Home / Romansa / Plz Don't Be Sad / A Mysterious Guy

Share

A Mysterious Guy

Author: niinanola
last update Last Updated: 2021-05-12 06:38:37

Aku meronta kesakitan. Jari kelingkingku terpijak seseorang saat keluar dari dalam ruangan yang bising itu. Berdarah. Air mengucur deras dari ujung kuku kakiku. Aku bersandar pada sebuah bangku taman yang sedikit basah karena embun malam ini. Ku regangkan tanganku dan menekuknya satu persatu. Dalam waktu kurang lebih 2 jam di dalam sana sudah membuatku kuyup keringat, lelah, dan terluka. Ditambah lagi, aku harus kehilangan Mi Hee. Dia berlari dengan sangat cepat. Itu membuatku terpisah darinya. Aaarrghhh... Aku ingin mengutuk diriku sekarang. Kenapa sampai seceroboh ini??? Saat sedang asyik memijat bagian belakang kaki, aku melihat sebuah bayangan di bawah lampu taman yang berada tak jauh dariku. Sesegera mungkin aku beranjak dari bangku dan....

"Ayo... Ayooo!!!" Seseorang kembali menarik tanganku dengan kuat sambil berlari ke arah yang berlawanan dari rumahku.

Aku tersontak kaget dan tak bisa berkata apa-apa selain ikut berlari dengannya. Siapa orang ini? Kenapa dia seperti ini padaku? Ku pandang dia dengan teliti dari belakang. Rambutnya pendek, kulitnya putih, tubuhnya tinggi dan berisi, serta tangannya yang terasa hangat di cuaca Seoul yang dingin. Aku seperti ingin melayang ke udara. Apakah ini mimpi?

Pria ini menghela nafas panjang. Keringat bercucuran dari atas kepalanya. Ujung hidungnya tampak merah dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia melirik kanan dan kiri seolah-olah sedang memperhatikan sesuatu. Pria ini, kenapa dia begitu sangat ketakutan? Aku mengeluarkan sapu tangan dari dalam slingbagku dan menyerahkannya pada pria asing yang berada di sampingku.

"Ini, ambillah..." kataku sambil tersenyum.

Tanpa menolehku sedikitpun, dia mengambil sapu tangan itu dan mulai menyapukannya ke seluruh wajahnya yang sangat basah. Tak lama kemudian, dia menatapku... "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya dengan sangat keras.

"Hah?" Aku melongo tak mengerti dengan ucapannya barusan.

"Kau SNiner?"

Aku mengangkat bahuku. Sniner???? Apa itu? pikirku dalam hati.

"Kau penggemarku?" Dia masih bertanya dengan penuh kecurigaan.

Aku menggeleng. Bukan karena jawabanku tidak, tetapi aku tidak mengenal pria ini. Siapa dia?

"Jadi, kenapa kau bisa ikut denganku sampai kemari?"

"Kau?????? Bukannya kau yang menarik tanganku saat di taman tadi???" kataku dengan lantang. 

"Aku? Aku menarikmu? Yang benar saja!" ucapnya merasa tak bersalah.

"Kalau bukan karena kau menarikku, buat apa aku berada di sini??" jawabku lagi tak ingin kalah darinya.

Dia terdiam. Sedang memikirkan sesuatu. Lalu, dia menatapku dengan sangat lama. Kali ini raut wajahnya berbeda. Sedikit lebih lembut. "Maaf. Aku baru ingat. Maafkan aku!"

Aku mengangguk.

"Apa kau tidak mengenalku?"

Aku menggeleng. "Tidak."

"Kau serius?"

"Iya," jawabku sambil mengangguk.

"Jadi, untuk apa kau datang ke konser kalau tidak mengenalku?" tanyanya sembari mendekatkan wajahnya kepadaku.

Dia benar. Untuk apa aku datang ke konser ini, kalau tidak mengenal siapa mereka? Namun, ini semua salah Mi Hee. Mi Hee yang salah.

"Heiiiii!!!!" Dia menyentuh dahiku dengan pelan.

Aku tersentak. "Aku... datang kemari karena... Yaaa! Karena temanku adalah salah satu anggota idol itu..." jawabku tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ini bukan jawaban. Ini bukan yang sebenarnya.

"Siapa?"

Oh, Tuhan! Tolong aku! Siapa? Aku juga tidak tahu. Jangankan teman yang ku bicarakan itu, dengan pria ini saja aku tidak kenal.

"Hei, kau masih mendengarku? Siapa? Siapa temanmu itu?" ulangnya lagi.

