Share

kebiasaan buruk

Author: Gray
last update Last Updated: 2025-10-02 21:18:01

aku melemparkan tasku ke arah ranjang, di dalam hatiku masih ada sisa rasa sesak yang menggantung. aku fokus menatap lurus ke arah cermin dengan pandangan kosong. di sana diriku seolah mengejek agar terus mengulangi perbuatan bodoh.

namun semakin aku fokus menatap cermin, rasa kesal mulai menyelubungi hati yang gelap ini. rasanya ingin memukul cermin itu agar bisa menenangkan meski ini tidak mungkin. kepalan tangan hampir saja ku layangkan ke arah cermin... namun aku teringat bibi, karena itu aku sadar bahwa hal ini hanya akan menambah masalah.

"sebaiknya aku pergi saja..." gumamku tanpa sadar. namun saat aku mencoba merenung tidak ada yang bisa kulakukan lagi. aku sudah berniat untuk pergi setelah hampir saja memecahkan cermin di kamarku untuk kesekian kalinya.

tanpa berlama-lama aku segera berdiri dari ranjangku—segera setelah itu Hoodie yang menggantung di gantungan ku raih. aku mengenakannya dengan cepat lalu segera keluar rumah dengan hati-hati meski di dada ini ada hal yang mengganjal... tentunya aku pergi tanpa memberitahu bibiku.

hari sudah mulai gelap, suasana di sekitarku hanya di penuhi oleh suara kendaraan yang berlalu-lalang di jalan. selama aku melangkahkan kaki, Banyak sekali orang-orang yang berpapasan denganku. ada yang terlihat berjalan dengan tergesa-gesa, seorang pekerja kantoran yang terlihat kelelahan, dan masih banyak aktivitas lain yang mereka semua kerjakan.

mereka adalah orang-orang yang bekerja keras demi mendapatkan masa depan yang baik. tetapi tidak denganku... di benakku terpikir bahwa diriku di masa depan akan menjadi seorang gelandangan maupun seorang kriminal.

---

sepertinya aku belum memperkenalkan tentang bibi dan pamanku. jika kalian ingin mengetahuinya, biar kuberi tahu tentang mereka.

pamanku bernama Pradipta, biasanya orang-orang di sekitar memanggilnya Pak Dipta, Usia paman tahun ini adalah 50 tahun. dia adalah orang yang baik karena dengan senantiasa membantu siapapun meski itu sebuah masalah kecil tanpa mengharapkan imbalan, karena pamanku selalu menolaknya. kepribadian yang di milikinya sangat istimewa dari orang lain, aku juga tidak bisa menerima kebaikan darinya. rasa malu yang sudah melekat di dalam diriku berkata "kau tidak pantas mendapatkannya".

---

kali ini aku akan menceritakan sedikit tantang bibi yang ku ketahui. bibiku memiliki nama yang indah, Ningrum. dari. sebutannya sudah terdengar memiliki arti lembut, sopan, dan penuh cinta. usianya juga tidak terlalu jauh dari pamanku. sekitar 48 untuk tahun ini. sifat serta kepribadiannya juga persis dengan pamanku—tetapi bibiku lebih mengungguli dari sifat dan kepribadian pamanku.

itu saja sedikit perkenalan dari 2 orang yang sudah merawatku dari dulu. seharusnya mereka tidak perlu merawat berandalan ini karena hal ini akan merugikan mereka.

---

aku mengambil jalan gang yang sepi, hanya di sinari oleh lampu jalan yang temaram. suasana terasa sepi, namun aku segera menghentikan langkahku tepat di depan bar. aku menolah ke arah kaca bar yang buram, namun ada bisikan bahwa aku perlu datang kesana seperti biasa.

aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan ya secara perlahan. langkah kakiku yang tenang perlahan menghampiri pintu bar yang tertutup. sementara saat tepat ada di depannya tanganku segera meraih gagang pintu dan memutarnya.

suara lonceng berdenting pelan mulai terdengar saat pintu ku dorong lebih lebar. seorang bartender berdiri tepat di belakang meja sembari mengelap gelas-gelas basah dengan gerakan profesional.

sementara di belakangnya tertata rapi puluhan jenis minuman alkohol di dalam rak.

saat aku mendekat dan perlahan tanganku menarik kursi, wajah bartender itu terlihat masam—seolah sudah sangat muak dengan kedatanganku yang tak kunjung henti.

ia meletakkan gelas yang di pegangnya. kemudian bartender itu membuka laci di depannya untuk menata gelas-gelas yang sudah ia bersihkan.

