Share

Iming-Iming

Author: Widanish
last update Last Updated: 2021-09-18 11:24:20

"Apa tujuanku, bukanlah urusanmu. Kehidupan pernikahanku dengan Mas Wira nanti adalah privasi kami berdua, kau tak berhak tahu," jawab wanita bernama Harum itu, sambil membuang muka dariku. Belagu sekali dia.

 

 

Bagus sekali. Aku suka orang seperti dirinya. Semakin banyak dia bertingkah dan bersikap sombong, semakin bertambah kasih sayangku untuknya. Kasih sayang yang akan mengantarkannya pada jurang kematian. 

 

 

Kita lihat nanti, Harum. Siapa yang akan bertahan di rumah ini.

 

 

"Harum, jangan lupa bahwa nanti kau akan tinggal di rumahku. Aku adalah tuan rumah, kau harus tunduk padaku!" Kukatakan itu dengan penekanan yang tajam. Namun rupanya, ketegasanku itu tak membuatnya gentar sama sekali.

 

 

"Aku pun sebenarnya tak mau tinggal di sini. Kami bahkan berencana tinggal di rumah baru Mas Wira, karena rencana awalanya kan dia akan menceraikanmu. Tapi karena kau tak mau diceraikan, dan Mas Wira masih membutuhkan hartamu, maka terpaksa aku harus ikut di manapun Mas Wira tinggal. Jadi, sebenarnya aku tak mengikutimu, Kak Manis!" balasnya sinis, tak mau kalah.

 

 

Kelancangan Harum itu memantik emosiku. Seumur hidup, sepertinya hanya dia lah satu-satunya orang yang berani menentangku. Sepertinya, dia memang belum tahu siapa aku sebenarnya. Jika dia tahu, tak mungkin akan bersikap tidak sopan seperti itu.

 

 

Kupandangi wanita yang memakai dress merah maroon dan lipstik warna senada itu. Dia duduk bersilang kaki di hadapanku sambil tangannya dilipat di dada. Kini tatapannya sangat menantang, sesekali dia menggerakkan bola matanya naik-turun menelusuri tubuhku, sangat terlihat jelas delikan yang menyiratkan ejekan dan hinaan atas cacat yang kuderita. Apalagi sudut bibirnya, terlihat menegang akibat sekuat tenaga menahan hasrat ingin menertawakan kelumpuhanku. Gestur calon maduku itu seolah berkata: "Mana mungkin orang cacat punya kekuatan untuk berkuasa di rumah ini!"

 

 

Aku beralih pada Mas Wira—suami sekaligus calon pengantin bagi maduku. Aku berbisik padanya, "kau telah membawa wanita keras kepala ke dalam rumah ini, Mas. Harus dengan cara apa supaya dia mau menurut padaku? Katakan padanya untuk patuh padaku!" 

 

 

"Sudah kubilang, jangan persulit dia," jawab Mas Wira.

 

 

Aku benci dengan penentangan. Andai aku tak sedang bernegosiasi, pasti sudah kuhukum suamiku itu seperti biasanya. Seperti saat dia tak bisa bekerja karena sakit setahun yang lalu, aku menyuruhnya berangkat ke pabrik saat itu juga. Sebenarnya, itu adalah hukuman karena dia berani menolak permintaan tolongku.

 

 

"Badanku meriang, Manis. Aku tak bisa belikan kamu kembang tujuh rupa, apalagi ini sudah malam. Jangankan untuk berangkat, untuk duduk saja badanku ngilu," rengek Mas Wira pada malam harinya—setahun lalu.

 

 

"Tapi malam ini juga aku harus mendapatkannya, Mas. Leluhurku bisa marah jika aku terlambat menyuguhkan sesajen untuknya pada malam ini. Bangunlah, paksa dirimu untuk pergi mencari kembang tujuh rupa! Masih ada waktu tiga jam lagi sebelum waktu persembahan tiba," paksaku.

