Share

Tidak Terduga

“Haduh...mata kamu infeksi lagi?” Rahayu menatap Lily yang matanya sedikit bengkak “Kemarin lupa lepas atau gimana?”

“Udah lepas, Ma. Nggak tahu ini kenapa.” Lily menutup matanya dengan kacamata waktu keluar kamar “Aku nanti ke rumah sakit sama Mbak Merry.”

“Kegiatan kalian bagaimana?” tanya Rahayu sedikit khawatir.

“Nggak ada kegiatan, duo bocil paling lagi latihan dance. Vokal juga udah diambil, lagian juga nggak ada undangan buat tampil jadi agak santai.” Lily menjawab sambil menata penampilannya “Kegiatan shooting buat majalah baru minggu depan, semoga aja sudah baikan.”

“Harus baikan, istirahat yang banyak. Cuman periksa aja? Nggak sampai nginap kaya dulu?” Rahayu menatap Lily khawatir “Mama temani?”

Lily menggelengkan kepalanya “Aku pulang kalau sudah selesai, Ma. Aku berangkat, Mbak Merry udah di depan.”

Mencium punggung tangan mamanya dan langsung menuju mobil yang ada didepan pargar, kali ini Merry menyetir sendiri tanpa supir. Kegiatan mereka yang tidak banyak membuat supir tidak harus mengantarkan kemanapun mereka keluar, manager sudah cukup pergi bersama untuk melakukan tugasnya. Merry, sebenarnya tidak hanya memegang Lily tapi mereka bertiga karena manager utama. Mereka hanya mempunyai dua manager, Merry yang lebih banyak bersama dengan Lily dibandingkan satunya.

“Kamu nanti ke agency?” Merry membuka suaranya saat mobilnya mendekati rumah sakit.

“Pulang, Mbak. Kalau mbak ke agency salam buat Bella dan Larissa.”

Merry berdecak pelan “Kaya nggak hubungan aja setiap saat pakai salam segala.” Lily tertawa mendengarnya “Aku antar aja sampai selesai dokter, ambil obatnya bisa ngatasi? Aku diminta balik ke agency, kalian ada tawaran tampil di Malaysia makanya harus balik.”

“Mbak anter aku terus tinggal nggak papa, aku nanti kabari setiap saat terutama perkataan dokter. Aku udah gede jadi paham, Mbak. Jangan lupa aku udah kepala tiga.” Lily memberikan nada peringatan.

Merry tertawa mendengar nada suara Lily “Aku melihat kalian itu kaya masih kecil aja, apalagi kamu. Kalau gitu aku turunin aja ya? Kamu ke Poli sendiri? Kasih tahu semua yang terjadi.” Lily memilih menganggukkan kepalanya.

Rencana mereka lakukan, Merry menurunkan Lily di lobi rumah sakit. Langkah kaki Lily mengarah ke poli, setidaknya Lily tidak perlu mendaftar karena agency sudah mendaftarkan dirinya. Lily bahkan tidak mengikuti antrian yang ada, jalur khusus yang membuat Lily bisa masuk dengan cepat. Dokter memeriksa matanya, Lily hanya diam atas apa yang dokter lakukan. Hembusan napas terdengar pelan, jantung Lily berdetak kencang mendengarnya dan seketika takut mendatanginya.

“Semua akan baik-baik saja dalam empat hari, kurangi kegiatan kalau bisa jangan dipakai main HP atau membaca.” Lily hanya menganggukkan kepalanya “Obatnya hanya tetes, kamu bisa langsung ambil di apotek. Usahakan untuk tidak lupa melepas contact lens, kamu sering lupa lepas makanya sering cedera, kalau kamu tetap lupa nanti bukan hanya bengkak tapi berakibat sama penglihatan. Kamu sudah tahu dan pernah aku bilangin, ini resepnya udah bisa kamu ambil di apotek. Semoga cepat sembuh.”

“Terima kasih, Dok.”

Hembusan napas panjang dikeluarkan Lily, sakit yang selalu hadir dari dulu adalah mata dan sering dirinya absen tampil hanya karena mata, semoga saja besok bisa melakukan pemotretan. Menunggu obat di apotek membosankan, memainkan ponselnya tanpa peduli keadaan sekitar. Langkah kakinya menuju pintu keluar rumah sakit saat selesai dari apotek, seketika terhenti ketika melihat banyak ambulance yang membuat Lily menatap ingin tahu.

