Share

Negosiasi

Author: Widanish
last update Huling Na-update: 2021-09-18 11:23:41

“Jadi kamu orangnya?” responku. “Tak salah suamiku menginginkanmu, kamu memang cantik.”

 

 

Wanita bernama Harum itu melempar senyum serupa seringai. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga saat kupuji. 

 

 

“Selera Mas Wira memang tinggi,” katanya. “Tadinya, aku ingin memiliki suamimu sendirian. Tapi sayang sekali kami harus rela bersabar, karena katanya kau tak mau diceraikan.”

 

 

Harum terlihat sangat manis. Tentu saja, karena yang namanya madu di mana-mana memang manis. 

 

 

“Masuklah. Kita bicara di dalam,” ajakku. 

 

 

Mas Wira menggandeng tangan Harum masuk ke dalam rumah. Sementara aku mengekor dari belakang. 

 

 

Tiba di ruang tengah, Mas Wira menuntun Harum duduk di sofa. 

 

 

“Mas, tolong aku juga ingin pindah duduk di sofa. Kursi roda ini membuatku kepanasan,” pintaku. 

 

 

“Kau berusaha sendiri saja, Manis. Biasanya juga begitu. Pindah ke sofa atau ke kasur, kau selalu melakukannya sendiri,” jawab Mas Wira.   

 

 

“Baiklah.” 

 

 

Susah payah aku berpindah ke sofa. Namun rasanya sangat sulit, akhirnya aku hanya bisa duduk di kursi roda. Harum sedikit menertawakanku saat aku memegangi tongkat dan kesusahan mengangkat tubuhku. 

 

 

“Jadi, kapan kalian akan menikah?” tanyaku. 

 

 

“Aku ingin secepatnya,” jawab Harum. Dia sangat semangat menjawab, padahal aku bertanya pada Mas Wira. “Aku sangat kasihan pada Mas Wira. Dia pasti kesepian dan merindukan belaian seorang istri yang normal. Kau mengerti maksudku kan, Kak?”

 

 

Harum. Wanita itu mulai menanam benih kebencian dalam dadaku. Bahkan sejak pertama Mas Wira menyebut namanya. 

 

 

“Ah ya. Kau lihat sendiri, aku bukan lagi wanita normal, aku lumpuh. Itu kan maksudmu, Harum?”

 

 

“Jangan tersinggung, Kak. Aku bicara yang sebenarnya. Memang Kakak lumpuh, kan?”

 

 

Kuberikan senyumku untuk Harum, lalu beralih pada suamiku. “Mas, apa kau sudah beritahu dia siapa aku sebenarnya? Juga tentang persyaratan yang kuberikan?” 

 

 

Mas Wira menggeleng. 

 

 

“Baiklah. Biar aku sendiri yang memberitahunya,” ucapku. Lalu berpindah ke Harum lagi. “Kau akan menjadi maduku, Harum. Jagalah sikapmu. Meski cacat, aku bukanlah orang sembarangan. Kekayaanku tak akan pernah habis. Kau kira rumah megah ini milik Mas Wira? Jangan salah mengira! Rumah ini adalah milikku. Bahkan aku punya yang lebih besar lagi dari ini. Beberapa perkebunan teh dan kelapa sawit kumiliki atas namaku sendiri, beserta pabrik pengolahnya. Dan masih banyak lagi kekayaanku, beberapa masih kurahasiakan.”

 

 

Penjelasanku barusan membuat Harum bungkam. Meski dia sangat cantik dan tubuhnya dibalut pakaian mahal, tetap saja itu tak bisa menutupi sifat udiknya. Begitu pun dengan perkataannya yang terdengar tak sopan dan kasar menghinaku, itu tidak seperti sifat aslinya. Mata batinku menangkap Harum bukanlah wanita jahat. Mas Wira pasti telah mendandani dan mengajari Harum sedemikian rupa agar dia terlihat ‘kuat’ dan berani, agar aku dapat sedikit segan padanya. Tetapi mataku tak bisa dikelabui. Aku telah banyak makan garam kehidupan, bertemu dengan berbagai macam karakter manusia. Aku dapat dengan mudah menilai setiap orang yang kutemui. Dan Harum, adalah wanita istimewa. 

 

 

Harum bertumpang kaki, dia menatap seakan tak tepengaruh dengan cerita tentang kekayaanku. Padahal terlihat sekali dia sedang berakting. 

 

 

“Dan syarat untuk menjadi maduku adalah kau harus mau menuruti semua perintahku, tak boleh menolak. Bagaimana?” lanjutku bertanya. 

 

 

Harum mulai tak nyaman. Tentu saja dia keberatan dengan adanya persyaratan yang kuajukan. “Kurasa, sebagai seorang istri, kita sama-sama berhak hidup bebas di rumah ini tanpa harus terikat syarat tertentu. Yang kunikahi adalah suamimu, aku tak peduli tentang kau. Sebenarnya, Mas Wira pun ingin menceraikanmu!” jawab Harum sinis. 

 

 

“Jadi, kau keberatan jika ada persyaratan di sini?” tanyaku tetap tenang. 

 

 

“Aku hanya merasa muak! Untuk apa aku harus menuruti syarat-syaratmu? Kau pikir karena kau kaya jadi bisa seenaknya mengaturku? Aku tak akan hidup dari hartamu, Kak. Mas Wira berjanji akan menghidupiku dari hasil usahanya sendiri, dia kan juga punya perusahaan!” jawab Harum, lalu dia beralih ke Mas Wira. “Mas, tolong jangan bilang kau setuju dengan adanya syarat itu!” katanya. 

 

 

“Kalau kau tak bersedia. Maka tak akan ada pernikahan,” tegasku. “Jika kau memang mencintai suamiku, kau pasti tidak akan keberatan dengan syarat yang kuberikan, bukan? Sebenarnya, apa tujuanmu menikah dengan suamiku?”

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kemenangan

    Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Melenyapkan Harum

    “Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permainan Harum

    "Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Malam Mencekam

    “Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kuburan Siapa?

    "Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permintaan yang Sulit

    “Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status