Salma menatap tajam suaminya. Wajah yang biasanya nampak tenang itu kini menunjukkan raut tak suka. Mengapa suaminya tidak mengatakan hal sepenting ini padanya? Bukankah seharusnya Bram memberitahu dirinya dan Ayuna terlebih dahulu sebelum menyetujui permintaan keluarga Bara untuk datang melamar, agar sang putri bisa mempersiapkan jawaban?Kali ini, lagi-lagi Bram membuatnya kecewa. Entah apa maksud pria itu hingga sengaja menyembunyikan niat kedatangan keluarga Bara. "Jadi bagaimana Pak Bram? Apakah putri Anda bisa menerima niat baik putra kami?" Graha memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa saat. Tentu ia paham Ayuna pasti sangat syok dengan lamaran dadakan ini. Namun, Graha sudah terlanjur menyetujui keinginan Bara, dan keluarganya membutuhkan jawaban dari gadis itu. "Maaf sebelumnya, Pak Graha. Jujur saja kami masih syok dengan lamaran ini karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu. Sebagai orang tua, kami menyerahkan jawaban sepenuhnya pada putri kami. A
"Ayuna ...."Langkah Ayuna terhenti. Gadis yang hari itu baru saja selesai membuat konten bersama teman-temannya di pantai, tertegun mendengar suara yang sangat ia hafal memanggil namanya. Ayuna memejamkan mata. Enggan berbalik dan bertatapan dengan si empunya suara. "Bisa kita bicara sebentar?"Hening. Ketiga teman Ayuna ikut menunggu jawaban apa yang akan dilontarkan sang gadis."Mas janji tidak akan lama." Si pria tak menyerah. "Yun ....""Kalian tunggu saja di mobil."Ketiga temannya serentak mengangguk. Memberikan kesempatan pada Ayuna untuk berbicara dengan pria yang seharusnya tidak lagi menemui gadis itu sebab menurut mereka, pria yang adalah Raga, sangat tidak tahu malu. Setelah memutuskan pertunangan karena lebih memilih Anggia, tetapi masih saja mendekati Ayuna, bahkan memberi perhatian secara terang-terangan."Mau bicara di mana?" Ayuna masih belum menoleh ke arah Raga. "Bagaimana kalau kita duduk di sana saja?" Raga menunjuk sebuah bangku yang tak jauh dari kedai pen
"Apa? Kalian mau menikah?" Salma hampir memekik setelah mendengar ucapan Ayuna. Istri pertama Bram tersebut tentu saja syok dihadapkan pada kenyataan yang terlalu mendadak.Salma mengira, Ayuna dan Sadewa hanya berpura-pura menjalin hubungan untuk menunjukkan pada semua orang bahwa Ayuna sudah melupakan Raga. Namun, ternyata keduanya nampak serius bahkan sudah merencanakan pernikahan. "Iya, Nyonya. Maksud kedatangan saya malam ini adalah untuk melamar Non Yuna." Sadewa mengangguk sopan. Sebenarnya pria itu sedikit gugup berhadapan langsung dengan Salma. Berbeda dengan Bram, Sadewa lebih menyimpan rasa hormat kepada Mama dari Ayuna tersebut. "Tapi ... kenapa mendadak? Yuna ... kamu bisa menjelaskan ini sama Mama? Jadi kalian benar-benar menjalin hubungan?" cecar Salma kepada sang putri. "Iya, Ma. Maaf kalau aku gak jujur sama Mama. Aku merasa nyaman dengan Mas Dewa dan kami sudah memutuskan untuk menikah."Salma tidak tahu harus menanggapi pengakuan sang putri seperti apa. Di satu s
Bram tidak main-main dengan ancamannya. Pria beristri dua itu sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan putri keduanya dengan Raga. Malam itu, Bram sengaja mengajak istri dan anak pertamanya, pun dengan Prita dan Anggia untuk mengunjungi rumah kedua orangtuanya, dengan tujuan memberitahu mereka bahwa pernikahan itu satu Minggu lagi akan digelar.Salma dan Ayuna datang bersama Sadewa sebagai sopir mereka, sedangkan Bram datang bersama Prita dan Anggia karena kebetulan sedang jatahnya bersama sang istri kedua. Mereka disambut oleh Brata dan Ambar dengan raut terkejut. Pasalnya, baru kali ini Bram membawa kedua istri dan anaknya berkunjung ke rumah mereka secara bersamaan. "Ada yang ingin aku sampaikan pada Papa dan Mama." Bram memulai pembicaraan setelah mereka duduk di ruang tamu rumah orang tuanya."Bicara apa? Jujur saja Papa terkejut kalian datang ke sini bersamaan." Brata memperhatikan wajah semua orang yang duduk di sana. "Apakah ada sesuatu hal yang penting?" imbu