"Hum... Sepertinya tak patut, kalau aku mengatakannya padamu. Biarlah itu menjadi rahasiaku saja..." jawabku sembari membuang wajahku darinya.

"Joon? Kau temannya Joon?"

Aku berbalik memandangnya.

"Apa aku benar? Kau temannya Joon?"

Aku mengedipkan mataku berkali-kali. Apa yang harus ku jawab, aku bingung. "Joon?"

Suaraku mengeras. Joon. Siapa Joon? Yang mana dia?

"Jadi, siapa? Ahn Jae? Alan? Atau siapa?"

Pria korea ini terus bertanya padaku. Apa yang harus ku jawab? Aku sama sekali tidak mengenal mereka. Sama sekali tidak. Hufftt... Rasanya aku ingin lari saja dari keadaan ini.

"Kenapa kau diam saja? Memangnya siapa temanmu itu?" ulangnya masih terus menatapku.

Aku memandang pria Korea itu dengan sangat lama sambil berpikir. Apakah aku harus terus berpura-pura? "Sudahlah, kau tidak perlu tahu!" jawabku dan beranjak dari tempat duduk yang bersebelahan dengannya.

"Hei, kau mau kemana?" Dia menarik tanganku.

Aku terkejut. Seorang pria yang tak ku kenal menyentuhku. Bahkan dia adalah seorang... Idol Korea.

"Lihat, kakimu terluka!" serunya sambil menunjuk jempol kakiku.

Ah... Aku baru sadar, kalau ternyata kakiku terluka. Tetapi anehnya aku tak merasakan apapun selama berada di samping pria ini. Aku menunduk melihat jempolku. Darah mulai mengalir dengan deras. Aku melepaskan pegangan pria itu dan mengambil tisu dari dalam slingbagku.

"Ayo!!!!!" Dia menarikku lagi. Membawaku berlari entah kemana.

Aku pasrah. Aku mengikutinya. Tangannya basah karena keringat. Nafasnya terengah-engah mengikuti irama gerak yang baru saja kami lakukan. "Kau akan membawaku kemana?" tanyaku saat jalanan yang kami lewati semakin sepi dan gelap.

"Kakimu terluka. Kita akan pergi ke klinik. Memangnya kau pikir aku akan membawamu kemana?" tukasnya masih terus memegangku tanpa menoleh sedikitpun.

"Tidak perlu! Aku akan mengobatinya sendiri!" seruku dan berusaha menarik tanganku dari genggamannya. Namun, dia terus memegangnya dengan kuat. Ah, apa-apaan pria ini!

"Tidak usah banyak omong! Kau diam saja di situ!" 

Apa? Tidak usah banyak omong? Dia sedang menarikku entah kemana dan dia bilang jangan banyak omong! Siapa sih pria ini?

"Kita sudah sampai!" serunya dan masih menyeretku masuk ke dalam sebuah rumah.

Aku memandang seluruh isi ruangan ini. Sangat berbeda dengan ruangan yang sering ku kunjungi. Misalnya saja, kampus. Tiba-tiba, aku kembali mengingat Mi Hee. Dimana anak itu sekarang?

Pria itu masuk ke dalam sebuah kamar kecil dan meninggalkanku duduk sendiri di deretan kursi pasien. Wangi. Semerbak harum bunga sakura membuat perasaanku sedikit lega. 

"Hei! Ayo masuk!"

Aku memandang pria itu dan bergerak lamban menujunya.

"Kau bisa cepat tidak?" ulangnya sekali lagi dan memelototkan matanya padaku.

Aku bergerak cepat dan masuk ke dalam. Semakin kemari, harum bunga itu semakin terasa. Ku lihat seorang pria paruh baya sedang duduk di balik meja kerjanya dan tersenyum manis padaku. Akupun membalasnya.

"Annaeyonghaseyo!" sapa pria itu.

Aku membungkukkan tubuhku dan membalas salamnya. Sepertinya dia adalah seorang dokter.

"Darahnya banyak sekali, Ahjussi. Coba kau lihat!" seru pria itu pada pria paruh baya yang masih duduk di hadapan kami.

"Sampai kapan kau akan begini?"

"Sudahlah, Paman! Aku tak ingin mengingatnya lagi."

"Jangan memungkiri fakta yang ada!"

"Aku tak memungkirinya. Aku hanya tidak ingin mengingatnya. Sudahlah. Sekarang kau bersihkan saja lukanya, Paman!" ujarnya dan menjauhi kami.