“Tawuran remaja, anak sekarang memang nggak bisa menahan diri.”

“Kalau nggak tawuran memang nggak bisa apa? Gini yang malu itu orang tua, semoga nggak ada korban.”

Lily mendengarkan beberapa orang berbicara, menggelengkan kepalanya saat membayangkan apa yang dikatakan mereka benar. Masa muda diisi oleh sesuatu yang bermanfaat, tapi sayang tidak semua orang beruntung bisa merasakan itu semua. Lily menatap sekitar dan sepertinya IGD tidak cukup untuk menampung mereka, makanya ada beberapa dibawa masuk kedalam. Menghembuskan napas panjang, memilih untuk menjauh dari tempat dimana banyak orang melihat korban, hampir saja dirinya jatuh ketika seseorang mendorong secara tidak sengaja.

“Lily? Kamu nggak papa?” Lily membelalakkan matanya melihat Gema berada dihadapannya “Hallo, kamu nggak papa?” tanya Gema lagi.

Lily membeku, merasakan tangan Gema di pinggangnya dan seketika sadar dengan langsung menggelengkan kepalanya “Nggak papa.” Gema yang melihat itu menghembuskan napas lega, melepaskan tangannya dari pinggang Lily “Kenapa kamu ada disini?”

“Kerja.” Lily memperhatikan pakaian Gema dan akhirnya sadar jika sedang bekerja “Kamu mau pulang?” Lily menganggukkan kepalanya “Aku antar.”

“Eh...nggak perlu.” Gema tidak mendengarkan Lily dan tetap melangkah dihadapannya, melihat itu membuat Lily hanya bisa mengikuti langkahnya “Kamu tidak memastikan mereka?”

“Sudah ada yang mengurus, banyak anak-anak disini. Kamu nggak ada yang jemput? Nggak masalah pakai mobil dinas?” Lily menatap mobil dihadapannya yang tidak lain mobil seperti ambulance.

“Memang nggak papa?” tanya Lily ragu.

“Nggak masalah, sekalian aku balik kantor dan buat laporan. Bagaimana? Mau diantar atau panggil kendaraan online? Tapi...masalah kamu sudah selesai atau belum?” Gema menatap ragu pada Lily.

“Sudah, baiklah antar aku pulang.”

Gema tersenyum menatap Lily yang langsung masuk kedalam mobil, memilih melakukan hal yang sama dan langsung bertanya tentang tujuan Lily dengan memasang GPS. Lily menatap Gema sekilas, menyetir dalam keadaan yang sangat serius dan melihat itu membuat Lily tidak berani mengganggu.

“Kenapa mata kamu?” tanya Gema membuka suaranya.

“Biasa, masalah dari dulu.” Lily menjawab sambil lalu “Jadi...pekerjaanmu itu...”

“Aku bekerja di pemadam kebakaran.” Gema menjawab cepat “Apa ada masalah berteman dengan pekerja dengan profesi ini?”

“Nggak, tapi tadi kenapa kamu yang membawa mereka ke rumah sakit? Memang tadi ngapain?” tanya Lily penasaran.

“Kami bukan hanya bekerja saat ada kebakaran aja, seumpama kucing kamu masuk got maka kami yang langsung turun tangan. Tadi itu biasa tawuran dan dipanggil untuk membantu polisi, kali aja ada sesuatu yang terjadi makanya nggak bawa mobil pemadam dan kami hanya membawa ambulance.”

Lily hanya menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan dari Gema, selama ini yang dirinya tahu adalah hanya memadamkan api saja dan jika tidak ada kebakaran, mereka akan kebanyakan luang atau menganggur. Bertemu Gema akhirnya Lily tahu jika pekerjaan pemadam tidak seperti apa yang ada dalam bayangannya, mata Lily menatap Gema yang fokus menyetir.

“Kemarin cewek kamu?” seketika Lily merutuki kebodohannya karena tidak bisa memilah pertanyaan.

“Bukan, kemarin itu cewek yang dikenalkan sama ibuku. Aku juga nggak tahu cewek ke berapa yang dibawa ke aku.”

Lily membelalakkan matanya mendengar jawaban Gema “Ibu-ibu ternyata sama aja, nggak bisa gitu membiarkan anaknya memilih sendiri.” Lily langsung mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya dengan mengerucutkan bibirnya.

“Bagaimana kalau kita bilang sama orang tua jika kita bersama? Jangan kasih jawaban sekarang, kalau kita bertemu lagi baru kasih jawabannya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status