dia sudah izin dengan Angkasa tadi. "Mau ke mana kamu? Bukannya ngurusi rumah malah keluyuran gak jelas," ucap Rose dengan mulutnya yang selalu pedas di telinga
Anton datang ke kontrakan tempat Aluna membuka usahanya, dia mulai membuka tempat makan yang menyediakan makan prasmanan di rumah. Harga terjangkau, dengan porsi yang melimpah dan rasa bintang lima. Anton mencicipi makanan itu di tempat di depan Aluna. Canggung sekali Aluna menerima kehadiran Anton. "Jadi, kamu udah kembali dengan Angkasa? Aku pikir kalian akan bercerai setelah kejadian itu?" Aluna diam saja, tidak mengerti Aluna dengan Anton, padahal dia salah satu teman baik Angkasa tetapi berharap sekali Aluna dan Angkasa bercerai. "Kami masih punya anak, Mas. Lagian Mas Anton, buat apa berpikir begitu, bagus kalau aku dan Mas Angkasa kembali bersama lagi." Anton diam saja tetapi tersenyum penuh arti. "Angkasa punya usaha Restoran. Buat apa kamu buat usaha kecil-kecilan seperti ini, Angkasa sudah tidak membiayai hidupmu lagi?" Lebih tepatnya semua ini adalah persiapan Aluna, jika nanti Angkasa tidak menginginkannya lagi apalagi punya mertua yang selalu menginginkan anaknya c
Malam ini lega rasanya, tidak ada Rose di rumah mereka. Hanya ada Angkasa, suaminya yang baru pulang kerja dan anaknya Rangga yang sedang belajar. Aluna begitu tenang, tidak ada keributan, hatinya tentram dan dia pun tidak bertengkar dengan Angkasa. Setidaknya Aluna bisa menunjukkan sisi romantisnya seorang istri pada Angkasa. "Pa!" Aluna langsung memeluk Angkasa yang duduk sambil bermain dengan ponselnya. Angkasa mencium puncak kepala Aluna dan mereka diam sambil melihat berita di ponsel. "Udah lama kita gak kayak gini, Ma." Angkasa menyadari semua itu, dia bukan tidak bicara dengan Ibunya. Angkasa sudah sering mengatakan pada Rose untuk tidak memperlakukan Aluna dengan begitu keras dan marah di depan umum. Aluna tidak pernah menjelekkan Rose meskipun Rose sangat membencinya. Aluna lebih memilih membahas masalah lain daripada membahas kebenciannya pada Sang Mertua. "Iya, Pa. Mama kangen banget bisa kumpul sama kalian lagi, Papa sayang sama Mama?" tanya Aluna dan Angkasa mengangguk
Meskipun tidak mau, tetap saja Angkasa ikut ke rumah orang tua Ulfa tanpa memikirkan perasaan Aluna. Angkasa tetap menuruti keinginan Rose. Malam ini Angkasa meninggalkan Aluna dan Rangga di rumah. Aluna diam saja saat mereka pergi. Padahal Aluna sakit sekali tetapi dia bisa apa, kalau bersuara, dia justru kena marah oleh mertuanya dan Angkasa tidak suka Aluna yang melawan seperti tidak punya didikan seperti itu. Meskipun Rose salah, Angkasa tetap mau Aluna menutup mulutnya dan tetap sopan dengan Ibunya. Andai saja Angkasa itu tahu kalau mulut Ibunya itu begitu tajam, pisau saja kalah tajam dengan mulut Ibunya. "Iya Mas?" Aluna menjawab telepon dari Anton. Dia sudah mengirim pesan untuk membatalkan kerjasama di antara mereka karena tidak diperbolehkan oleh Angkasa. "Lun, Mas melakukan semua ini, sama sekali tidak ada maksud apa pun. Mas senang kalau usaha kamu berhasil, dari pada Mas Anton berikan pada catering lain yang Mas Anton tidak kenal, lebih baik dengan kamu. Begini saja, A
"Jangan lupa makan, Mas!" Pesan yang Aluna lihat siang ini di ponsel Angkasa. Dia melihat itu pesan dari Ulfa. Untuk apa Ulfa mengirim pesan manja seperti itu pada suami orang. Sudah tahu kalau Aluna kembali bersama dengan Angkasa. Ulfa malah hadir di tengah-tengah kebersamaan mereka, tadinya Aluna tidak mau menghiraukan, dia hanya tidak sengaja melihat ponsel suaminya.Saat Angkasa keluar dari toilet, Angkasa melihat Aluna sedang menggenggam ponsel miliknya. "Ngapain?" tanya Angkasa sambil menunjuk ponsel miliknya yang ada di tangan Aluna. Angkasa tidak cepat-cepat mengambilnya karena tidak ada rahasia di ponsel itu, untuk apa Angkasa takut. Hanya saja, tidak pernah Aluna bersikap over protective seperti ini. "Ada pesan dari Ulfa, Mas." Aluna memberikan ponselnya pada Angkasa dan kembali merapikan kamar tidur milik mereka. Hari ini libur, janjinya Angkasa akan membawa dia dan Rangga jalan ke mall. Semoga saja Rose tidak mengganggu lagi, Aluna ingin juga jalan bersama dengan suamin
"Jam berapa pulang, Mas. Rangga mau tidur, besok dia sekolah." Aluna tidak diajak merayakan ulang tahun Rose. Rose tidak mengizinkan Aluna untuk ikut dan Rose sudah ingatkan Angkasa untuk tidak membawa istrinya yang miskin itu. Aluna juga sadar diri, dia tidak mungkin datang saat tahu mertuanya juga tidak menyukainya. Aluna juga tidak mau mencari perhatian Rose dengan membuatkan kue atau memesan kue. Percuma! Hanya akan dibuang oleh Rose, lebih baik uangnya dia berikan panti asuhan saja daripada Rose yang tidak menghargai perhatian kecilnya sama sekali. "Bentar lagi pulang, ini udah selesai, aku bawakan makanan buat kamu!" Aluna tidak akan makan, dia tidak mau makan dari bekas mereka menikmati makanan. Bukan Aluna tidak menghargai tetapi dia tidak mau dipandang rendah oleh mertuanya. Maaf saja, Aluna tidak kurang makan dan lagi Rose memang senang membawa makanan sisa dan dia sengaja berikan untuk Aluna. Sampai Aluna terkadang berpikir. Apa perasaan Rose berbuat seperti itu, kalau s
Setelah berapa bulan mengurus usahanya, Aluna bisa membeli rumah kontrakan itu, kebetulan yang punya rumah menjual dengan harga murah, usaha Aluna semakin berkembang dengan sangat pesat. Selama ini Rose sibuk membuat sakit hati Aluna sedangkan Aluna terus berpikir bagaimana caranya usahanya maju. Aluna juga punya grup yang isinya ribuan orang, dia cukup memposting makanan yang akan dijual besok dan mereka yang mengikuti Aluna mulai ada saja melakukan pemesanan tiap harinya. Semua itu menambah pundi-pundi uang Aluna. Bukan hanya kue yang Aluna jual, bahkan sarapan pagi, makanan frozen dan titipan dari orang lain. “Tas baru lagi?” Memang Mertuanya ini julid, itu baru tas yang tidak seberapa yang Aluna beli, masih berkisah harga lima juta rupiah, itu saja Rose seperti kebakaran jenggot. Tidak terima uang anaknya habis oleh Aluna. Padahal Aluna membeli dengan uang jerih payahnya sendiri. Uang dari Angkasa itu dia gunakan untuk keperluan sehari-hari. “Ya, Bu. Teman jual murah,” jawab A