Share

Bab18

Aku melewati meja resepsionis ketika selesai mengantar pesanan tamu, aku hendak bersiap pulang karena jam kerjaku sudah selesai.

“Van…”

Suara panggilan dari Ismi, salah satu resepsionis yang bertugas sore ini menghentikanku. Aku menghampirinya, “Kenapa?”

“Ada yang nyariin kamu, katanya dia temen kamu,” ucap Ismi sembari menunjuk orang yang di maksud, orang itu duduk di sofa yang membelakangi meja resepsionis.

“Tamu di sini?” Aku bertanya lagi.

“Iya, dia baru aja check-in, katanya sebelum ke villanya dia mau ketemu kamu dulu.”

Aku hanya menganggukkan kepala dan berterima kasih pada Ismi. Aku segera menghampiri orang itu. Setahuku, aku tak memiliki teman di Bali kecuali rekan kerjaku. Apa mungkin itu Lucas? Dia kemarin berjanji akan berkunjung lagi ketika cutinya sudah di terima oleh Pak Robert.

Atau yang lebih buruknya, itu Ritchie atau Tio.

Aku mendekatinya dengan perlahan, untuk memastikan siapa pria ini, “Permisi.”

Pria itu mendongakkan wajahnya, dan ini adalah wajah yang kutemui minggu lalu di Pantai Kuta. Erlangga. Kejutan macam apa ini?!

Dia sontak berdiri dan tersenyum dengan lebarnya, “Hai. Kamu gak lupa lagi dengan wajah ini, kan?” tanyanya dengan ramah.

Aku tersenyum sungkan lalu mulai menyadarkan diriku sendiri. Mungkin ia tak berniat memberiku kejutan, hanya saja eksistensinya sudah sangat mengejutkanku. Pertemuan kami waktu itu bukan jenis pertemuan yang mampu membuat kami berteman dekat seperti ini. Pria ini penuh kejutan, dan aku tidak suka dengan kejutan.

Aku tertawa sedikit, “Bapak menginap di sini?” tanyaku sopan. Kami dalam posisi tamu dan pelayannya, jadi tentu saja harus formal.

“Gak perlu terlalu formal, aku juga belum setua itu untuk di panggil Bapak.”

Pria ini masih terus menunjukkan senyum yang sangat mempesona itu. Aku tak ingin mengakuinya, tapi ia sangat tampan hingga sulit untuk menolak pesonanya. Beruntung aku memiliki kontrol diri hingga tak perlu terlalu lama mengaguminya.

“Profesionalitas kerja. Selamat menikmati villanya, mungkin kita sesekali akan bertemu,” ucapku dengan senyum tipis yang masih setia kuberikan.

“Bagaimana kalau aku ingin kita sering bertemu? Aku tak keberatan jika kita harus bertemu sesering mungkin.”

Makan malam minggu lalu itu membuatnya memaksakan diri dengan panggilan ‘aku’ agar tak terlalu formal dan lebih cepat akrab. Aku tak semudah itu mengiyakan, aku sangat menghindari seseorang yang berusaha sok dekat denganku. salahkan saja semua masa lalu burukku hingga mengubah diriku menjadi sering curiga pada orang lain.

Aku kembali menunjukkan senyum simpulku. Ia sangat tampan, dan aku hanyalah gadis biasa yang tak memiliki imun dengan pria sepertinya, tapi aku juga wanita yang memiliki pengalaman buruk terhadap pria. Pria dengan tipe ini hanya perayu ulung yang akan meninggalkan satu wanita untuk wanita lainnya, jadi aku tak akan terlalu menanggapinya.

“Selamat sore, Pak, saya permisi.”

Aku hendak berbalik ketika ia menahan pergelangan tanganku. Pria ini sangat berani.

“Jam kerja saya sudah usai, selamat berisirahat,” ucapku. Aku segera melepaskan tangannya dan benar-benar berlalu.

Aku tak ingin berurusan terlalu lama dengan pria seperti itu. Ia sangat buruk dan sangat tak cocok denganku. Dia hanya pria yang baru di putuskan tunangannya dan mencari pengalihan lain dari rasa sakit hatinya.

**

"Jadi tamu kemaren itu cowok yang Mbak bilang ganteng itu?!”

Emi sudah sangat histeris ketika gosip tentang pria yang kutemui di lobi menyebar. Siapa lagi pria yang kutemui selain Erlangga? Gosip sangat cepat menyebar, kan? Entah siapa yang memulainya, padahal aku sama sekali tak ada hubungan dengan pria itu.

Kami sedang beristirahat di loker setelah jam makan siang yang lumayan padat itu. Ini bukan bulan liburan, tapi hampir semua villa terisi sampai minggu depan. Ini menguntungkan untukku, karena aku tak perlu terlalu meladeni Erlangga yang setiap bertemu denganku pasti akan mencoba untuk mengajakku mengobrol lebih lama.

“Gak perlu histeris gitu, Mi. Aku juga gak tahu dia bakal nginep di sini lagi, kalau bisa aku gak mau ketemu dia lagi.” Aku menghela napasku lelah, entah apa yang di inginkan Erlangga dariku.

“Beruntung banget, ya, kayaknya kamu kerja di Bali. Jadi Manajer dan juga bisa dapet pria kaya dalam sekejap, aku jadi penasaran sama pelet yang kamu pakai.”

Aku menoleh ke sumber suara, dan menemukan ‘si uler’ itu sedang berdiri dengan angkuhnya di depan wastafel sambil menunjukkan wajah angkuh, yang sudah tak heran lagi tentunya. Semua tentangnya tak pernah jauh dari kata angkuh, tolong ingat-ingat kata itu untuk beberapa saat.

“Tentu saja, kamu gak merasa iri, kan? Karena kamu kayaknya pengen banget ada di posisiku ini,” balasku tak kalah angkuh.

Aku menantangnya, tentu saja. Apa kalian berpikir aku akan takut pada wanita seperti dia? Itu hanya menodai harga diriku saja, dan lagi populasi wanita seperti dia juga cukup banyak, jadi itu tak mengherankan. Aku juga sudah sering bertemu dengan wanita jenis ini.

Wajah tak terimanya terpantul di kaca wastafel dengan sangat jelas. Walaupun dia senior, tapi sifatnya sangat tak mencerminkan seorang senior, jadi bagaimana mungkin aku bisa menghargai? Mbak Gita sangat jauh lebih baik darinya. Aku juga tak pernah menginginkan jabatan ini, jika saja kalian tahu berapa banyak tanggung jawab yang ada di tanganku.

“Jangan terlalu bangga dengan posisimu saat ini, kamu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” ucapnya lagi. Masih dengan gaya angkuh yang selalu ia banggakan, dan ia berlalu dari loker.

“Aku nunggu banget waktu yang tepat buat pecat dia,” ucapku spontan. Itu memang yang ada dalam benakku sejak dulu.

“Jangan di dengerin, Mbak. Dia emang ngeselin. Semua yang ada di sini juga gak suka sama dia.”

Aku mengiyakan ucapan Emi, tapi ia masih memiliki anak buah yang setia padanya. Citra namanya, dan Citra sangat menurut pada semua yang di katakan wanita itu.

Apa kalian sudah siap jika aku menceeritakan tentang ‘si uler’ ini? Karena aku dengan senang hati akan menceritakannya sekarang. Kalian harus memahami dengan baik dan pikirkan apa dia memang seburuk itu, kalau aku sendiri memang merasa dia seburuk itu, jadi biarkan aku mendeskripsikannya dengan segala ketidaksukaan yang sangat kentara jelas.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status