Menikmati keindahan pantai menjadi suatu hal yang menarik perhatian Ilana belakangan ini. Selain dapat menghilangkan penat akan kesehariannya yang sibuk.Meski sudah mengetahui kesalahpahaman tersebut, dia tak menghubungi Danish. Bukan karena tak ada rasa, melainkan Ilana menunggu Danish mengambil inisiatif.Pagi itu di Pantai Nyang Nyang Uluwatu, Ilana merentangkan kedua tangannya ketika angin pantai menyambut lembut. Suara ombak kecil terdengar menenangkan di telinganya. Saat ini pantai masih sepi, Ilana menikmati keindahan itu, berlari kecil ke tepi pantai dan kakinya menyentuh air.Seorang pria mengenakan busana santai melangkah mendekat ke tepi pantai. Kedatangan pria itu tertangkap oleh netra Ilana."Gimana dia bisa tahu aku ada di sini?"Ilana merasa kebingungan karena hanya ada dirinya dan pria itu di pantai. Suasana akan menjadi canggung begitu mereka berpapasan nanti.Tak lama kemudian pria itu sudah berdiri di depan Ilana. Seulas senyum terpasang di wajah tampannya. Jujur s
Alih-alih mengantar Ilana pulang, Danish mengajak Ilana ke rumahnya sore itu. Jika dulu Ilana akan sangat senang, sekarang ekspresinya mengatakan sebuah penolakan."Kamu enggak suka saya ajak ke rumah?" tanya Danish."Ya, lagian ngapain, sih, ngajak aku ke rumah kamu?" Ilana membalas dengan pertanyaan. Meski begitu Ilana melangkah ke depan pintu, menekan tombol sandi yang ternyata—sandi tersebut masih sama seperti dulu. Danish tak sekalipun menggantinya.Ilana menoleh pada Danish di belakangnya memberikan tatapan yang tak dimengerti oleh Danish."Saya cuma malas aja ganti password," kata Danish. Dia mempersilakan Ilana masuk lebih dulu."Aku lapar," ujar Ilana menoleh pada Danish dan tiba-tiba tersenyum, "kamu harus masak makanan yang enak buat aku."Danish membalas dengan senyum. Dihampirinya Ilana lalu mendekatkan wajahnya dan seketika wajah Ilana merona. Danish sedang menggodanya saat ini?Ternyata pria itu sudah menahan keinginannya terlalu lama dan kini tak sungkan lagi mengecup
"Adik kamu belum pulang juga?" Raihan bertanya pada Arion ketika sudah tiba di rumah. Kania dan Arion saling menatap karena seharian ini mereka tak melihat Ilana.Arion menggeleng, balik bertanya, "Emangnya Ilana pergi ke mana? Dia enggak telepon?""Papa sudah hubungi berkali-kali, tapi ponselnya enggak aktif." Sejak tadi Raihan sudah menghubungi nomor ponsel Ilana, tapi panggilan tersebut tidak tersambung. Sekarang sudah pukul 10 malam dan Ilana pergi sejak pagi, tentu saja Raihan dan Oke khawatir."Papa enggak coba hubungi Danish? Siapa tahu sekarang mereka lagi bersama," dengan santai Arion berkata. "Pa, aku ke kamar dulu. Biar aku yang hubungi Danish kalau Papa enggak mau." Arion segera menuju ke kamarnya. Sedangkan Kania sudah pergi lebih dulu.Di luar kamarnya, Arion menghubungi Danish melalui telepon. Dia berharap agar tak terjadi apa pun pada Ilana. Pasalnya Ilana tak memberi kabar ke rumah."Halo, Pak Danish," Arion segera berucap dan bertanya, "saya mau tahu apa Ilana sedang
Esok paginya Ilana dijemput oleh Danish. Saking semangatnya, Ilana bahkan tidak sarapan. Dia berpamitan pada orang tuanya lalu langsung masuk ke mobil Danish. Meski kantor Ilana dan kantor Danish berlawanan arah, tetapi tak masalah bagi Danish.Hubungan mereka baru saja berjalan, Danish ingin berpacaran seperti pasangan kekasih pada umumnya. Salah satunya mengantar kekasihnya ke kantor."Kamu buru-buru keluar rumah, jangan bilang kamu belum sarapan," tebak Danish.Ilana tersipu dan menjawab, "Karena kamu bilang bakal jemput aku, jadinya aku terlalu bersemangat. Kamu beliin aku sarapan, oke?""Udah saya duga. Lihat ke bekalang. Saya udah beli sarapan untuk kita," ujar Danish.Ilana pun menengok ke belakang, melihat ada dua kotak yang berisi sarapan. Danish sebetulnya sangat perhatian, hanya sajabaru sekarang dapat ia lakukan."Makasih, Kak Danish."Danish sekilas memalingkan muka begitu mendengar sebutan yang akrab di telinganya. Simpul senyumnya tak bisa dia tutupi."Udah lama banget
