Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
"Anak Konglomerat Dilaporkan Atas Kasus Pelecehan" "Heboh! Sahabat Makan Anak Sahabat" "Inisial D Pelaku Pedofil, Korban C Adalah Anak Dr R" "Benarkah Tuan Muda D Pelaku Pedofil?" "Anak Dokter Jadi Korban Pedofilia." "Anak Rumahan Jadi Korban Pelecehan Orang Terdekat" "Bejat! Pelaku D Tega Melakukan Pelecehan Pada C Yang Notabene Adalah Anak Sahabatnya Sendiri." "Korban C Anak Dokter di RS Terkenal di Jakarta" "Pelaku D Sudah Kenal Dekat Dengan Keluarga C" "Pelaporan Pelecehan Atas C Telah di Terima Pihak Kepolisian" *** "Sialan! Apa yang sudah lo lakukan, Ray! Berengsek!," umpat Daffa yang baru membaca headline di beberapa sosial media dan berita di televisi. "Halo, iya Pa?" sapa Daffa saat ponselnya berdering. "Apa maksud berita yang beredar. Kamu masih belum kapok juga, HAH!" bentak papa Daffa–di seberang–Arman Sanjaya, konglomerat terkaya di kotanya. "Fitnah itu, Pa. Daffa sudah tidak pernah melakukan itu," kilah Daffa dengan perasaan takut. "Hari ini juga kamu pul
"Permisi!" ucap Zerlina sambil mengetuk pintu kayu yang ada di depannya. "Sher …. Sherly!" seru Zerlina lebih keras lagi sambil terus mengetuk pintu itu. Ketukan yang semakin lama semakin berubah gedoran karena si penghuni rumah tidak juga membukakan pintu. Zerlina merasakan tangannya mulai sakit, dia menghentikan untuk mengetuk pintu dan membuka tas selempang untuk mencari sesuatu di dalamnya. Sedangkan mulutnya masih terus memanggil Sherly. "Yes! Ketemu." Ternyata Zerlina mencari koin yang rencananya akan digunakan sebagai alat pengganti untuk mengetuk jendela kaca di sebelah pintu kayu. "Sherly!" teriak Zerlina sambil mengetuk jendela menggunakan koin itu. "Tidak mungkin dia tidak mendengar ketukan pintu ini," gumam Zerlina yang masih terus mencoba memanggil serta mengetuk pintu dan jendela. "Ada yang tidak beres ini." "Do, lo udah pasang CCTV yang gue suruh, kan?" tanya Zerlina pada seseorang di seberang telepon genggamnya dengan suara pelan. Walaupun dia yakin tidak ada
"Lo dimana sekarang?" tanya Edo pada Zerlina melalui telepon genggamnya. "Gue masih di rumah sakit," jawab Zerlina lalu menceritakan secara singkat keadaan Sherly. "Ya udah, gue ke rumah sakit sekarang dan Lo jangan kemana-mana sebelum gue datang," ancam Edo pada Zerlina dan menyudahi pembicaraan mereka. Sementara itu, Zerlina masih berada di rumah sakit memantau perkembangan keadaan Sherly. Zerlina mencoba untuk menghubungi kedua orang tua Sherly untuk memberitahukan keadaan Sherly. Sekarang Sherly sedang berada di ruang ICU dengan keadaan kritis. Niatnya urung dilakukan saat dia melihat suster yang keluar dari ruang ICU. "Bagaimana keadaan pasien, Sus?" tanya Zerlina pada suster itu. "Dengan keluarga pasien?" tanya suster itu. "Bukan, Sus. Saya pengacara Ibu Sherly dan orang yang membawanya ke sini," jelas Zerlina pada suster itu agar mau memberikan penjelasan bagaimana keadaan Sherly. "Saya membutuhkan persetujuan tindakan kuretase secepatnya karena keadaan pasien yang seda
Keesokan hari, Sherly sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit yang sudah terjadi. Setelah diperbolehkan pulang oleh dokter, Sherly memilih untuk tinggal di rumah kedua orang tuanya. Pihak kepolisian juga sudah meminta keterangan kronologi kejadian yang dialami Sherly. Pihak kepolisian segera mengerahkan anggota mereka untuk mencari Hendrik dan keberadaan kedua orang tua Sherly. Kedua orang tua Hendrik juga sudah dimintai keterangan perihal status DPO yang sekarang disematkan pada Hendrik. Mereka tidak percaya dengan apa yang didengarnya, karena selama ini Hendrik tidak pernah bertindak kasar dan sangat mencintai Sherly. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal dalam hati mama Hendrik mengenai salah satu anaknya itu. Mama Hendrik memilih untuk tidak memberitahukan pada siapa pun tentang apa yang menjadi ganjalannya. Sebagai sesama wanita, Mama Hendrik memilih menutup mata dan hati atas apa yang dialami oleh Sherly saat ini. Mama Hendrik memang tidak menyukai Sherly menjadi mena
"Halo, Zerlin," sapa Edo di seberang."Ya, kenapa, Do?" balas Zerlina."Gue dapet informasi, kepolisian Klaten menemukan Hendrik. Anehnya, dia ada di RSJD Dr. RM Soedjarwadi," tutur Edo."Apa?" seru Zerlina yang terkejut dengan informasi yang baru saja diberikan Edo."Lo, gak salah info, Do?" sambung Zerlina."Makanya, gue telepon, Lo. Kita ke Klaten buat memastikan informasi itu. Gue juga dengar kalau pihak keluarga Hendrik sedang menuju kesana dan sudah menunjuk seorang pengacara," terang Edo lagi."Gak usah, Do. Gue tunggu di Jakarta aja. Lihat keadaan dulu, baru ntar gue pikirin mau bagaimana," balas Zerlina."Lo, yakin?" Edo bertanya untuk memastikan."Iya, gue yakin. Ya udah, gue mau kasih tahu Sherly dulu. Biar dia mempersiapkan mental kalau itu benar-benar Hendrik," jelas Zerlina.Zerlina segera menghubungi Sherly. Dia memberikan informasi seperti yang Edo berikan. Zerlina berharap, Sherly mampu melewati semua proses yang harus dijalaninya hingga tuntas. Tertangkapnya, Hendri
"Hai! Selamat pagi," sapa gadis itu. "Ba--baik. Kamu siapa?" tanya Zerlina kaget. Wajah gadis itu mengingatkan pada sosok yang membuat dirinya sangat terluka. Seseorang yang sangat ingin dilupakan. Tak mau diingat tapi, masih sangat melekat di pikiran. 'Bagaimana bisa, wajahnya mirip dengan dia?' tanya Zerlina dalam hati. "Kamu kenal, Venchi?" tanya Zerlina pada gadis itu. "Ooh, jadi namanya Venchi? Bukan Ven-Ven," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar. "Hai! Venchi. Kamu sudah lama tidak bermain kemari. Tahu ya, gak ada Luppy. Luppy sedang sakit, kemarin dia muntah-muntah jadi harus menginap di klinik Om Heru. Jadi aku tidak ada teman," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan dan mengusap kepala Venchi. Tentu saja hal itu membuat Venchi senang. Anjing itu langsung duduk dan memberikan tangannya pada tangan gadis itu seolah-olah mengajak bersalaman. Lalu Venchi berputar-putar di sekitar kursi roda, entah apa maunya. "Tante, dia pintar dan lucu sekali," teriak gadis itu kegi