Pria paruh baya itu tersenyum dan mendekatiku. Dia mengambil sebotol cairan infus dan perban. Sambil memegang pergelangan kakiku, dia mulai mengobatinya.

"Dimana kalian bertemu?" Pria paruh baya itu tiba-tiba saja mengajakku berbicara.

"Hah?" Aku terkejut saat mendengar pertanyaannya.

"Kau sudah lama mengenalnya?" Pria paruh baya itu mengajukan pertanyaan yang tak bisa ku jawab.

"Kami..." Aku masih terhenti berbicara saat pria itu kembali membersihkan lukaku.

"Lee Sin adalah pria yang baik. Dia hanya tak kuat setiap melihat darah. Ku harap kau bisa mengerti keadaannya." Pria paruh baya itu terus mengoceh dan membuatku semakin heran.

Lee Sin? Jadi, namanya Lee Sin? Pria Korea yang tak ku kenal ini bernama Lee Sin? Ya, aku akan mengingatnya. Mengingat seorang Lee Sin.

"Maafkan aku, Kara...."

Aku terus saja membuang wajahku darinya. Sudah hampir 10 kali Mi Hee mengucapkan kata maaf itu padaku dan hampir sejam juga aku mengacuhkannya.

"Aku benar-benar tidak tahu, kalau kau tertinggal di belakang."

"Seharusnya kau mencariku. Ternyata tidak, kan?" seruku padanya dengan nada yang meninggi. Aku yakin Mi Hee pasti merasa sangat bersalah melihat keadaanku saat ini. Sudah 3 hari jempolku dibalut dengan perban sampai sebesar kelereng dan aku terpaksa memakai sandal setiap datang ke kampus.

"Iya, aku mengerti. Aku hanya tidak ingin...."

"Tidak ingin apa? Tidak ingin kehilangan Ahn Jae? Oh... Jadi, kau lebih memilih Ahn Jae daripada aku sahabatmu?? Hah??" Aku mendelik padanya.

Dia tertunduk sambil meneteskan air mata. Sepertinya aku sudah keterlaluan pada Mi Hee.

Aku bangkit dari tempat dudukku dan menuju dapur.

"Kara!!!! Aku benar-benar minta maaf!" teriaknya. Tiba-tiba saja, dia sudah berada diantara kedua kakiku sambil berlutut. Oh, Tuhan! Mi Hee benar-benar tidak tahu, kalau aku hanya bercanda.

"Mi Hee! Mi Hee!" seruku dan memegang kedua pundaknya untuk bangkit dan melepas kakiku.

"Aku tidak akan bangkit sampai kau benar-benar memaafkanku." Sepertinya dia akan terus begini kalau aku masih mengacuhkannya.

Aku menghela nafas panjang dan memandangnya. "Arasso. Aku sudah memaafkanmu dari awal. Hanya saja aku tidak ingin kau terlalu cepat senang. Karena apa yang terjadi kemarin adalah hal yang paling menakutkan bagiku,” ujarku padanya dengan keras.

Dia mendongakkan kepalanya padaku sambil tersenyum. "Gomawo!" Mi Hee mencium pipi kananku dan bergegas lari menuju kamarnya.

"Mi Heeeee!!!!!!!!!"

Aku duduk terpaku di depan TV yang sejak 10 menit lalu menyala dengan suara keras. Aku tak bergeming walaupun saat itu acara kesukaanku sedang tayang. Aku... sedang... memikirkan seseorang. Yaa! Lee Sin. Pria itu menyita waktuku beberapa hari ini. Bayangannya di ingatanku tak bisa lepas. Apa yang sedang terjadi padaku sekarang??

"Apa kau mengenal semua member SNine, Mi?" tanyaku pada Mi Hee yang baru saja duduk di sampingku.

"Nae. Kenapa?"

"Siapa saja?"

Dia memandangku. "Kau benar-benar ingin mengetahuinya?" tanyanya seperti meyakinkan kembali kebingungannya.

Aku mengangguk.

"SNine beranggotakan 5 member. Ahn Jae, Lee Sin, Gyo Joon, Alan, dan Sang Yoen. Erm, tetapi yang terbaik dari mereka adalah Ahn Jae. Lelaki itu benar-benar mengagumkan." Mi Hee memulai drama hiperbolanya setiap bercerita tentang boyband yang satu ini.

"Nae, aku sudah paham," ujarku memutus ceritanya sampai di situ. Sudah sering aku mendengar kalimat-kalimat hiperbolanya tentang Ahn Jae.

"Memangnya ada apa?” tanyanya lagi sambil memandangku dengan tajam.

Aku menggeleng. “Aniyo!”