"lagi-lagi kau. seharusnya anak sekolah sepertimu tidak seharusnya di sini," ucap bartender itu datar.

"terserah aku. kau tidak perlu mengomentariku,"sahutku dengan sedikit menaikkan daguku. orang sepertinya tidak perlu mencampuri urusan hidup orang lain.

"iya-iya deh. mau pesen apa?" tanya bartender dengan sedikit nada yang seolah-olah mengejekku.

"seperti biasa." Jawabku datar.

lalu dari saku, ku ambil sebungkus rokok yang ku curi dari warung kemarin. sebatang rokok ku tarik tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"pinjam koreknya,"ucapku sembari mengulurkan tangan. wajah sinisnya itu terlihat sudah muak saat aku selalu meminjam korek darinya.

"nih! nanti kembalikan."

aku meraih korek itu. dengan cepat ku nyalakan untuk membakar 1 batang rokok yang sudah terletak di bibirku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   dia?

    beberapa saat kemudian seseorang memasuki kelas yang sudah dianggap hilang dari sekolah ini. tampak seorang perempuan pendek tetapi muda membawa setumpuk buku yang ada didepannya. semua orang dikelas ini tampak menatap sekilas perempuan itu sebelum akhirnya tidak memperdulikannya lagi. aku sangat mengetahui wanita itu adalah orang yang menabrakku sebelumnya karena ketidaksengajaan dan situasi yang diluar dugaan. "selamat pagi semuanya!" serunya. tapi aku mendengar ketegasan dibalik suaranya itu. semua orang reflek menghadap kedepan sesudah mendengar sapaan pagi dari orang baru yang berdiri didepan. "halo semuanya! saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu." katanya riang, tapi aku tahu jika itu hanya dibuat-buat olehnya saja. "perkenalkan nama saya adalan Arina. di sini tanggung jawab saya adalah sebagai wali kelas baru di kelas ini. " setelah dia mengucapkan itu dengan penuh semangat, tampak semua siswa tidak menggubrisnya sama sekali. padahal dia sudah susah-susah memak

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   kawan baru

    pagi itu aku sudah bersiap untuk berangkat kesekolah. setiap langkah perjalananku selalu berpapasan dengan orang yang sangat sibuk. beberapa menit kemudian akhirnya aku sampai disekolahan. aku hanya berharap tidak ada orang yang akan mengangguku, atau kuhabisi saja mereka? yah itu akan membuatku repot nantinya. saat aku memasuki kelas, di sana duduklah seorang laki-laki berambut keperakan tengah sibuk dengan dunianya. jari-jarinya memainkan layar ponsel setiap detik tanpa henti. aku tidak terlalu memperdulikannya, bahkan sepertinya tidak perlu untuk berkenalan dengannya. aku segera duduk di bangku yang sudah kupilih beberapa Minggu sebelumnya saat awal-awal masuk ke sekolah ini. oh benar, sepertinya kelas ini akan ada seorang wali kelas yang mengajar. aku tahu pihak sekolah ini mengirim guru amatiran untuk membimbing para siswa aneh ini. mungkin pihak sekolah ini berniat untuk membuat pengajar baru itu menyerah hingga mengundurkan diri dari sekolah ini... dunia ini memang tida

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   hari yang biasa saja

    Aku mencoba menawarkan diri untuk mengantarkannya sampai kerumah. aku berpikiran dia akan menerima tawaranku. jika dia tidak bisa berjalan mungkin aku akan menggendongnya menggunakan punggungku. "Bagaimana jika kau kuantar pulang?" "tidak perlu, aku akan menelpon seseorang yang akan menjemputku," jawabnya dengan suara datar, aku sedikit kecewa karena tidak bisa mempraktekkan adegan yang kupikirkan seperti di novel romansa yang pernah kubaca dulu. "Seharusnya aku menggendongmu," ucapku spontan, membuat dia terlihat kesal setelah mendengar kalimatku. "Cepat pergi keluar. Sekarang!" bentaknya hingga membuatku kaget. ternyata ada orang sepertinya yang suka merubah perasaanya dalam sekejap. karena permintaanya akupun keluar tanpa pikir panjang, siapa juga yang peduli dengannya? ah... idiot ini memang tidak pernah peduli. aku pun berjalan melewati lorong bangunan sekolah dengan langkah yang santai. saat ini aku berniat untuk tidak pulang secara langsung, mungkin jalan-jala

