Aku kembali ke rutinitasku seperti biasa, hari ini aku terlihat lebih ceria dari biasanya bahkan terlalu ceria menurut ukuranku. Sesama temanku di restoran ini bahkan sampai heran dengan sifatku hari ini, aku tak pernah seceria ini sebelumnya, bisa dibilang aku satu-satunya senior yang pelit senyum. Tapi itu akan berbeda ketika berhadapan dengan tamu, aku harus menampilkan senyumku apapun masalahku saat ini.
"Kamu lebih banyak senyum kayaknya, ya, hari ini?" Tanya pak Robert yang menemaniku berjaga di bar. Pak Robert ini merupakan Manajer yang sangat humble dan selalu membaur dengan kami-kami ini yang merupakan bawahannya.
"Aneh ya, pak?" Tanyaku ringan.
"Itu malah bagus jadi terlihat fresh dan saya gak perlu sering-sering negur kamu, kan?"
Aku tertawa mendengar ucapan Pak Robert. Ya aku memang sering mendapat teguran karena sifatku yang satu itu. Aku tak pernah tahu seperti apa wajahku yang sering aku tampilkan. Mereka selalu bilang kalau aku harus sering-sering tersenyum, dan ketika aku melakukannya mereka akan berkata bahwa aku tak sepenuhnya mencintai pekerjaanku karena senyumku sangat dipaksakan. Well, mungkin ini karena bawaan wajahku yang sudah jutek dari lahir.
"Oh ya, bagaimana hubungan kamu dengan Ritchie? Berjalan lancar?"
Damn! Kenapa harus pertanyaan itu? Aku tak tau harus menjawab apa sekarang.
"Lancar dong, pak. Senyumnya aja lebar gitu. Apa jangan-jangan kalian udah lamaran ya?" Lucas menjawab pertanyaan pak Robert sebelum aku bisa menjawab. Padahal ia sangat tahu kalau aku sudah putus, dan satu hotel ini mungkin sudah tahu.
Aku hanya mampu tersenyum menanggapi, aku tak ingin berbicara banyak. Karena apapun yang aku bicarakan, orang lain pasti tak akan menerimanya dengan baik. Mereka sudah terlanjur tahu aku seburuk apa—padahal sebaliknya—tapi, toh aku tak peduli. Terlalu lelah juga untuk menanggapi.
“Kamu tahu anak magang yang baru itu, kan? Bella?” Pak Robert bertanya lagi.
“Tahu, Pak.”
“Ada masalah sama dia, dan Vero juga udah sering ngelaporin ini sama saya. Tentang pakaiannya, sikapnya ketika melayani tamu pria. Mungkin kamu harus tegur dia.”
“Kenapa bukan Kak Vero aja yang langsung tegur, Pak?”
“Kamu tahu sendiri sifat Vero itu bagaimana, dan Bella itu luar biasa keras kepala. Saya sudah siapin surat peringatan untuknya,” ucap Pak Robert lagi.
Pak Robert menepuk bahuku pelan, dan berlalu meninggalkan aku dan Lucas. Aku hanya menatap Lucas, sama sekali tak memiliki ide apapun untuk melaksanakan tugas yang di berikan Pak Robert.
“Kak Vero hari ini gak masuk, ya?” Aku bertanya pada Lucas.
“Iya, ini kan hari liburnya.”
Kak Vero adalah asisten Pak Robert, lebih senior dari semua karyawan restoran di sini. Umurnya masih di awal tiga puluh, dan dia sangat terkenal galak. Dia wanita yang paling di takuti di sini, dan sangat jarang karyawan ingin berurusan dengannya. Jadi, jika Kak Vero sudah tak ingin menegur karyawan yang berbuat salah, itu artinya dia sudah sangat marah.
Dan Bella sangat berani sekali jika berani menentang Vero.
“Aku udah nyerahin surat resign ke Pak Robert.”
Lucas seketika memfokuskan pandangannya padaku, ia terlihat sangat kaget. Dia orang kedua yang tahu setelah Pak Robert. Aku bahkan tak memberitahu Ina.
“Kamu gak serius, kan?”
Aku sebenarnya ingin tertawa melihat Lucas yang sangat kaget di hadapanku ini, tapi tentu saja tak aku lakukan.
“Minggu depan aku bakal ambil cuti tiga hari buat wawancara di Ubud. Jadi aku serius, Luke. Muka kamu tegang banget, sih.” Pada akhirnya aku tetap tersenyum juga karrena melihat wajahnya itu.
“Kamu tiba-tiba banget ngasih taunya, dan kamu sama sekali gak pernah cerita tentang ini. Apa gara-gara Ritchie?” tanya Lucas penuh selidik.
“Kamu tahu, semua yang aku lakuin di sini selalu di kaitkan dengan Ritchie. Aku sampe muak banget rasanya, dan karenanya aku bakal pergi dari sini. Lagian hari terakhir aku kerja masih sebulan lagi, jadi ini gak mendadak, Luke.”
“Dan Pak Robert setuju?” Lucas masih menatapku dengan tak percaya, ia terlihat sangat terkejut.