“Kau ingin ku beritahu tentang mereka? Jakkuman!” serunya lagi dan mengeluarkan handphone dari saku roknya. Dia membuka layar handphonenya dan menunjukkan sebuah foto padaku. “Kita mulai dari kiri. Gyo Joon, dia adalah Leader dari grup ini. Karismatik, tidak banyak bicara, dan bertanggung jawab pada membernya. Ini, Ahn Jae, idolaku. Erm, calon suamiku!” ujarnya sambil tertawa.

“Arasso! Arasso! Aku tidak akan merebutnya darimu. Lalu, siapa lagi?” tanyaku saat dia mulai tersenyum malu padaku, tetapi tunggu dulu... Sepertinya wajah Gyo Joon tidak asing bagiku. Aku… pernah… Ah, tidak mungkin!

“Okay, next, dia adalah Lee Sin. Dance machinenya SNine. Tariannya sangat memukau dan dia juga punya jiwa yang sama seperti Gyo Joon. Dia sangat dekat dengan Alan."

“Kalau yang ini pasti Alan?”

“Kau benar! Ini adalah Alan. Seorang jenius yang sempat tidak diizinkan orang tuanya untuk masuk ke dunia entertainment.”

“Aku mengerti sekarang," jawabku padanya.

“Erm… Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang mereka? Ada apa?”

“Aku sudah bilang tidak ada apa-apa, kan? Aku hanya ingin tahu saja idolmu itu seperti apa?” ujarku lagi padanya.

“Hahaha… Mereka adalah grup idol yang sangat memukau. Aku sangat mencintai mereka, terutama Ahn Jae.”

“Nae, aku tahu itu.” Segera saja ku balikkan badanku darinya dan mulai memandang layar TV yang sedari tadi kami biarkan hidup tanpa dilihat. Tiba-tiba, wajah pria itu terlihat kembali olehku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Plz Don't Be Sad   I'm Break My Heart

    Aku masih menangis. Ku pandangi foto diriku dan Lee Sin bergandengan saat di Jeju. Dia begitu ceria. Dia begitu menawan. Sampai aku tak menyangka ini terjadi padanya. Kenangan itu kembali terngiang di ingatanku. Saat Lee Sin mengungkapkan semua perasaannya yang begitu kuat untukku.“Sebenarnya apa yang membuatmu begitu mencintaiku, Lee Sin?” tanyaku padanya.“Hm, apakah kau harus tahu?” jawabnya menggodaku.“Nae… Aku masih tidak percaya seorang idol Korea menyukaiku. Ini sebuah keajaiban, kan?” jawabku sambil tertawa kecil.Dia mengencangkan pelukannya di pinggangku. “Aku juga tidak tahu. Mungkin ini yang disebut cinta. Aku tidak punya alasan apapun untuk mencintaimu,” jawab Lee Sin.“Oya?”“Nae. Aku benar-benar mencintaimu…”“Kau yakin?” ulangku lagi.“Kalau aku sudah mengatakan ya, berarti itu adalah kejujuran. Selama ini j

  • Plz Don't Be Sad   An Accident

    Aku berjalan perlahan menuju gerbang kampus. Suasana hatiku masih kacau walaupun sudah tak ada lagi yang terjadi. Bullyan yang ku terima beberapa bulan yang lalu sudah memudar perlahan-lahan. Mereka tak lagi melihatku dengan sinis. Mi Hee benar, ini hanya sementara saja dan akan segera berakhir. Ku harap tak akan terulang lagi di dalam hidupku. Di saat bersamaan, telepon genggamku berdering.“Nae…” jawabku dengan pelan.“Oediyeo?” tanyanya dengan nada yang tidak biasa.“Aku di kampus. Ada apa??”“Aku pikir kau harus bolos hari ini.”“Waeyo?”“Kau pulang saja. Aku tunggu di rumah sekarang…”Klik. Telepon terputus.Suara Mi Hee terdengar berbeda dari biasanya. Dia juga tiba-tiba menyuruhku pulang di saat seperti ini? Ku pandang gerbang kampus yang sedikit lagi ku jangkau. Apakah a

