"Maaf, Yuna. Mas tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan kita."
Raga tidak kuasa menatap wajah kekasihnya. Pria yang berprofesi sebagai seorang Dokter tersebut terpaksa harus mengatakan keinginannya di depan Ayuna saat ini juga, berhubung gadis itu telah mendengar semuanya.Kedatangan Ayuna di saat Raga sedang bersama Anggia telah mengungkap fakta yang selama beberapa bulan ini ia tutupi. Raga berpura-pura sibuk demi menghindari sang kekasih, padahal sesungguhnya ia sedang menikmati kebersamaan dengan Anggia, gadis yang telah membuat hatinya berpaling dari Ayuna.Raga tahu ia adalah pria brengsek yang dengan tega menyakiti gadis tulus seperti Ayuna. Namun, Raga tidak kuasa menampik pesona Anggia dengan segala kelebihan gadis itu yang tidak ia temukan dari diri sang kekasih.Anggia yang manja, Anggia yang lemah lembut, dan dengan hanya mendengar gadis itu berbicara saja, mampu membuat hati Raga berdesir.Kebersamaan mereka selama beberapa bulan ini telah menumbuhkan rasa lain, selain iba di hati Raga, hingga pada akhirnya Anggia mampu menggeser posisi Ayuna di hati pria tersebut."Apa karena Anggia?"Sebenarnya Ayuna sudah tahu alasan mengapa Raga membatalkan rencana pernikahan mereka. Namun, ia hanya ingin mendengar pengakuan langsung dari mulut pria yang saat ini bisa dibilang sudah menjadi mantan kekasihnya.Ya. Raga sudah membatalkan pertunangan mereka dan itu berarti, mereka sudah bukan lagi sepasang kekasih."Kak ... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud--""Aku tidak bertanya padamu." Ayuna memotong ucapan Anggia. "Aku ingin mendengar Mas Raga yang mengatakannya langsung. Benar begitu, kan, Mas? Kamu membatalkan rencana pernikahan kita karena adikku ini?" tunjuknya pada sang adik.Raga mengangguk tanpa ragu. Tidak ada lagi alasan untuk mengelak jika Ayuna sudah mengetahui semuanya. Bukankah akan lebih baik jika diakhiri sekarang saja? Raga tidak ingin justru nantinya mereka akan terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia sebab hatinya sudah bukan lagi milik Ayuna."Ya. Maaf jika fakta ini menyakitimu. Mas tidak kuasa menolak datangnya rasa cinta terhadap Anggia."Ayuna mengepalkan tangan. Matanya mengerjap untuk menahan buliran bening yang hampir menetes.Tidak.Ia tidak boleh menangis di hadapan mereka yang telah menusuknya dari belakang. Ayuna tidak ingin menunjukkan sisi lemah hanya karena diputuskan oleh pria tidak setia seperti Raga."Kalau begitu, aku ucapkan selamat untuk kalian." Ayuna menatap sang adik yang menunduk. "Selamat karena kamu berhasil merebut apa yang aku miliki untuk yang ke sekian kalinya." Kemudian, beralih menatap Raga. "Selamat karena sudah menemukan wanita yang cocok untukmu."Perlahan, Ayuna berjalan mundur. "Perebut dan pengkhianat memang cocok untuk bersatu. Ternyata benar apa kata pepatah, buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Ibunya seorang perebut, dan ternyata sifat Tante Prita telah menular padamu, Anggia.""Kak!" Anggia menggeleng, tak terima sang Mama disangkutpautkan dengan masalah mereka. "Jangan bawa-bawa mamaku! Kalau memang Kakak mau marah, silakan saja marahi aku!""Lho, memang kenyataannya begitu, kan? Ibunya seorang pelakor dan anaknya pun sudah mempunyai bakat seperti itu!""Ayuna! Jaga bicaramu!" bentak Raga. Pria itu panik saat melihat Anggia tersengal dan memegangi dada. Dengan gerakan cepat, Raga menahan tubuh Anggia yang hampir limbung, kemudian ia bawa ke dalam pelukan."Kamu berubah, Yuna. Seharusnya kamu tahu kalau adikmu ini sedang sakit. Jangan menuduhnya yang tidak-tidak karena yang terjadi di antara kita