Share

A Mysterious Guy

Aku meronta kesakitan. Jari kelingkingku terpijak seseorang saat keluar dari dalam ruangan yang bising itu. Berdarah. Air mengucur deras dari ujung kuku kakiku. Aku bersandar pada sebuah bangku taman yang sedikit basah karena embun malam ini. Ku regangkan tanganku dan menekuknya satu persatu. Dalam waktu kurang lebih 2 jam di dalam sana sudah membuatku kuyup keringat, lelah, dan terluka. Ditambah lagi, aku harus kehilangan Mi Hee. Dia berlari dengan sangat cepat. Itu membuatku terpisah darinya. Aaarrghhh... Aku ingin mengutuk diriku sekarang. Kenapa sampai seceroboh ini??? Saat sedang asyik memijat bagian belakang kaki, aku melihat sebuah bayangan di bawah lampu taman yang berada tak jauh dariku. Sesegera mungkin aku beranjak dari bangku dan....

"Ayo... Ayooo!!!" Seseorang kembali menarik tanganku dengan kuat sambil berlari ke arah yang berlawanan dari rumahku.

Aku tersontak kaget dan tak bisa berkata apa-apa selain ikut berlari dengannya. Siapa orang ini? Kenapa dia seperti ini padaku? Ku pandang dia dengan teliti dari belakang. Rambutnya pendek, kulitnya putih, tubuhnya tinggi dan berisi, serta tangannya yang terasa hangat di cuaca Seoul yang dingin. Aku seperti ingin melayang ke udara. Apakah ini mimpi?

Pria ini menghela nafas panjang. Keringat bercucuran dari atas kepalanya. Ujung hidungnya tampak merah dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia melirik kanan dan kiri seolah-olah sedang memperhatikan sesuatu. Pria ini, kenapa dia begitu sangat ketakutan? Aku mengeluarkan sapu tangan dari dalam slingbagku dan menyerahkannya pada pria asing yang berada di sampingku.

"Ini, ambillah..." kataku sambil tersenyum.

Tanpa menolehku sedikitpun, dia mengambil sapu tangan itu dan mulai menyapukannya ke seluruh wajahnya yang sangat basah. Tak lama kemudian, dia menatapku... "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya dengan sangat keras.

"Hah?" Aku melongo tak mengerti dengan ucapannya barusan.

"Kau SNiner?"

Aku mengangkat bahuku. Sniner???? Apa itu? pikirku dalam hati.

"Kau penggemarku?" Dia masih bertanya dengan penuh kecurigaan.

Aku menggeleng. Bukan karena jawabanku tidak, tetapi aku tidak mengenal pria ini. Siapa dia?

"Jadi, kenapa kau bisa ikut denganku sampai kemari?"

"Kau?????? Bukannya kau yang menarik tanganku saat di taman tadi???" kataku dengan lantang. 

"Aku? Aku menarikmu? Yang benar saja!" ucapnya merasa tak bersalah.

"Kalau bukan karena kau menarikku, buat apa aku berada di sini??" jawabku lagi tak ingin kalah darinya.

Dia terdiam. Sedang memikirkan sesuatu. Lalu, dia menatapku dengan sangat lama. Kali ini raut wajahnya berbeda. Sedikit lebih lembut. "Maaf. Aku baru ingat. Maafkan aku!"

Aku mengangguk.

"Apa kau tidak mengenalku?"

Aku menggeleng. "Tidak."

"Kau serius?"

"Iya," jawabku sambil mengangguk.

"Jadi, untuk apa kau datang ke konser kalau tidak mengenalku?" tanyanya sembari mendekatkan wajahnya kepadaku.

Dia benar. Untuk apa aku datang ke konser ini, kalau tidak mengenal siapa mereka? Namun, ini semua salah Mi Hee. Mi Hee yang salah.

"Heiiiii!!!!" Dia menyentuh dahiku dengan pelan.

Aku tersentak. "Aku... datang kemari karena... Yaaa! Karena temanku adalah salah satu anggota idol itu..." jawabku tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ini bukan jawaban. Ini bukan yang sebenarnya.

"Siapa?"

Oh, Tuhan! Tolong aku! Siapa? Aku juga tidak tahu. Jangankan teman yang ku bicarakan itu, dengan pria ini saja aku tidak kenal.

"Hei, kau masih mendengarku? Siapa? Siapa temanmu itu?" ulangnya lagi.

"Hum... Sepertinya tak patut, kalau aku mengatakannya padamu. Biarlah itu menjadi rahasiaku saja..." jawabku sembari membuang wajahku darinya.

"Joon? Kau temannya Joon?"

Aku berbalik memandangnya.

"Apa aku benar? Kau temannya Joon?"

Aku mengedipkan mataku berkali-kali. Apa yang harus ku jawab, aku bingung. "Joon?"

Suaraku mengeras. Joon. Siapa Joon? Yang mana dia?

"Jadi, siapa? Ahn Jae? Alan? Atau siapa?"

Pria korea ini terus bertanya padaku. Apa yang harus ku jawab? Aku sama sekali tidak mengenal mereka. Sama sekali tidak. Hufftt... Rasanya aku ingin lari saja dari keadaan ini.