Aku hanya mengangkat kedua bahuku, “Buktinya ada tugas negara terakhir.”
Lucas menghela napasnya, dan tetap menatapku. Aku bahkan jadi canggung karena tatapannya itu. Ia tak mengalihkan pandangannya sekalipun dari wajahku.
“Kamu gitu banget liatnya….”
Lucas segera mengalihkan pandangannya. Aku pun berusaha menormalkan diriku lagi, baru kali ini Lucas menatapku sedalam itu.
“Luke, tolong suruh anak-anak atur meja sama kursi buat acara besok pagi, abis itu suruh Bella nemuin aku di ballroom.”
**
Aku berdiri di tengah-tengah ballroom yang sudah penuh dengan meja bundar beserta kursinya. Kami harus bersiap untuk acara besok, walaupun hanya untuk lima puluh tamu. Aku melihat ke sekelilingku, aku tak percaya akan meninggalkan tempat yang sudah membesarkanku selama ini. Pemandangan ini akan sangat kurindukan nantinya. Hal yang sangat aneh kurasakan saat ini adalah, aku sangat jarang bertemu Ritchie. Bahkan hampir tak pernah. Aku bukan dengan sengaja menghindarinya, aku bekerja seperti biasanya. Tapi itu hal bagus sebenarnya, jadi aku tak perlu berpura-pura menghindarinya. Pintu di hadapanku terbuka, dan Bella muncul dengan wajah sinisnya. Hanya ini masalahku yang tersisa saat ini. Aku bahkan tak mengerti atas alasan apa ia membenciku, kami juga tak pernah saling sapa. Aku sangat menjunjung tinggi senioritas, apalagi jika itu menyangkut karyawan baru ataupun anak magang. Terdengar sombong, tapi itu prinsipku. Tapi masih di batas wajar, aku juga tak terlalu mengekang bawahanku. Ak
Aku kembali bekerja setelah menyelesaikan urusan di Bali. Sejauh ini tak ada yang tahu aku mengundurkan diri, hanya Lucas dan Pak Robert. Tapi jika Lucas sudah membocorkannya, maka satu hotel akan mengetahuinya. Lucas bukan tipe orang yang akan membocorkan sesuatu tanpa tedeng aling-aling, tapi jika ada yang bertanya, maka Lucas tak segan untuk menceritakan semuanya.Pagi ini hotel terlihat ramai, padahal ini hari rabu. Aku melihat ke sekeliling dan hampir semua karyawan terlihat mondar mandir untuk melayani tamu. Tapi Lucas tak terlihat di manapun, mungkin ia masuk sore. Aku menuju bar untuk menghampiri Dwi yang sibuk meracik minuman.“Hai, Wi. Tumben rame, ya?”“Hai, Mbak. Iya nih, ada grup dari Singapor. Gimana cutinya?” Dwi menjawab pertanyaanku sembari fokus pada mocktail yang sedang ia racik.“Lucas gak cerita sama kamu, ya?”“Cerita apa, Mbak?”Biasanya jika ada berita apapun yang menyangkut diriku, Lucas akan menceritakan langsung pada Dwi. Tumben sekali kali ini dia lebih men
Tapi sepertinya doaku tak di kabulkan. Aku baru saja sampai di kosku, dan menemukan Tsania sedang duduk di teras kamar kosku. Aku ingin mengurungkan niat untuk memasuki gerbang, tapi aku tak ingin terlihat seperti pengecut. Dan juga, bukan aku yang bersalah di sini. Jadi aku tetap melangkah maju, mereka sudah menghancurkan hidupku sedemikian rupa. Jadi lebih baik jika di hancurkan langsung semuanya. "Tumben, Tsan." Aku menyapanya dengan datar. Tak ada alasan untuk ramah padanya setelah semua yang terjadi. Lagipula aku heran, bagaimana bisa ia menemuiku setelah semua gosip yang ia sebarkan? Apa ia ingin meminta maaf? Atau ingin mengorek cerita lebih dalam agar bisa di jadikan bahan gosip lain? "Iya nih, boleh ngobrol-ngobrol sebentar, Van? Atau kamu mau langsung istirahat?" tanyanya. Ia menunjukkan wajah tak bersalah, dan masih bisa tersenyum, bagaimana seseorang bisa melakukan semua hal seperti ini? Aku akui ia memang cantik, wajahnya hampir mirip dengan Bella. Tapi sangat di sayan
Aku menatap dengan seksama matahari terbit yang sangat indah menyinari pantai ini. Pantai ini selalu menjadi tempat tujuan ketika mendapatkan hari liburku, karena jaraknya yang jauh dengan tempat kosku, dan aku juga tak mungkin mampu berkendara selama lebih dari satu jam hanya untuk mengunjungi pantai ini di hari biasa. Sudah hampir enam bulan aku tinggal dan bekerja di Bali. Aku menyukainya. Setidaknya aku sudah menemukan kenyamananku di kota ini. Dan aku selalu menghabiskan seharian berada di pantai Sanur ini, terkadang aku juga mengunjungi pantai Kuta. Aku hampir mendatangi seluruh pantai yang ada di Bali sepertinya. Aku bekerja di Kayon Resort yang terletak di Ubud, salah satu daerah di Bali yang terkenal dengan budayanya. Awalnya aku memilih resort ini hanya untuk berlibur, ketika aku sedang menghadapi masalahku saat itu. Tapi, kemudian aku malah mengirimkan lamaranku dan mereka meresponnya dengan baik. Tapi aku bersyukur saat itu karena langsung menerimanya tanpa berpikir dua
