Share

Tidak Sengaja

Memberikan jawaban ambigu membawa Lily berhadapan dengan ketiga orang lainnya, mulut ember Bella membuat semuanya tahu. Lily menceritakan semuanya pada mereka berlima di saat mereka bertemu di cafe yang dimiliki keluarga dari suaminya Fransiska, tempat private akan selalu ada untuk mereka berenam.

“Kok bisa Mas Surya punya teman gay?” Yena bergidik ngeri setelah Lily selesai bercerita “Mas Surya memang nggak tahu?” Lily hanya mengangkat bahunya “Uangmu gimana?”

“Menanti, mau lihat aja dia bayar nggak. Lagian juga nggak berharap dia bayar, model begitu nggak akan bayar.” Lily mengatakan dengan nada pasti dan penuh keyakinan “Kenapa anak kalian nggak diajak?”

“Bapaknya mau quality time.” Fransiska menjawab santai “Lagian kalau kita ketemu pasti banyak yang dibahas, Mas Leo nggak mau anak kita terkontaminasi sama kalian.”

“Anjir! Apaan itu bahasanya? Emang kita ngapain?” Bella menatap tidak terima dengan perkataan Fransiska yang memilih mengangkat bahunya tanda tidak tahu “Mas Leo nggak mungkin bilang gitu, akal-akalanmu aja ini, Kak.”

Lily menggelengkan kepalanya mendengar suara Bella “Aku heran kenapa Mas Ruli bisa cinta sama kamu.”

Lily beranjak dari tempat duduknya, melangkah keluar menuju kamar mandi. Suasana didalam memang menyenangkan, tapi dirinya tetap membutuhkan udara segar. Suara Bella dan Fransiska yang sering bertengkar selalu menjadi isi setiap mereka bertemu, tanpa adanya mereka berdua bisa saja hanya keheningan. Lily menghentikan langkahnya saat melihat pria yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri, pria itu bersama dengan wanita dan sepertinya mereka sangat dekat. Pria yang menolong dirinya tadi, pria yang tampan dan badannya keren tapi sepertinya masih seperti anak kecil.

Langkah kakinya menuju ke toilet untuk membersihkan tangannya, merapikan penampilan sebelum akhirnya keluar dan secara tiba-tiba langkahnya terhenti ketika hampir tabrakan dengan pria yang menolongnya.

“Mbak yang tadi? Sudah baikan?” tanya pria itu sopan.

“Sudah, saya lupa bilang terima kasih.” Lily berkata dengan sopan.

“Sudah menjadi tugas saya, Mbak.” Pria itu kembali menjawab dengan sopan “Kalau begitu saya permisi.”

Lily menatap pria itu sekali lagi, punggungnya tampak tegap dan rasanya ingin memeluk dari belakang, seketika menggelengkan kepalanya agar tidak berpikir aneh-aneh. Menghembuskan napasnya kembali dan melangkah seakan tidak terjadi apa-apa, sayangnya pandangan matanya tidak sengaja mengarah pada tempat duduk pria yang tadi ditemuinya. Tatapan mereka bertemu, Lily langsung mengalihkan pandangan dan melangkah cepat ke tempat dimana teman-temannya berada.

“Habis lihat apaan, Kak?” tanya Larissa saat Lily duduk disampingnya.

Lily menatap bingung dan seketika menggelengkan kepalanya “Nggak lihat apa-apa, mereka berdua sudah selesai debat?”

Larissa tertawa “Kak Lily kaya nggak tahu mereka berdua, sebentar tengkar sebentar lagi pelukan. Kakak tadi habis lihat apaan? Kaya habis lihat hantu gitu?”

Lily hanya menggelengkan kepalanya lagi “Gracia, gimana lagu yang kita bikin kapan itu?” mengalihkan perhatian dengan berbicara tentang lagu yang ditulisnya bersama Gracia.

“Kalian jadi tulis berdua?” tanya Fransiska yang diangguki Lily “Buat lagu siapa? Kita masih lama comeback juga, apa kalian mau duet kaya dulu?”

“Belum kepikiran, Kak. Lagian juga masih nulis-nulis aja.” Gracia menjawab yang hanya diangguki Lily “Duet juga nggak mudah karena harus ijin agency, dulu karena memang kita pengen banget tapi sekarang udah nggak seantusias dulu. Agency ok baru kita duet, tapi kalau nggak ya sudah.” Lily kembali menganggukkan kepalanya.