"Kenapa kau diam saja? Memangnya siapa temanmu itu?" ulangnya masih terus menatapku.

Aku memandang pria Korea itu dengan sangat lama sambil berpikir. Apakah aku harus terus berpura-pura? "Sudahlah, kau tidak perlu tahu!" jawabku dan beranjak dari tempat duduk yang bersebelahan dengannya.

"Hei, kau mau kemana?" Dia menarik tanganku.

Aku terkejut. Seorang pria yang tak ku kenal menyentuhku. Bahkan dia adalah seorang... Idol Korea.

"Lihat, kakimu terluka!" serunya sambil menunjuk jempol kakiku.

Ah... Aku baru sadar, kalau ternyata kakiku terluka. Tetapi anehnya aku tak merasakan apapun selama berada di samping pria ini. Aku menunduk melihat jempolku. Darah mulai mengalir dengan deras. Aku melepaskan pegangan pria itu dan mengambil tisu dari dalam slingbagku.

"Ayo!!!!!" Dia menarikku lagi. Membawaku berlari entah kemana.

Aku pasrah. Aku mengikutinya. Tangannya basah karena keringat. Nafasnya terengah-engah mengikuti irama gerak yang baru saja kami lakukan. "Kau akan membawaku kemana?" tanyaku saat jalanan yang kami lewati semakin sepi dan gelap.

"Kakimu terluka. Kita akan pergi ke klinik. Memangnya kau pikir aku akan membawamu kemana?" tukasnya masih terus memegangku tanpa menoleh sedikitpun.

"Tidak perlu! Aku akan mengobatinya sendiri!" seruku dan berusaha menarik tanganku dari genggamannya. Namun, dia terus memegangnya dengan kuat. Ah, apa-apaan pria ini!

"Tidak usah banyak omong! Kau diam saja di situ!" 

Apa? Tidak usah banyak omong? Dia sedang menarikku entah kemana dan dia bilang jangan banyak omong! Siapa sih pria ini?

"Kita sudah sampai!" serunya dan masih menyeretku masuk ke dalam sebuah rumah.

Aku memandang seluruh isi ruangan ini. Sangat berbeda dengan ruangan yang sering ku kunjungi. Misalnya saja, kampus. Tiba-tiba, aku kembali mengingat Mi Hee. Dimana anak itu sekarang?

Pria itu masuk ke dalam sebuah kamar kecil dan meninggalkanku duduk sendiri di deretan kursi pasien. Wangi. Semerbak harum bunga sakura membuat perasaanku sedikit lega. 

"Hei! Ayo masuk!"

Aku memandang pria itu dan bergerak lamban menujunya.

"Kau bisa cepat tidak?" ulangnya sekali lagi dan memelototkan matanya padaku.

Aku bergerak cepat dan masuk ke dalam. Semakin kemari, harum bunga itu semakin terasa. Ku lihat seorang pria paruh baya sedang duduk di balik meja kerjanya dan tersenyum manis padaku. Akupun membalasnya.

"Annaeyonghaseyo!" sapa pria itu.

Aku membungkukkan tubuhku dan membalas salamnya. Sepertinya dia adalah seorang dokter.

"Darahnya banyak sekali, Ahjussi. Coba kau lihat!" seru pria itu pada pria paruh baya yang masih duduk di hadapan kami.

"Sampai kapan kau akan begini?"

"Sudahlah, Paman! Aku tak ingin mengingatnya lagi."

"Jangan memungkiri fakta yang ada!"

"Aku tak memungkirinya. Aku hanya tidak ingin mengingatnya. Sudahlah. Sekarang kau bersihkan saja lukanya, Paman!" ujarnya dan menjauhi kami.

Pria paruh baya itu tersenyum dan mendekatiku. Dia mengambil sebotol cairan infus dan perban. Sambil memegang pergelangan kakiku, dia mulai mengobatinya.

"Dimana kalian bertemu?" Pria paruh baya itu tiba-tiba saja mengajakku berbicara.

"Hah?" Aku terkejut saat mendengar pertanyaannya.

"Kau sudah lama mengenalnya?" Pria paruh baya itu mengajukan pertanyaan yang tak bisa ku jawab.

"Kami..." Aku masih terhenti berbicara saat pria itu kembali membersihkan lukaku.

"Lee Sin adalah pria yang baik. Dia hanya tak kuat setiap melihat darah. Ku harap kau bisa mengerti keadaannya." Pria paruh baya itu terus mengoceh dan membuatku semakin heran.

Lee Sin? Jadi, namanya Lee Sin? Pria Korea yang tak ku kenal ini bernama Lee Sin? Ya, aku akan mengingatnya. Mengingat seorang Lee Sin.

"Maafkan aku, Kara...."

Aku terus saja membuang wajahku darinya. Sudah hampir 10 kali Mi Hee mengucapkan kata maaf itu padaku dan hampir sejam juga aku mengacuhkannya.

"Aku benar-benar tidak tahu, kalau kau tertinggal di belakang."