"Bagaimana, anak muda? Apa kamu sanggup?" "Opa! Kenapa mengajukan syarat seperti itu?" Ayuna tak terima atas syarat yang diberikan opanya untuk Sadewa. Gadis itu menoleh ke arah Sadewa yang justru tetap terlihat tenang. Apa-apaan ini? Kenapa opa-nya seolah-olah ingin menggagalkan rencana pernikahannya dengan memberikan syarat yang sangat berat untuk Sadewa?"Kita ini keluarga terpandang, Ayuna. Apa kata orang-orang nanti kalau mereka tahu pernikahan cucu seorang Brata Tanujaya diselenggarakan secara sederhana?""Tapi permintaan Opa tidak masuk akal! Opa tahu kalau Mas Dewa--""Hanya seorang sopir dan dia tidak akan sanggup memenuhi syarat itu?" sela Brata. "Kalau sudah tahu seperti itu, kenapa kamu masih keukeuh ingin menikah dengannya? Bukankah kamu tahu keluarga kita sangat menjunjung tinggi status sosial seseorang?""Karena aku tidak seperti kalian," tukas Ayuna."Sayang ... sudah!" Salma mengelus lengan sang putri yang mulai terpancing emosi. Salma paham Ayuna tidak setuju deng
"Mbak Yuna dan Sadewa akan menikah dua Minggu lagi. Pernikahan kita terpaksa diundur seminggu setelahnya," terang Anggia pada kekasihnya. Mereka tengah makan malam di sebuah Resto atas permintaan sang gadis yang ingin bertemu dan berduaan dengan sang kekasih. Selain itu, Anggia juga harus menyampaikan kabar ini agar Raga tidak lagi berharap pada kakaknya.Meski pria itu tidak lagi menolak rencana pernikahan mereka, tetapi Anggia tahu, hati dan pikiran Raga masih terpusat pada Ayuna."Mas ...."Anggia mengenggam jemari Raga ketika sang pria sama sekali tidak merespon ucapannya. "Tidak apa-apa, kan kalau pernikahan kita diundur?" Raga menggeleng. Tangan yang digenggam Anggia ia tarik hingga terlepas. "Atur saja sesuka kalian. Bukankah tugasku hanya menurut saja?" jawabnya tersenyum getir. Wajah Anggia menyendu. Sikap Raga berubah semenjak pria itu mengatakan ingin memutuskan hubungan mereka, tetapi ia menolak. Tak ada lagi senyum yang terlihat di wajah tampan itu, pun dengan sikap le
"Kamu cantik sekali, Sayang. "Salma menatap putrinya takjub. Ayuna nampak anggun dalam balutan kebaya berwarna putih dengan riasan wajah yang menambah kecantikan putri pertama Bram tersebut menjadi berkali lipat. "Aku gugup, Ma."Salma tersenyum. Diusapnya bahu sang putri dengan lembut. "Wajar. Mama juga dulu seperti itu," ujarnya menenangkan. Ayuna berusaha mengulas senyum. Gadis yang sebentar lagi mendapat gelar sebagai seorang istri itu mencoba menghilangkan kegugupan dengan menarik napas dan membuangnya secara perlahan. Beberapa saat lagi ia akan mulai membuka lembaran baru bersama Sadewa, pria yang belum lama dikenalnya, tetapi membawa pengaruh besar dalam hidupnya. Sadewa yang menyenangkan. Pria yang berhasil membuatnya nyaman, meski cinta itu belum tumbuh untuk sang pria. "Ma ...."Bram muncul. Pria yang sudah berpakaian rapi itu menghampiri istri pertama dan putrinya dengan raut bingung. "Ini gak salah? Sadewa benar-benar menyewa tempat ini untuk acara? Mama gak ngasih
Selain tamu undangan, keluarga Tanujaya, termasuk Ayuna sendiri tidak ada yang tidak terkejut setelah mendengar nama belakang Sadewa juga mahar yang diberikan pria itu untuk putri pertama Bram. Kata Sah yang terucap dari dua orang saksi bak dengungan lebah di telinga Ayuna. Gadis yang detik itu telah resmi menjadi istri Sadewa, terlalu syok dengan fakta yang baru ia ketahui barusan. Sadewa bukan anak Pak Kardi? Pria yang kini resmi menjadi suaminya ternyata adalah putra dari seorang konglomerat? Entah harus merasa senang atau justru kecewa. Namun yang pasti, Ayuna sangat membutuhkan penjelasan dari Sadewa tentang mengapa pria itu menyembunyikan jati diri yang sebenarnya dari dirinya dan keluarganya. "Silakan. Pengantin wanita mencium tangan pengantin pria." Pak Penghulu memberi arahan. Salma yang paham sang putri sedang syok, mendekat ke arah Ayuna dan mengelus lengannya. Sebenarnya Salma pun masih sangat syok dengan fakta tentang Sadewa. Namun, ibu dari Ayuna tersebut sebisa mun