Aku kembali melanjutkan aktifitas seperti biasa, setelah aku menghabiskan satu hari penuh bersama Lucas. Aku tetap merasa lelah walaupun sudah libur, karena Lucas tentunya. Jika saja ia tidak memaksa untuk di temani berkeliling Bali, maka aku tidak akan selelah ini. Tapi aku tetap menikmatinya. Keuntungan bekerja di resort, aku tidak perlu menyibukkan diriku untuk menyiapkan buffet breakfast yang selalu ada di setiap city hotel. Bisa di bilang pekerjaanku cukup santai, walaupun tanggunng jawab yang kumiliki cukup besar karena aku yang mengepalai restoran di resort ini. Jabatanku hanya sementara, aku melamar sebagai asisten manajer di resort ini, tapi selang beberapa hari aku bekerja di sini, manajer restoran ini mengundurkan diri. Dan karena belum ada penggantinya, maka aku sementara menjadi manajer restoran di resort ini. Sejauh ini aku bekerja, tak ada kesulitan yang berarti kecuali mengenakan seragam. Karena konsep resort ini sendiri sangat kental budaya Bali, maka seragam yang k
Canyon jetty ini adalah salah satu dek yang ada di kanyon resort. Letaknya di tepi sungai dengan suara alami air terjun yang akan menemani para tamu yang akan menikmati hidangan di dek ini. Canyon jetty ini juga digunakan untuk mereka yang ingin melakukan yoga. Suasana yang di ciptakan sangat menenangkan jiwa, mampu menyembuhkan pikiran yang sedang stres.Aku juga termasuk salah satunya. Biasanya aku akan berlama-lama menatap air terjun itu sembari mendengarkan suara gemericik air yang turun lalu menghantam bebatuan yang ada di dasar. Suasana itu memang sangat menenangkan.Canyon jetty hanya dibuka untuk makan siang dari pukul sebelas siang, sampai pukul lima sore. Untuk mereka yang ingin menikmati kopi dan teh sorenya, sangat di rekomendasikan tempat ini.Saat ini aku sedang menunggu tamu yang sudah mereservasi meja di canyon jetty, dari yang aku dengar mereka adalah pasangan. Dan mereka mengharapkan makan siang yang romantis di sini. Terkadang aku merasa seperti miris dengan diriku
Aku masih bisa mengingat dengan jelas pria yang waktu itu tiba-tiba mencurahkan isi hatinya padaku, bahwa dia baru saja di putuskan oleh tunangannya. Sudah satu minggu berlalu, tapi aku bisa mengingatnya. Aku bahkan menceritakan hal itu pada Mbak Gita dan juga Emi. Mereka hanya tertawa. Tapi aku tetap mendapatkan tip yang ia janjikan.Aku sebenarnya sudah menolaknya, aku tak ingin mengambil kesempatan ketika orang tersebut sedang menghadapi masalah. Tapi ternyata ia memaksa, dan berterima kasih sudah menemaninya. Padahal bisa di bilang aku tak melakukan apapun, aku hanya berdiri di belakangnya sampai ia memutuskan untuk pergi.Harapanku hanya satu, semoga dia bisa segera lepas dari semua permasalahnnya. Dia terlihat seperti pria baik, walaupun senyumnya tak pernah terlihat bahkan sampai ia pergi.“Jadi, Mbak gak minta nomor hape cowok itu? Padahal lumayan, kan dia lagi butuh hiburan gitu,” ucap Emi. Ia adalah orang yang paling heboh merespon ceritaku. Ia juga sampai menyusun skenario a
Setelah mengeluarkan kemampuan mengebutku yang sangat payah, aku berhasil sampai di Kuta tepat pada pukul lima kurang sepuluh menit. Aku memarkirkan motor yang yang kugunakan sedikit asal, pasti ada tukang parkir yang akan mengaturnya nanti. Karena efek buru-buru itu, aku bahkan masih mengenakan kebaya dan juga kain kamen, dan tak lupa sepatu fantofel yang ada di genggaman tanganku, yang kulepas agar bisa merasakan pasir pantai ini. Aku sangat salah kostum datang ke pantai ini, aku bahkan bisa merasakan mata dari para turis yang memandangku, tapi aku tidak peduli. Aku hanya terus berjalan menuju spot yang bisa melihat matahari terbenam dengan jelas. Setelah menemukannya, aku hanya terus berdiri, sangat tidak memungkinkan untukku duduk di pasir dengan kain ini. Walaupun kaki ini sedikit keram, tapi tak masalah, karena aku sangat mencintai pantai, matahari terbit dan juga matahari terbenam. Hanya beberapa menit, dan perlahan matahari itu mulai turun dengan cahaya oranye yang sangat in