Share

Bab 6. Perselisihan Zerlina Dengan Daffa

Daffa, nama laki-laki yang dipanggil 'Om' oleh Christy. Sosok yang tiba-tiba muncul dan membuat Christy menahan rasa takutnya. Dia berpikir tidaklah mungkin Daffa melakukan hal menjijikkan menurut Christy saat ini, di muka umum.

Zerlina melihat perubahan wajah dan aura pada Christy. Dari awal melihat Daffa turun dari mobil sampai Daffa yang berjalan mendekati mereka. Sangat terasa dan menyakitkan saat tadi tangan Christy mencengkram lengannya semakin mengerat. 

Ditambah lagi saat Christy yang melepaskan cengkraman tangan dan memindahkan posisi kruk dari kanan ke kiri. Zerlina dapat menilai bahwa Christy berusaha menghindarkan kepala dari tangan Daffa yang hendak menyentuhnya.

Setelah perdebatan kecil antara Christy dan Daffa tentang siapa yang duduk di samping pengemudi, akhirnya Zerlina yang duduk di sana. Christy dengan alasan susah menempatkan kruk yang dibawa akhirnya mempertahankan keinginannya untuk duduk di bangku belakang.

"Hai!" sapa Daffa mencoba memecahkan keheningan di dalam mobil.

"Kenalin, nama aku Daffa," sambungnya dengan mengulurkan tangan kanan.

"Anastasya," sahut Zerlina singkat tanpa membalas uluran tangan Daffa. 

'Kok bau alkohol ya?' keluh Zerlina dalam hati. Zerlina mempunyai indera penciuman yang cukup tajam.

"Sudah lama berteman dengan Christy?" 

"Belom." Zerlina enggan berbincang dengan Daffa dan Daffa merasakan hal itu.

"Yang, kapan jadwal kamu kontrol kaki?" tanya Daffa pada Christy.

'Yang?' tanya Zerlina dalam hati setelah mendengar panggilan Daffa pada Christy.

'Gak salah panggil tuh orang? Dia teman papa Christy setidaknya umur mereka sama. Tadi Christy juga seperti kaget dan apa ya, takut kah? Cengkraman tangannya kencang sekali. Masih sakit dan ada cap kuku.' Pertanyaan dan pernyataan yang ada benak Zerlina sambil melihat tangan yang ada cap kuku Christy.

Christy hanya diam tak menjawab. Daffa melihat dari spion tengah, ternyata Christy memejamkan matanya. Terlihat Daffa tersenyum tipis melihat hal itu.

'Ayang kecilku pura-pura tidur. Bikin gemes aja deh. Ahhh bibirnya yang tipis dan mungil itu bikin kangen pengen gue lumat lagi. Gara-gara si Raymond brengsek kesenangan gue jadi ke ganggu waktu itu,' ungkap Daffa dalam hati sambil teringat kejadian dimana dirinya dapat mencicipi bibir tipis dan mungil milik Christy serta tangannya yang merasakan kekenyalan dua gunung yang pas di tangan.

Kenangan yang tak akan pernah dilupakan dan sangat ingin di ulang oleh Daffa. 

Hari itu, Christy, Raymond, dan Daffa mengambil cuti bersama untuk melakukan liburan ke Yogyakarta menggunakan mobil pribadi selama satu minggu. Daffa dan Raymond ingin mencoba tol yang baru diresmikan. Sekaligus melepas penat dari rutinitas sehari-hari mereka.

"Pa, aku capek banget, mau langsung tidur ya," pamit Christy pada Raymond yang merasa lelah karena sudah berada di dalam mobil begitu lama.

"Mandi dulu, baru tidur. Biar badan kamu gak lengket dan tidur dengan nyenyak," suruh Raymond.

"Baiklah." Jawab Christy sambil berjalan menuju ke kamar.

"Mau kemana, kesayangan Om," tanya Daffa yang baru keluar dari kamar mandi yang ada di dekat ruang tengah. Dia memeluk tubuh mungil Christy. 

"Ngantuk, Om. Mau langsung tidur, tapi ma papa di suruh mandi dulu," adu Christy yang masih ada dalam pelukan Daffa.

"Betul kata papa. Biar tidur nyenyak dan wangi, jadi gak bau keringat. Kamu bau asem tau," ucap Daffa sambil mencium rambut dan kening Christy. 

"Haiss, udah tau bau asem dicium juga," gerutu Christy sambil melepaskan pelukan Daffa dan pergi menuju ke kamar yang berpintu ungu, biru, dan pink.

Daffa hanya tertawa mendengar protes Christy dan berjalan ke ruang tengah.

"Gue nginap di sini ya. Besok baru gue pulang. Ngantuk gue," ucap Daffa sambil duduk di salah satu sofa kosong. 