Pembicaraan terus berlanjut tentang kegiatan mereka berenam, Lily terkadang hanya memeluk Fransiska yang ada disampingnya atau mencium Larissa yang sangat menggemaskan. Lily masih seperti dulu, walaupun teman-temannya sudah pada memiliki pasangan dan untungnya pasangan mereka sangat memahami apa yang Lily lakukan.

“Kamu begini terus yang ada orang bakal mikir kalau kamu kaya temannya Mas Surya,” ucap Yena yang membuat Lily membelalakkan matanya “Setidaknya kamu harus dewasa, masa kalah sama Larissa dan Bella.”

Lily mengerucutkan bibirnya “Sulit, Kak. Lagian aku juga nggak begini terus secara kita lama nggak ketemu.”

“Kalau dia cinta sama Lily nggak akan mikir begitu, Kak.” Gracia menyahut dengan membela Lily “Bukan pembenaran juga setidaknya kita bukan anak-anak lagi dan harus tahu batasan.” Lily kembali mengerucutkan bibirnya.

“Ya kalau dia merubah kita artinya dia nggak benar-benar cinta, setahu aku cinta itu tidak mengubah diri kita.” Bella menyahuti dengan nada cuek “Cowok yang dekat sama Kak Lily pasti harus diseleksi dulu.”

“Mas Fatur dulu kenapa nggak di seleksi?” goda Yena yang membuat Bella menatap tajam “Kontrak memang mengesalkan sampai-sampai harus memisahkan dua hati yang saling mencintai, tapi kamu sudah melupakan Mas Fatur kan?”

Lily memutar bola matanya malas mendengar nada suara Yena, kakaknya yang satu ini sudah tahu kondisi dirinya masih saja memastikan dengan cara menggoda. Fatur, jelas saja sudah dilupakan karena memang hubungan mereka berakhir baik-baik dan sudah berjalan hampir setahun, lebih tepatnya berapa Lily tidak pernah menghitung karena memang tidak penting.

Suara ponsel membuat pembicaraan mereka terhenti, Larissa langsung membereskan barang-barangnya sebagai tanda jika akan segera pulang. Pintu terbuka menampilkan Dinan dengan anak mereka yang masih kecil, Lily seketika berdiri mengambil anak dalam pelukan Dinan.

“Buat sendiri,” ucap Dinan yang tidak dihiraukan Lily.

Lily mencium anak Larissa dengan gemas, tidak lama kemudian Vian datang menjemput Yena dan kali ini tanpa anak mereka. Melihat itu Lily sadar jika pertemuan mereka berakhir, memeluk Yena sebelum meninggalkan tempat pertemuan mereka. Satu per satu pulang meninggalkan Lily dan Fransiska yang menunggu kedatangan suaminya, Leo.

“Jangan buru-buru cari suami, santai aja.” Fransiska menasehati Lily sambil merapikan rambutnya “Aku ke toilet dulu.”

Lily menatap punggung Fransiska, menghembuskan napas panjang. Jodoh, tidak bisa ditebak sama sekali. Hubungan teman-temannya berjalan dengan sangat lancar, berbeda dengan dirinya yang harus mengalami parah hati beberapa kali. Beberapa kata andai selalu terdengar bukan hanya dari keluarga atau teman-temannya tapi juga dirinya, hembusan napas panjang dikeluarkan untuk menenangkan dirinya.

“Belum pulang, Mbak?” sapa pria yang berdiri disamping Lily.

“Masnya juga belum pulang?” tanya Lily kembali, menatap sekitar dengan mengernyitkan dahinya “Cewek yang tadi sama masnya kemana?”

“Pulang duluan barusan. Mbaknya udah mau pulang? Naik apa? Kendaraan online?” tanya pria itu kembali.

Lily menggelengkan kepalanya “Bareng sama teman, tapi suaminya belum jemput.” Pria itu menganggukkan kepalanya “Lily.” Pria itu mengerutkan keningnya “Nama aku Lily, aneh aja kita sudah berbicara tapi nggak tahu nama masing-masing. Siapa tahu nanti ketemu lagi jadi nggak bingung manggilnya.” Lily memberikan alasan yang sangat masuk akal.

“Gema, mungkin benar nanti suatu saat kita ketemu lagi.” Gema mengulurkan tangannya kearah Lily yang langsung dijabatnya.

“Li, Mas Leo udah jemput!” suara Fransiska seketika membuat jabatan tangan mereka terlepas.

“Aku duluan, Mas. Sampai ketemu entah kapan.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status