 

 

Mas Wira bergeming, dia tetap tak mau berangkat dengan alasan sakit. Membuatku muak, karena dia sangat tak tahu diri! Dia lupa siapa yang mengulurkan tangan padanya sepuluh tahun lalu. Aku, Akulah yang telah menariknya dari lembah kemiskinan! Mas Wira dulunya adalah seorang pengemis yang menengadahkan tangannya di pinggir jalan, dan aku memungutnya untuk kujadikan suami! Tapi dia sama sekali tak ingat hal itu, hingga permintaanku untuk mencari kembang tujuh rupa pun ditolaknya mentah-mentah. Akhirnya, malam itu aku terpaksa mencarinya sendiri. 

 

 

Dan hari ini, lelaki yang kujadikan suami itu meminta keringanan dariku. Dia ingin istri barunya tinggal nyaman di rumahku.

 

 

"Kau ingin hartaku, kan, Mas? Kalau kau tak mau, aku tak akan memaksa. Silakan ceraikan aku dan pergi dari rumah ini." Aku menegaskan.

 

 

"Manis, aku tak akan menceraikanmu." Mas Wira mengatakannya dengan lantang, membuat Harum berubah raut mukanya menjadi kesal dan tak terima.

 

 

"Kalau begitu, buatlah wanita itu menurut. Jelaskan padanya siapa diriku ini, dan ingatkan pula siapa dirinya. Derajatnya berbeda denganku," balasku.

 

 

Sudah kuduga, jika kuiming-imingi dengan harta, Mas Wira tidak akan menolak. Dia trauma akan kemiskinan, sehingga menjadikan harta sebagai cinta sejatinya. Namun aku masih belum mengerti, mengapa Mas Wira menambatkan hatinya pada Harum. Suamiku itu tidak akan pernah jatuh hati pada wanita cantik, kecuali jika wanita itu memiliki harta. Apa yang dimiliki Harum sehingga membuat Mas Wira jatuh hati padanya? Aku tak yakin mereka benar-benar saling jatuh cinta.

 

 

Mas Wira kemudian beralih pada Harum, ia tampak membisikkan sesuatu yang membuat wanita itu luluh. 

 

 

"Baiklah, aku akan terima syaratmu," jawab Harum pada akhirnya.

 

 

"Bagus," balasku penuh kemenangan. "Pernikahan kalian akan diadakan lusa. Katakan padaku, apa yang kauinginkan sebagai mahar, Harum? Aku akan membelikannya untukmu."

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kemenangan

    Entah siasat apalagi yang dilakukannya. Harum begitu mudah mengecohku. Tapi aku yakin, yang berada dalam dirinya itu bukanlah sosok Bilqis—temanku—yang sesungguhnya. Wanita itu pasti memiliki ilmu untuk merubah dirinya menjadi orang lain dan bahkan makhluk lain. Dia benar-benar nenek sihir!“Tolong!”Kudengar suara teriakan minta tolong lagi dari dalam diri Harum, kali ini suara itu juga diiringi raungan kesakitan. Jelas bukan Harum yang berteriak, karena mulutnya tertutup rapat. Apalagi suara itu terdengar seperti suara Bilqis, tapi mungkinkah yang berada dalam diri Harum itu adalah Bilqis?Pikiranku kembali bimbang untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Bisa saja Bilqis memang berada dalam diri Harum, tetapi bisa saja itu adalah tipuan.Kutarik kembali pedang yang tadinya kuarahkan ke Harum, lebih baik kuulur waktu untuk menemukan jawaban

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Melenyapkan Harum

    “Tolong temanmu itu!” seru Harum bernada mengejek. “Kau pasti mengira, temanmu itu yang sejak tadi berteriak minta tolong, bukan?” lanjutnya diiringi tawa jahat.“Katakan di mana dia!” cecarku.Harum malah tertawa semakin keras, menunjukkan gigi putihnya yang derderet rapi, hingga rongga mulutnya terbuka lebar. Ingin rasanya kuhunuskan pedang pusaka ke mulutnya itu, namun dia belum memberitahuku di mana keberadaan Bilqis sekarang. Temanku itu pasti sedang dalam bahaya!“Aku tidak akan memberitahumu,” jawabnya. “Silakan kau ancam aku, aku tak merasa takut sedikit pun, karena ternyata kemampuanmu tidak ada apa-apanya dibanding aku. Rumor yang beredar di luar sana rupanya hanya omong kosong belaka, mereka bilang kamu jahat dan pandai bermain ilmu hitam tapi kenyataannya kau tak bisa apa-apa selain minta tolong leluhurmu itu. Dan lebih parahnya l