bukan sepenuhnya salah adikmu. Anggia tidak pernah menggodaku. Aku yang membawanya masuk dalam hidupku. Aku yang memutuskan untuk memilihnya ketimbang dirimu!" cecar Raga. Pria itu sulit mengontrol setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, hingga tidak sadar kata-katanya itu makin menambah luka Ayuna.Raga tertegun, merutuki diri yang kelepasan bicara. Ia tatap wajah cantik Ayuna. Tatapan penyesalan karena telah melukai hati sang gadis untuk yang ke sekian kalinya."Terima kasih karena Mas Raga telah membuatku sadar bahwa Mas adalah pria yang tidak pantas untuk menjadi imamku." Suara Ayuna bergetar. "Terima kasih juga selama dua tahun ini pernah memberiku kenangan yang manis." Ayuna tercekat."Ya ... setidaknya Mas pernah membuatku merasa menjadi wanita berharga, setelah ketidakadilan yang aku dapat dari papaku hingga aku pernah berpikir, aku tidak pantas untuk dicintai."Ayuna melepas cincin pertunangan yang tersemat di jari manis tangan kiri, kemudian ia simpan di atas meja. "Ini aku kembalikan," ujarnya sebelum benar-benar keluar dari ruangan Raga, meninggalkan sepasang manusia yang menatap sendu kepergiannya.**Bersambung."Saya senang akhirnya kita bisa berkumpul seperti ini," ujar Bram pada semua orang yang hadir di rumahnya. Malam itu, ia sengaja mengundang Hadiwijaya bersama Miranda, juga Pras dan Yunita untuk makan malam bersama. "Kalian jadi bulan madu?" Tatapan Bram beralih pada Ayuna dan Raga yang duduk di depannya. "Jadi, Pa." Raga yang menjawab. "Aku sudah mengajukan cuti minggu depan.""Baguslah. Nikmati bulan madu kalian. Semoga saja sepulang kalian nanti, ada kabar bahagia untuk kami," ujar Hadiwijaya, ikut membuka suara. "Betul. Semoga saja, tidak lama lagi Athalla, Alika sama Zeya akan punya adik," timpal Miranda dan diaminkan oleh semua orang yang berada di sana. Kebahagiaan benar-benar menyelimuti keluarga mereka setelah mendapat kabar tentang Airin yang mendapat vonis hukuman dua puluh tahun penjara, meski sebenarnya Hadiwijaya tidak puas dengan vonis tersebut karena yang dia inginkan, wanita yang telah menyebabkan putranya meninggal dihukum seumur hidup. Namun, pria paruh baya it
"Jadi, kalian mau bulan madu?" tanya Farhan. Saat ini pria itu sedang menemui Raga di ruangannya. "Iya. Aku sudah ngambil cuti beberapa hari. Gak jauh kok. Cuma ke Bali," jawab Raga. "Memangnya, hubunganmu sama Ayuna sudah membaik, ya? Dia gak sering menghindar lagi?"Raga mengulum senyum. Ingatannya tiba-tiba melayang ke kejadian tadi malam saat pertama kalinya mereka melakukan hubungan suami istri, dan Raga benar-benar dibuat tergila-gila oleh istrinya itu. Ayuna bukan saja memuaskan dahaganya sebagai seorang pria dewasa yang beberapa tahun tidak mendapatkan sentuhan dari seorang wanita, tapi juga membuatnya merasa menjadi pria paling beruntung karena bisa memiliki istri sempurna yang diidamkan banyak pria. "Ya. Hubungan kami sudah jauh lebih baik. Aku sama dia sudah sepakat untuk menjalani pernikahan kami sebagaimana mestinya."Farhan tersenyum lebar. Ia turut bahagia mendengar pernikahan sahabatnya itu sudah membaik dan perjuangan Raga untuk mendapatkan cinta Ayuna lagi tidak b