  • Plz Don't Be Sad   Love Is Moment

    Kembali aku menguak cerita lama yang masih bersemi indah di dalam hatiku. Malam ulang tahun Lee Sin yang sangat berarti untukku. Saat itu, Professor Hyuna menyarankanku untuk memberikan sebuah syal pada Lee Sin di hari ulang tahunnya. Menurut Hyuna, Sin pasti akan selalu memakai syal ini kemanapun dia pergi. Dengan begitu, syal pemberianku akan selalu menjadi pendamping dimana pun dia berada."Bagaimana? Kau tertarik??" tanyanya dan mendekatiku yang masih memilah-milah syal yang pantas untuk Lee Sin.Aku masih bingung. "Semua syal yang ada di sini benar-benar bagus, Unnie," jawabku.Professor Hyuna tertawa kecil melihat wajahku yang kebingungan. Dia juga ikut membantuku memilih kado ulang tahun Lee Sin."Apakah kau tahu warna kesukaannya?" tanyaku dengan wajah memelas pada Hyuna. Aku memutar kedua bola mataku."Hitam, putih, dan abu-abu. Ku pikir seperti itu warna kesukaannya," jawab Hyuna lagi."Hitam, putih, dan abu-abu? Dia benar-benar ti

  • Plz Don't Be Sad   Memory Of JEJU

    Lagi-lagi aku melamun tentang Lee Sin. Aku sama sekali tak menyangka hubungan kami akan berakhir secepat ini. Sudah lebih dari sebulan, Sin tak pernah lagi menghubungiku. Sebenarnya tak ada siapapun yang mengharapkan ini terjadi. Dimana dia dan apa yang terjadi dengannya, aku sama sekali tak tahu. Setiap aku mencoba menghubungi Sin, teleponnya selalu tidak aktif. Satupun pesan singkat yang ku kirim tak pernah dibaca dan dibalas. Ada apa sebenarnya??Aku mulai mengenang kembali semua kebersamaan kami sebelum Sin benar-benar menghilang dariku.Kami sampai di Jeju. Tepat sebulan setelah makan malam itu, kami menjalin hubungan yang aku sendiri tak tahu harus mendeskripsikannya seperti apa. Aku hanya menikmati hubungan itu dengan seorang idola Korea, Lee Sin. Mungkin akan banyak pro dan kontra dalam hubungan kami, tetapi kami tak perduli. Belum lagi, Lee Sin juga tak ingin siapapun mengetahui hubungan kami. Masalah pekerjaan adalah nomor satu baginya dan aku tak bisa memung

  • Plz Don't Be Sad   Malam Itu...

    Langkahku ini terasa berat pada akhirnya. Ini adalah tahun ketiga, dimana kehidupanku semakin rumit selama berada di Korea. Padahal, selangkah lagi pendidikanku akan selesai, tetapi kekhawatiran semakin menggebu di dalam hati. Perasaan yang tak bisa ku ungkapkan dengan apapun itu sebenarnya. Sudah sebulan lamanya, Sin juga tidak menghubungiku. Apakah dia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya atau dia sedang melupakanku sementara waktu? Ah, seharusnya aku memyadari sesuatu diantara kami. Seorang superstar pasti tidak akan memiliki banyak waktu luang sepertiku, gumamku selalu di dalam hati. Terakhir pertemuanku dengannya adalah pada saat malam itu, malam ulang tahun Lee Sin."Saengilchukka habnida... Saengilchukka habnida... Saranghae uri Lee Sin, Saengilchukka habnida."Nyanyian ini terdengar lebih syahdu di telingaku. Aku pun ikut bernyanyi dengan wajah berseri-seri. Sin juga terlihat sangat bahagia. Dia mengenakan kemeja biru muda, jas hitam, dan celana panjang hitam

  • Plz Don't Be Sad   Playfull Today

    Pagi ini, kami bersiap-siap untuk pulang ke Seoul. Aku mengikat rambutku dan masuk ke dalam mobil. Lee Sin sudah menungguku di dalam dengan kacamata hitam dan topinya. Dia tersenyum memandangku yang saat itu sedang berjalan keluar dari penginapan. Mudah-mudahan pagi ini saluran TV Korea dalam keadaan baik-baik saja. Aku melangkah lebih cepat lagi menuju mobil agar tidak ada yang melihat keberadaan kami. Kalau sampai itu terjadi, akan menjadi sebuah berita besar di Korea."Gwenchana?" tanyanya saat aku membuka pintu mobil."Nae..." jawabku tersenyum.Dia membalas senyumanku.Sepanjang perjalanan menuju Seoul, Sin bercerita banyak tentang keluarga dan kehidupannya. Dia juga berkisah tak pernah bermimpi menjadi seorang idol seperti sekarang. Impiannya adalah menjadi seorang dokter anak. Aku tersenyum mendengar kisahnya itu."Apa kau mengenal Professor Lee Hyuna?" tanyanya saat aku membuka layar handphoneku yang sudah mati semalaman.Beberapa pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status