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permainan Harum

    "Apa yang terjadi?" tanyaku"Katanya, Harum tiba-tiba gusar dan mengajak Mas Wira pulang. Dia menutup perusahaan selama beberapa hari.""Berani sekali dia!" Kupukul dinding tempatku bersandar."Aku langsung mendatangi rumah penjaga keamanan untuk meminta kunci kantor, dan pabrik. Setelah kembali ke kantor, kuperiksa semua dokumen di ruangan Wira. Dan aku menemukan beberapa berkas penjualan kebun dan pabrik. Berkas itu tinggal menunggu tanda tangan darimu," lanjut Bilqis."Itu semua tidak akan terjadi. Aku tak akan pernah menandatangani berkas itu," kataku."Tentu saja, karena aku pun sudah merobeknya!"Aku mendekat, duduk di samping Bilqis. "Lagipula Mas Wira sudah mati dibunuh Harum," kataku.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Malam Mencekam

    “Kau sudah tahu siapa diriku sebenarnya, bukan?” lanjutnya menebak dengan benar. “Bagaimana perjalananmu ke Jurang Cilaka? Aku cukup terkejut melihatmu pulang dengan selamat. Tapi sayang sekali kau datang terlambat, jadi aku harus mengganti tumbal ajianku dengan mengorbankan Mas Wira. Padahal, aku berniat menumbalkan nyawamu, Manis! Dan kau malah terlambat datang, sementara waktu persembahan sudah sangat mendesak. Dan sayangnya lagi … suamimu ini harus mati percuma, karena kau telah membunuh Tengkorak sialan itu. Baguslah, aku jadi tak perlu berurusan dengannya lagi.”Harum menatap dengan tatapan merendahkanku. Dia melihatku yang terduduk di kursi roda, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Rupanya dia sudah tahu apa saja yang kulakukan di Jurang Cilaka. Tapi bagaimana dia bisa mengetahuinya?“Sekarang giliranmu yang dikubur di sini, Manis,” tambah Harum dengan tawa jahatnya. &ldquo

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Kuburan Siapa?

    "Bagaimana kalau aku tak mau membantumu?""Aku tak akan membiarkanmu keluar dari tempat ini. Matilah kau perlahan di dasar jurang sana!" Ancam Kakek Tengkorak, dari lubang bola matanya memancarkan api kuning kemerahan."Aku juga sangat membutuhkan wanita bernama Harum. Tak mungkin kuserahkan dia padamu," balasku jujur.Api itu masih belum padam, kini kobarannya keluat dari lubang dan hampir menyambar wajahku. Beruntung aku dapat menghindar."Akulah yang pertama kali mengikat jiwanya. Tak ada yang bisa merebutnya!" ujar Kakek Tengkorak.Aku berpikir sejenak. Mencari jalan terbaik untuk memecahkan permasalahan ini. Wanita yang dimaksud itu pasti Harum maduku, tak ada lagi wanita licik penganut ilmu hitam selain dirinya.

  • Poison (Racun untuk Maduku)   Permintaan yang Sulit

    “Bastian, aku tahu tempat ini sangat mematikan. Tapi percayalah, aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat. Kumohon, jangan persulit situas. Kau tak butuh pedangmu lagi, lebih baik berikan padaku. Aku membutuhkan pedang itu untuk menyelamatkan orang-orang terdekat kita!” balasku setengah berteriak dan menekankan nada pembicaraan.Aku mulai kesal dengan arwah Bastian yang sangat keras kepala.“Tidak mungkin kau bisa selamat, Manis!” bantahnya.Kesabaranku mulai habis. Saat masih hidup maupun sudah mati, Bastian selalu menyebalkan. Dia selalu berpikiran buruk tentangku. Tak hanya dia, bahkan semua orang selalu menilaiku dengan buruk. Hanya karena aku memiliki kelebihan spiritual, mereka kira aku penyihir. Kenapa tidak ada satu orang pun yang percaya bahwa aku ini manusia biasa seperti mereka? Aku hanya memiliki sedikit ‘kelebihan’ yang berbeda dari me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status