“Ilana enggak mau melanjutkan kuliah, karena Ilana mau menikah,” ujar gadis yang baru menginjak usia 20 tahun itu. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum simpul. Siapa pun yang melihat senyum itu dapat melihat ketulusan dan kesungguhan tersirat di sana. Ilana Danadyaksa membuat kedua orang tuanya tercengang dengan pernyataannya barusan. Bahkan, kakaknya—Arion Danadyaksa yang tengah sibuk dengan membaca surel di ponselnya—merosot dari sofa. Arion mencoba menenangkan dirinya. Mungkin saja ia salah dengar. Ya, pasti salah dengar. Adiknya yang baru berusia 20 tahun beberapa Minggu lalu mengumumkan ingin menikah? Sementara itu, kedua orang tuanya hanya saling menatap dalam bingung. Pelan-pelan Arion menatap kedua orang tuanya, lalu tersenyum canggung. “Ma, Pa, tadi Arion salah dengar, ‘kan? Ilana enggak mungkin ….” Arion tidak dapat menyelesaikan ucapannya ketika melihat Ilana yang tersenyum cerah. Gadi
Ilana begitu senang ketika Danish tiba di rumahnya. Ia langsung mendorong Danish dan menyuruhnya ke meja makan. Gadis itu terlihat sangat antusias sampai-sampai tidak menyadari Danish mengerutkan keningnya. Danish Arrarya berjalan malas ketika Ilana mendorongnya dari belakang. Entah bagaimana caranya gadis itu bisa masuk ke rumahnya? Danish tidak pernah memberikan kunci rumah ataupun sandi rumah pada Ilana.“Ilana, sekarang kamu jawab saya. Bagaimana cara kamu masuk?” tanya Danish begitu ia duduk di meja makan.“Kak Dan, kita bisa bicarakan itu sambil makan malam. Kak Dan pasti udah lapar, ‘kan? Sebagai calon istri yang baik, Ilana udah masak buat Kakak,” kata Ilana seraya tersenyum sedikit canggung.Ia tidak bisa mengatakan caranya masuk ke rumah Danish karena Ilana tahu Danish pasti akan marah, jika Ilana mengatakan kebenarannya. Namun, bagaimanapun juga Ilana tetap harus berkata jujur. Danish paling tidak suka jika dibohongi. Apa lagi
Pagi ini Danish bersiap-siap pergi ke Danadyaksa Group. Beberapa menit lalu Serena menelepon memberitahu pada Danish kalau ada kerusakan pada sistem web di perusahaan tersebut. Danish sendiri yang merancang website untuk perusahaan ayah Ilana. Jadi, setiap kali ada masalah dengan website pada perusahaan itu, Danish sendiri yang akan pergi ke sana. Danish mendirikan perusahaan IT sejak ia masih kuliah. Pada waktu itu ia bekerja sendiri dan setelah bertemu dengan Raihan—ayah Ilana. Laki-laki itu memberikan investasi pada Danish, sehingga perusahaannya semakin berkembang dalam sepuluh tahun ini.Danish sudah memiliki ratusan karyawan dan perusahaannya kini sudah semakin besar, hingga ia melebarkan sayapnya ke kota-kota lain seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sementara itu, kantor pusat tetap berada di Bali.Hubungan Danish dan keluarga Danadyaksa sangat akrab. Maka tidak heran jika Ilana lengket pada Danish yang sudah dikenalnya selama sepuluh tahun.
Ilana menghabiskan makan siangnya tanpa tersisa. Setelah bertemu Danish pagi ini, ia menjadi sangat bersemangat. Bahkan,lebih ceria dari biasanya. Kania bengong melihat sahabatnya yang biasanya tidak pernah menghabiskan makan siang. Kini, piring di depannya itu seperti habis dicuci.“Rahang kamu hampir jatuh,” ujar Ilana seraya menyeka bibirnya dengan elegan.Kania menutup mulutnya rapat-rapat. Setelah itu ia bertanya kepada Ilana dengan tatapan heran tidak terbendung di matanya. “Ada angin apa, Na? Tumben banget semua makan siang habis?”“Tadi pagi ketemu Danish,” jawabnya polos.“Danish?” Kania bertambah kaget. Ia sudah sejak lama mengetahui Ilana memiliki perasaan pada pria itu karena Kania merupakan tempat curhat Ilana. “Bukannya hampir tiap hari ketemu Danish? Sekarang apa bedanya?”“Aku udah pernah bilang kan kalau aku enggak mau lanjut kuliah S2?”Kania mengangguk, menunggu penjelasan sahabatn