Share

Bab 9

Aku kembali ke rutinitasku seperti biasa, hari ini aku terlihat lebih ceria dari biasanya bahkan terlalu ceria menurut ukuranku. Sesama temanku di restoran ini bahkan sampai heran dengan sifatku hari ini, aku tak pernah seceria ini sebelumnya, bisa dibilang aku satu-satunya senior yang pelit senyum. Tapi itu akan berbeda ketika berhadapan dengan tamu, aku harus menampilkan senyumku apapun masalahku saat ini.

"Kamu lebih banyak senyum kayaknya, ya, hari ini?" Tanya pak Robert yang menemaniku berjaga di bar. Pak Robert ini merupakan Manajer yang sangat humble dan selalu membaur dengan kami-kami ini yang merupakan bawahannya.

"Aneh ya, pak?" Tanyaku ringan.

"Itu malah bagus jadi terlihat fresh dan saya gak perlu sering-sering negur kamu, kan?"

Aku tertawa mendengar ucapan Pak Robert. Ya aku memang sering mendapat teguran karena sifatku yang satu itu. Aku tak pernah tahu seperti apa wajahku yang sering aku tampilkan. Mereka selalu bilang kalau aku harus sering-sering tersenyum, dan ketika aku melakukannya mereka akan berkata bahwa aku tak sepenuhnya mencintai pekerjaanku karena senyumku sangat dipaksakan. Well, mungkin ini karena bawaan wajahku yang sudah jutek dari lahir.

"Oh ya, bagaimana hubungan kamu dengan Ritchie? Berjalan lancar?"

Damn! Kenapa harus pertanyaan itu? Aku tak tau harus menjawab apa sekarang.

"Lancar dong, pak. Senyumnya aja lebar gitu. Apa jangan-jangan kalian udah lamaran ya?" Lucas menjawab pertanyaan pak Robert sebelum aku bisa menjawab. Padahal ia sangat tahu kalau aku sudah putus, dan satu hotel ini mungkin sudah tahu.

Aku hanya mampu tersenyum menanggapi, aku tak ingin berbicara banyak. Karena apapun yang aku bicarakan, orang lain pasti tak akan menerimanya dengan baik. Mereka sudah terlanjur tahu aku seburuk apa—padahal sebaliknya—tapi, toh aku tak peduli. Terlalu lelah juga untuk menanggapi.

“Kamu tahu anak magang yang baru itu, kan? Bella?” Pak Robert bertanya lagi.

“Tahu, Pak.”

“Ada masalah sama dia, dan Vero juga udah sering ngelaporin ini sama saya. Tentang pakaiannya, sikapnya ketika melayani tamu pria. Mungkin kamu harus tegur dia.”

“Kenapa bukan Kak Vero aja yang langsung tegur, Pak?”

“Kamu tahu sendiri sifat Vero itu bagaimana, dan Bella itu luar biasa keras kepala. Saya sudah siapin surat peringatan untuknya,” ucap Pak Robert lagi.

Pak Robert menepuk bahuku pelan, dan berlalu meninggalkan aku dan Lucas. Aku hanya menatap Lucas, sama sekali tak memiliki ide apapun untuk melaksanakan tugas yang di berikan Pak Robert.

“Kak Vero hari ini gak masuk, ya?” Aku bertanya pada Lucas.

“Iya, ini kan hari liburnya.”

Kak Vero adalah asisten Pak Robert, lebih senior dari semua karyawan restoran di sini. Umurnya masih di awal tiga puluh, dan dia sangat terkenal galak. Dia wanita yang paling di takuti di sini, dan sangat jarang karyawan ingin berurusan dengannya. Jadi, jika Kak Vero sudah tak ingin menegur karyawan yang berbuat salah, itu artinya dia sudah sangat marah.

Dan Bella sangat berani sekali jika berani menentang Vero.

“Aku udah nyerahin surat resign ke Pak Robert.”

Lucas seketika memfokuskan pandangannya padaku, ia terlihat sangat kaget. Dia orang kedua yang tahu setelah Pak Robert. Aku bahkan tak memberitahu Ina.

“Kamu gak serius, kan?”

Aku sebenarnya ingin tertawa melihat Lucas yang sangat kaget di hadapanku ini, tapi tentu saja tak aku lakukan.

“Minggu depan aku bakal ambil cuti tiga hari buat wawancara di Ubud. Jadi aku serius, Luke. Muka kamu tegang banget, sih.” Pada akhirnya aku tetap tersenyum juga karrena melihat wajahnya itu.

“Kamu tiba-tiba banget ngasih taunya, dan kamu sama sekali gak pernah cerita tentang ini. Apa gara-gara Ritchie?” tanya Lucas penuh selidik.

“Kamu tahu, semua yang aku lakuin di sini selalu di kaitkan dengan Ritchie. Aku sampe muak banget rasanya, dan karenanya aku bakal pergi dari sini. Lagian hari terakhir aku kerja masih sebulan lagi, jadi ini gak mendadak, Luke.”

“Dan Pak Robert setuju?” Lucas masih menatapku dengan tak percaya, ia terlihat sangat terkejut.

Aku hanya mengangkat kedua bahuku, “Buktinya ada tugas negara terakhir.”

Lucas menghela napasnya, dan tetap menatapku. Aku bahkan jadi canggung karena tatapannya itu. Ia tak mengalihkan pandangannya sekalipun dari wajahku.

“Kamu gitu banget liatnya….”

Lucas segera mengalihkan pandangannya. Aku pun berusaha menormalkan diriku lagi, baru kali ini Lucas menatapku sedalam itu.

“Luke, tolong suruh anak-anak atur meja sama kursi buat acara besok pagi, abis itu suruh Bella nemuin aku di ballroom.”

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status