"Aku tidak percaya, ternyata wanita ib*is itu yang telah membuat Sadewa meninggal," ujar Hadiwijaya dengan mengepalkan tangan. Saat ini, Ia, Bram, dan Raga sedang berada di ruang tamu rumah Raga, sedangkan Salma dan Miranda sedang menemani Ayuna serta cucu-cucunya di kamar. "Dia menyimpan dendam karena dulu ditolak Sadewa dan merasa dipermalukan oleh Ayuna," timpal Raga. "Dan parahnya, ternyata Alex juga terlibat." Hadiwijaya kembali menyahut. Ia sangat terkejut saat mengetahui salah satu reka bisnisnya tersebut adalah suami dari Airin, sekaligus orang yang membantu wanita itu mencelakai putranya. "Kita harus memastikan wanita itu dihukum seberat-beratnya." Bram yang sejak tadi diam, ikut membuka suara. "Itu pasti." Hadiwijaya berdiri, melangkah menuju kamar Ayuna untuk melihat kondisi mantan menantunya itu. Di sana, di kamar itu, Ayuna sedang dipeluk oleh Salma, sedangkan Miranda sedang menatap Athalla dan Alika yang tertidur. Hati Miranda kembali dilanda nyeri saat mengingat me
Raga baru saja selesai mandi saat mendapati Ayuna sedang duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong. Raga mengira, istrinya itu sedang memikirkan sesuatu yang cukup serius karena Ayuna tidak menjawab panggilannya setelah beberapa kali ia menegur sang istri.Raga memutuskan menghampiri Ayuna dengan handuk yang masih tersampir di lehernya. Ia menatap Ayuna dengan lembut, lalu mengusap rambut sang istri penuh kasih. "Sedang memikirkan apa, hmm?" Raga bertanya lembut. "Mas perhatikan, dari kemarin kamu sering melamun."Ayuna sedikit tersentak, kemudian menoleh pada suaminya. "Aku tidak sedang memikirkan apa pun, Mas. Aku hanya sedikit lelah."Raga mengangguk pelan, berusaha mempercayai ucapan istrinya, meski ia menebak Ayuna sedang berbohong.Direngkuhnya kepala sang istri untuk ia sandarkan di bahunya. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita sama Mas. Jangan dipendam sendirian."Ayuna tersenyum tipis. Ia mulai merasa nyaman dengan sentuhan dan perhatian dari suaminya.
Alex duduk di kursi mobilnya setelah meninggalkan Hadiwijaya dan keluarganya. Meski ia sempat berpamitan dengan sopan, pikirannya terus berputar tentang Ayuna. Bayangan wajahnya dan cara Ayuna menatapnya membuat dadanya berdebar, meskipun ia tahu itu salah. Ayuna adalah istri Raga, dan lebih dari itu, mantan istri Sadewa, musuh yang tak pernah ia temui, namun sudah menjadi bagian dari hidupnya melalui cerita-cerita Airin.“Kenapa aku merasa seperti ini?” gumam Alex, menatap keluar jendela, mencoba mengabaikan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Dia menghembuskan napas panjang, seolah-olah mencoba mengeluarkan perasaan tersebut.Tapi semakin dia mencoba, semakin kuat bayangan Ayuna menghantui pikirannya.Airin selalu menggambarkan Ayuna sebagai wanita licik yang berhasil merebut Sadewa darinya. Namun, dari setiap interaksi singkat yang terjadi, Ayuna tak pernah terlihat seperti wanita yang Airin gambarkan. Sebaliknya, Ayuna selalu menunjukkan sikap yang tenang dan penuh kasih, terut
Alex mengepalkan tangan. Laporan yang ia dapat dari anak buahnya makin membuatnya yakin bahwa Airin tengah bermain curang di belakangnya. Wanita itu menemui seorang pria dan Alex bisa menangkap gelagat tak biasa dari keduanya, apalagi dalam video tersebut pria itu berani mencium istrinya. "Kamu sudah mulai bermain api, Airin. Jika terbukti hubunganmu dengan pria itu sudah sangat jauh, aku tidak akan berpikir dua kali untuk membuangmu," gumam Alex dengan mata yang terus tertuju pada video yang dikirimkan anak buahnya. Alex memang mencintai Airin. Namun, pria itu sangat membenci yang namanya pengkhianatan dan tidak akan pernah ada kata maaf untuk yang satu itu. Alex berdiri dari tempatnya duduk. Pria itu berjalan ke arah balkon dengan sebatang rokok yang menyelip di sela-sela jemarinya. Ia hisap benda tersebut dan menghembuskan asapnya ke udara. Kilasan masa lalu ketika ia pertama kali bertemu Airin hingga jatuh cinta dan memutuskan menikahi wanita itu melintas dalam ingatan pria ber