"Seharusnya kau mencariku. Ternyata tidak, kan?" seruku padanya dengan nada yang meninggi. Aku yakin Mi Hee pasti merasa sangat bersalah melihat keadaanku saat ini. Sudah 3 hari jempolku dibalut dengan perban sampai sebesar kelereng dan aku terpaksa memakai sandal setiap datang ke kampus.

"Iya, aku mengerti. Aku hanya tidak ingin...."

"Tidak ingin apa? Tidak ingin kehilangan Ahn Jae? Oh... Jadi, kau lebih memilih Ahn Jae daripada aku sahabatmu?? Hah??" Aku mendelik padanya.

Dia tertunduk sambil meneteskan air mata. Sepertinya aku sudah keterlaluan pada Mi Hee.

Aku bangkit dari tempat dudukku dan menuju dapur.

"Kara!!!! Aku benar-benar minta maaf!" teriaknya. Tiba-tiba saja, dia sudah berada diantara kedua kakiku sambil berlutut. Oh, Tuhan! Mi Hee benar-benar tidak tahu, kalau aku hanya bercanda.

"Mi Hee! Mi Hee!" seruku dan memegang kedua pundaknya untuk bangkit dan melepas kakiku.

"Aku tidak akan bangkit sampai kau benar-benar memaafkanku." Sepertinya dia akan terus begini kalau aku masih mengacuhkannya.

Aku menghela nafas panjang dan memandangnya. "Arasso. Aku sudah memaafkanmu dari awal. Hanya saja aku tidak ingin kau terlalu cepat senang. Karena apa yang terjadi kemarin adalah hal yang paling menakutkan bagiku,” ujarku padanya dengan keras.

Dia mendongakkan kepalanya padaku sambil tersenyum. "Gomawo!" Mi Hee mencium pipi kananku dan bergegas lari menuju kamarnya.

"Mi Heeeee!!!!!!!!!"

Aku duduk terpaku di depan TV yang sejak 10 menit lalu menyala dengan suara keras. Aku tak bergeming walaupun saat itu acara kesukaanku sedang tayang. Aku... sedang... memikirkan seseorang. Yaa! Lee Sin. Pria itu menyita waktuku beberapa hari ini. Bayangannya di ingatanku tak bisa lepas. Apa yang sedang terjadi padaku sekarang??

"Apa kau mengenal semua member SNine, Mi?" tanyaku pada Mi Hee yang baru saja duduk di sampingku.

"Nae. Kenapa?"

"Siapa saja?"

Dia memandangku. "Kau benar-benar ingin mengetahuinya?" tanyanya seperti meyakinkan kembali kebingungannya.

Aku mengangguk.

"SNine beranggotakan 5 member. Ahn Jae, Lee Sin, Gyo Joon, Alan, dan Sang Yoen. Erm, tetapi yang terbaik dari mereka adalah Ahn Jae. Lelaki itu benar-benar mengagumkan." Mi Hee memulai drama hiperbolanya setiap bercerita tentang boyband yang satu ini.

"Nae, aku sudah paham," ujarku memutus ceritanya sampai di situ. Sudah sering aku mendengar kalimat-kalimat hiperbolanya tentang Ahn Jae.

"Memangnya ada apa?” tanyanya lagi sambil memandangku dengan tajam.

Aku menggeleng. “Aniyo!”

“Kau ingin ku beritahu tentang mereka? Jakkuman!” serunya lagi dan mengeluarkan handphone dari saku roknya. Dia membuka layar handphonenya dan menunjukkan sebuah foto padaku. “Kita mulai dari kiri. Gyo Joon, dia adalah Leader dari grup ini. Karismatik, tidak banyak bicara, dan bertanggung jawab pada membernya. Ini, Ahn Jae, idolaku. Erm, calon suamiku!” ujarnya sambil tertawa.

“Arasso! Arasso! Aku tidak akan merebutnya darimu. Lalu, siapa lagi?” tanyaku saat dia mulai tersenyum malu padaku, tetapi tunggu dulu... Sepertinya wajah Gyo Joon tidak asing bagiku. Aku… pernah… Ah, tidak mungkin!

“Okay, next, dia adalah Lee Sin. Dance machinenya SNine. Tariannya sangat memukau dan dia juga punya jiwa yang sama seperti Gyo Joon. Dia sangat dekat dengan Alan."

“Kalau yang ini pasti Alan?”

“Kau benar! Ini adalah Alan. Seorang jenius yang sempat tidak diizinkan orang tuanya untuk masuk ke dunia entertainment.”

“Aku mengerti sekarang," jawabku padanya.

“Erm… Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang mereka? Ada apa?”

“Aku sudah bilang tidak ada apa-apa, kan? Aku hanya ingin tahu saja idolmu itu seperti apa?” ujarku lagi padanya.

“Hahaha… Mereka adalah grup idol yang sangat memukau. Aku sangat mencintai mereka, terutama Ahn Jae.”

“Nae, aku tahu itu.” Segera saja ku balikkan badanku darinya dan mulai memandang layar TV yang sedari tadi kami biarkan hidup tanpa dilihat. Tiba-tiba, wajah pria itu terlihat kembali olehku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status