Share

Bab 6

Pagi ini aku terlihat segar dan ceria. Aku bahkan menyapa seluruh karyawan yang aku temui di koridor dan di restoran. Tapi ini tidak berarti mood ku telah kembali, aku tidak ingin terlihat lemah dan aku ingin membuktikan bahwa aku baik-baik saja walau sudah putus dari Ritchie. Dia tak sepenting itu sehingga bisa terus mempengaruhiku.

"Jadi kayaknya kalo diliat dari gelagat kamu, semalam kamu itu gak beneran sakit, kan?" Lucas menyapaku di area bar dengan senyuman yang mampu melelehkan hati para tamu dan karyawan wanita di sini.

Aku menaikkan alisku pura-pura tak mengerti. "Kamu gak percaya sama aku, Luke? Jadi arti pertemanan kita selama ini apa?" Aku mengatakannya dengan helaan nafas yang kubuat sedemikian rupa.

"Kali ini aku percaya kalo kamu sakit." Lucas menatapku seolah-olah aku adalah hal yang paling menjijikkan di dunia ini. Satu hal yang tak bisa di terima Lucas, aku yang menunjukkan aktingku dengan pura-pura lelah dan pura-pura imut.

Aku hanya tertawa mendengar kalimatnya. Aku rasa moodku akan segera membaik. Ini yang harusnya aku lakukan sejak dulu. Berkumpul bersama teman baikku tanpa melibatkan orang lain yang pada akhirnya hanya menghancurkanku.

“Aku putus.” Aku membisikinya yang kebetulan berada dekat di sampingku.

Hari ini tamu yang sedang menikmati sarapannya di restoran tidak banyak, karena ini weekday. Jadi aku bisa memerankan apa yang sebenarnya di lakukan oleh supervisor, memantau karyawan lain dan juga para anak magang yang mondar-mandir melayani tamu. Sangat bukan aku sebenarnya, tapi apa salahnya menikmati selagi bisa.

Lucas menatapku kaget, dan ada binar senang di matanya. Ia seperti sudah menunggu lama untukku mengatakan itu padanya. Teman-temanku juga sangat tak menyukai hubungan romantisku dan Ritchie. Benar jika cinta membutakan, pendapat orang terdekatku tak pernah kudengarkan, dan aku seperti mendapat karma karena hal itu.

“I want detail,” ucapnya. Lucas bahkan sudah memusatkan perhatian penuh padaku.

Aku sedikit menundukkan kepala, sejenak berpikir. Belum ada satu orangpun dari sahabatku yang tahu cerita ini, termasuk Ina. Tio bahkan tak sepenuhnya tahu alasanku putus, ia hanya tahu ini semua karena Tsania. Tak sepenuhnya salah, tapi yang semakin membuatku yakin untuk mengakhiri hubungan ini adalah Ritchie sendiri.

“Ceritanya panjang, dan aku yakin kamu pasti udah bisa duga kenapa aku putus,”

“Kamu gak nyesel, kan putus sama dia?”

Aku menatap Lucas yang tampak tak yakin dengan ucapanku. Itu sangat wajar, karena sejak dulu cintaku sangat kuat dan sama sekali tak menghiraukan pendapat orang lain tentang Ritchie. Tapi kali ini aku seperti sudah di sadarkan, dan sama sekali tak berniat untuk menarik ucapanku. Aku bangga pada diriku sendiri karena berhasil lepas dari Ritchie.

“Itulah alasan kenapa aku bisa tersenyum lebar pagi ini, dan Vania yang dulu udah menghilang dari raga ini. I’m the new Vania.” Aku menaikturunkan alis dan tersenyum padanya.

Sejujurnya aku sudah tak peduli lagi, kalau aku bahagia saat ini lalu beberapa saat kemudian aku kembali merasakan sakit. Itulah yang harus aku lalui untuk saat ini dan beberapa waktu kedepannya. Aku sudah bisa melaluinya, dan sangat kebal tentunya.

Lucas langsung mencubit kedua pipiku dan menggoyangkannya tanpa merasa bersalah sedikitpun. “That’s my Vania! Kemana aja kamu selama ini baru sadar, hah?” Dan ia langsung melepaskannya tanpa rasa bersalah juga.

“Kamu tahu, aku bisa ngasih rekomendasi pemecatan karyawan ke Pak Robert sekarang juga,” Aku memegangi kedua pipiku yang sangat sakit karena cubitannya yang tak berperasaan itu.

“Dan kamu bakal kehilangan temen kayak aku, aku ragu kamu bisa ngelakuin itu.” Lucas tertawa dengan penuh kemenangan, dan aku hanya mencibirnya.

“Duh, masih pagi udah mesra-mesraan aja kalian.” Dwi menimpali kami berdua yang tiba-tiba saja sudah muncul di tengah-tengah kami.

“Ada yang lebih iri, Wi, tapi si Lucas ini sok kegantengan banget ngacuhin cewek itu,”

Dwi terlihat sedikit penasaran dengan kalimatku barusan, ia bahkan mendekatkan wajahnya untuk mendengar lebih rinci kalimatku.

“Yang lagi berdiri di depan stand omelette, dia dari tadi ngeliatin aku sinis banget, tapi dari pertama dia ketemu aku udah kayak gitu sih, dia.”

Dwi melihat terang-terangan Bella yang sedang berdiri menatapku dengan sinis, ia bahkan tak ragu memperlihatkannya. Aku tidak peduli sebenarnya, ia hanyalah anak magang yang kebetulan adalah sepupu dari Tsania. Dan fakta bahwa ia menyukai Lucas, aku tak peduli karena aku sudah bersahabat dengan Lucas, sebelum ia menginjakkan kaki di hotel ini dan menyukai Lucas. Lain kali aku akan menunjukkan betapa berpengaruhnya aku di sini, aku menunggu saat yang tepat untuk itu.

“Aku bahkan sering banget liat dia ngobrol sama anak magang lainnya, gosipin Mbak Vania. Dan yang jelek-jelek pastinya. Bang Lucas emang beda, ya, fansnya.”

Dwi menepuk bahu Lucas beberapa kali, menunjukkan wajah prihatinnya. Dan sudah bisa di tebak bagaimana jeleknya wajah Lucas saat ini. Ia sangat membenci fakta bahwa Bella menyukainya, apalagi Bella adalah sepupu Tsania. Untuk kalian tahu, Lucas sangat membenci Tsania. Alasannya?

Sebaiknya kalian cari tahu sendiri, karena aku tak akan memberitahu kalian.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status