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   orang yang berani berbicara padaku

    Setelah aku membawa gadis itu ke ruangan UKS, sesegera mungkin aku mencari obat yang ada di kotak P3K. Aku kurang paham bagaimana cara mengobati luka, tetapi aku ingat beberapa orang yang pernah mengobati luka. "Oh benar, aku harus menggunakan es batu," ucapku pelan setelah teringat cara mengatasi kaki terkilir. Menggunakan es batu pasti akan meredakan rasa nyeri yang ada. Gadis itu sedari tadi hanya diam tanpa berbicara sepatah kata pun setelah kugendong paksa kemari. Tapi aku berpura-pura tidak melihatnya saat ia mencuri-curi pandang ke arahku. Karena di ruangan ini tidak ada es, aku berencana mencarinya di kantin sekolah untuk mendapatkannya. Aku akan meninggalkannya sebentar di ruangan ini. "Hei... mau ke mana kau?" Aku menoleh sedikit ke arahnya. "Ada hal yang perlu kuambil. Jangan ke mana-mana." Namun sebelum aku meraih gagang pintu, dia kembali berteriak dengan nada yang tinggi. "A-Aku! Akan melaporkan dirimu jika macam-macam denganku!" serunya. Dia bahkan memegangi bagia

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   Pandangan pertama

    Aku segera mengambil tas yang berada di atas meja dan buru-buru untuk segera keluar dari kelas yang sangat sunyi meski kekesalan masih tersisa di dalam diriku. Siapa sangka hari ini hari cuti bersama, pantas saja aku tidak melihat orang-orang yang sibuk ingin berangkat kerja. tapi pemandangan itu malah di gantikan oleh pemandangan Kakek-kakek aneh yang membuatku jengkel. setiap lorong demi lorong yang sunyi hanya di isi oleh suara langkah kakiku yang menggema di sepanjang lantai. dalam hati aku ingin menghajar bocah itu karena telah berani menipuku setelah kesabaran yang kucurahkan ini sangat luas. "menyebalkan... apa gak ada hal yang menarik gitu?" ucapku untuk memecah keheningan di sepanjang lorong. aku pun berbelok di persimpangan lorong yang cukup gelap— Brukk!!! "aduhhh!'" aku agar sedikit terpental saat menabrak sesuatu hal yang tidak terduga. saat pandanganku teralihkan, seorang gadis cantik nan anggun berambut hitam yang berkilau saat terkena sedikit sedikit cahaya m

  • Pilihan Untuk Menjadi Baik   Aku Terlalu Bodoh

    Pagi itu seperti biasa, aku berangkat kesekolah pagi-pagi sekali karena jaraknya lumayan jauh. Karena ini kesempatan terakhir aku bersekolah aku merasa tidak pantas jika menyia-nyiakan usaha yang telah di lakukan oleh paman dan bibiku. ‎ ‎Saat ini di halte bus terasa sangat sepi, hanya ada diriku yang berdiri setia menunggu bus datang dari arah timur. Biasanya setiap hari aku selalu melihat halte ini ramai di penuhi orang-orang yang sibuk menggapai masadepan mereka. ‎ ‎Aku menoleh ke arah timur berharap bus segera muncul. di sisi lain aku mencoba memainkan ponsel baru yang di berikan oleh Lia. dia memberikan ini dengan alasan bahwa aku akan selalu di awasi olehnya. yahh... meski diriku yang bodoh ini kurang paham untuk menggunakan semacam teknologi. saat aku terlalu fokus cara mengirim pesan kepada seseorang—bus berukuran sedang sudah berhenti di depanku. "tiba-tiba banget udah didepanku." aku segera naik kedalam bus dan mencari tempat duduk yang serasa nyaman untukku. a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status