"Nginap aja, semalam lima ratus ribu," gurau Raymond pada sahabatnya itu.

Daffa adalah orang yang berada di dekatnya saat dia terpuruk karena ditinggalkan oleh istri yang sangat dicintai, ibu kandung Christy. 

Setelah Raymond masuk ke kamar, Daffa masuk ke kamar Christy secara diam-diam. 

Kebiasaan Christy yang tidak mengunci kamar itu diketahui oleh Daffa dan memudahkan Daffa untuk melakukan keinginannya. 

Gadis yang sedari kecil dia jaga telah membangkitkan gairahnya. Dia mengingat saat Christy memakai baju renang warna ungu dan biru. Baju renang dengan lengan panjang dan celana panjang. Sebenarnya tidak ada bagian yang terbuka yang terlihat di baju itu, tetapi baju renang yang menempel ketat di badan Christy memperlihatkan lekuk tubuh Christy yang terlihat seksi di mata Daffa. 

Pencahayaan di kamar hanya ada lampu kecil yang berwarna merah. Walaupun minim pencahayaan, Daffa dapat melihat Christy yang mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Kebiasaan Christy jika tidur. Pakaian yang nyaman untuk mengistirahatkan tubuh itu makin membuat gairah seksual Daffa makin tak terkendali.

Gadis itu tidur dengan posisi miring, sehingga tampak helaian rambut yang menutupi sebagian wajah Christy. Tangan nakal Daffa mulai menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah mungil itu. Daffa menatap gadis itu dengan penuh nafsu. 

"Awas!" teriak Zerlina dan tiba-tiba setir mobil diambil alih oleh Zerlina dari samping.

"Hentikan mobilnya!" bentak Zerlina yang masih membantu menstabilkan setir mobil. 

Daffa tersadar dari lamunan mesumnya dan menyalakan lampu sein ke kiri lalu perlahan menginjak rem.

"Kalau Anda mau mati, mati aja sendiri! Jangan ajak-ajak!" teriak Zerlina sambil membuka pintu mobil lalu keluar.

Zerlina mengetuk pintu mobil bagian belakang tempat Christy duduk, "Keluar! Kita turun di sini," suruh Zerlina sambil membantu Christy turun dari mobil.

Setelah Christy turun, Zerlina segera meminta di bukakan pintu bagasi mobil pada Daffa, " Buka pintu bagasi! Saya mau ambil belanjaan."

Daffa membuka kunci otomatis dari depan dan segera turun, "Apa-apa lo! Kalau mau turun di sini jangan ajak-ajak Christy!"

Zerlina tidak menggubris perkataan Daffa. Dia masih menurunkan belanjaan yang tadi dibelinya.

"Christy berangkat dengan saya, jadi pulang juga dengan saya. Anda silakan pergi," usir Zerlina pada Daffa.

"Tidak bisa! Raymond, ayahnya meminta gue buat jemput anaknya, jadi Christy tanggung jawab gue," tampik Daffa.

"Christy, tolong telepon papa kamu sekarang. Katakan kakak ingin berbicara padanya," pinta Zerlina pada Christy.

"Christy! Jangan lakukan apa yang dia minta. Ikut Om sekarang!" perintah Daffa pada Christy sambil menarik tangan Christy.

Christy yang ditarik tangannya secara tiba-tiba, membuat kruk yang sedang di pegang terjatuh.

"Aduh! Kakiku," pekik Christy sambil memegang kakinya yang masih di pasang gips.

Suara teriakkan dari Christy mengundang beberapa pejalan kaki yang melintas.

"Ada apa, Dek?" tanya seorang ibu paruh baya pada Christy.

"Jatuh ditarik dia," sahut Zerlina sambil membantu berdiri setelah memberikan kruk pada Christy.

"Sekarang, Anda silahkan pergi dari sini. Sebelum banyak orang datang kesini," ancam Zerlina. 

"Lo, jangan kira sudah menang. Kita gak ada masalah. Jangan membuat masalah dengan gue," ancam Daffa pada Zerlina.

"Christy, kamu ikut Om," perintah Daffa sambil menatap tajam pada Christy.

Zerlina segera menutup arah pandang Daffa, "Anda tidak perlu mengancam seorang gadis. Saya yang akan bertanggung jawab atas Christy dan saya yang akan memberikan penjelasan pada papanya. Jadi jangan diperpanjang urusan ini. Satu hal yang perlu Anda ingat, saya tidak takut dengan segala macam ancaman dari manusia." 

Daffa yang tidak dapat berkata-kata lagi segera melangkahkan kakinya menuju ke mobil, tetapi setelah dapat melihat Christy, dia menggerakkan mulutnya dan tampak Christy yang ketakutan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status