Share

Bab 5. Awal Perkenalan Dengan Christy

"Hai! Selamat pagi," sapa gadis itu.

"Ba--baik. Kamu siapa?" tanya Zerlina kaget.

Wajah gadis itu mengingatkan pada sosok yang membuat dirinya sangat terluka. Seseorang yang sangat ingin dilupakan. Tak mau diingat tapi, masih sangat melekat di pikiran.

'Bagaimana bisa, wajahnya mirip dengan dia?' tanya Zerlina dalam hati. 

"Kamu kenal, Venchi?" tanya Zerlina pada gadis itu.

"Ooh, jadi namanya Venchi? Bukan Ven-Ven," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar.

"Hai! Venchi. Kamu sudah lama tidak bermain kemari. Tahu ya, gak ada Luppy. Luppy sedang sakit, kemarin dia muntah-muntah jadi harus menginap di klinik Om Heru. Jadi aku tidak ada teman," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan dan mengusap kepala Venchi. 

Tentu saja hal itu membuat Venchi senang. Anjing itu langsung duduk dan memberikan tangannya pada tangan gadis itu seolah-olah mengajak bersalaman. Lalu Venchi berputar-putar di sekitar kursi roda, entah apa maunya.

"Tante, dia pintar dan lucu sekali," teriak gadis itu kegirangan akan tingkah Venchi.

'Tante? Astaga, gue keliatan tua banget ya?' gerutu Zerlina dalam hati.

Zerlina pura-pura tidak mendengar panggilan gadis itu. Dia memperhatikan tingkah peliharaannya yang lincah.

"Venchi. Venchi." Gadis itu memanggil Venchi sambil menjentikkan jari tengah dengan ibu jarinya. Gadis remaja itu tampak menyukai anjing peliharaan Zerlina. Venchi menghadap ke gadis itu dengan posisi kepala dan dada yang mendekati lantai, kaki depan yang terbuka, serta bokong dan ekor yang naik. Mengirimkan sinyal untuk bermain bersama.

"Namanya, Venchi. Nama panggilannya Ven-Ven," terang Zerlina. "Siapa nama kamu?" 

"Namaku, Christy," balas gadis itu.

"Non, masuk! Jangan terlalu lama bermain di luar," panggil seorang bibi pada Christy. 

Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah. Sepertinya, dia yang menjaga dan menemani Christy di rumah.

"Ya … bibi! Baru sebentar aku main ma Venchi," protes Christy.

"Venchi?" tanya bibi bingung.

"Ini, Bi. Anjing yang suka main sama aku dan Luppy, Ven-Ven," jelas Christy.

"O …. Ven-Ven itu Venchi?" ujar bibi itu.

Akhirnya bibi itu membiarkan Christy bermain sebentar dengan Venchi. Menurut cerita dari bibi, Venchi beberapa kali masuk ke dalam pekarangan dan bermain bersama anjing peliharaan Christy. 

Kebersamaan Zerlina dan Christy saat itu membuat mereka menjadi lebih dekat. Zerlina juga memperbolehkan Christy membawa Venchi bermain ke rumahnya. Beberapa kali, Christy juga berkunjung ke rumah Zerlina bersama dengan anjing peliharaannya, Luppy.

Terkadang Zerlina mengajak Christy untuk grooming di pet shop langganan Zerlina. Berbelanja kebutuhan peliharaan mereka bersama. Juga vaksin di klinik tempat Luppy dirawat. 

Hubungan mereka semakin dekat dan akrab. Layaknya seorang teman dengan beda usia. Perbedaan usia di antara mereka tidak membuat mereka risi dan menjaga jarak. Keceriaan dan semangat dari Christy membuat Zerlina merasa mempunyai seorang adik. 

"Kak Zerlin, kapan main ke rumahku lagi?" tanya Christy yang sedang menikmati es krim milik Zerlina. 

"Kapan, ya?" jawab Zerlina pura-pura berpikir. "Mau dikasih apa memangnya?" 

"Mau aku kenalin ma papi," sahut Christy santai.

Zerlina langsung tersedak air minum. "Hai! Jangan bercanda deh, Kamu! Mami kamu mau di kemana, kan?" protes Zerlina.

"Mami ma papi sudah bercerai. Sejak aku kelas 3 SD. Sekarang mami gak tahu ada dimana," tutur Christy pelan tampak mendung menaungi wajahnya.

"O …. Maaf, kakak gak tahu," sesal Zerlina. "Bagaimana kalau nanti malam?"

"Nanti malam, Kak? Beneran? Janji!" ucap Christy sambil mengulurkan jari kelingking untuk mengikat janji. 

Zerlina meraih kelingking Christy untuk disatukan. Tiba-tiba Christy tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Zerlina tersadar jika dia menjadi korban kejahilan gadis remaja itu. 

Christy sengaja berpura-pura sedih agar Zerlina mau menuruti keinginannya. Zerlina yang menjadi jadi objek kejahilan Christy segera membalas dengan menggelitiknya.

Cerita tentang kedua orang tua Christy itu memang benar. Papi dan maminya bercerai dan hak asuh jatuh pada papi Christy, Raymond. Raymond adalah seorang dokter spesialis anak. Dia bekerja di rumah sakit swasta milik kakak kandungnya. 

Acara makan malam hari itu batal karena Raymond tiba-tiba ada panggilan dari rumah sakit. Sedangkan Zerlina harus bertemu dengan Edo untuk membicarakan kasus barunya.

Zerlina masih belum tahu alasan dan sejak kapan Christy tidak mau menempuh pendidikan formal. Gadis remaja itu lebih memilih homeschooling sebagai sarana untuk mendapatkan pendidikannya.

Sore hari, Christy mengunjungi rumah Zerlina. Setelah dia menyelesaikan kegiatan homeschooling-nya. 

"Kak Zerlin. Aku mau tanya, boleh?" tanya Christy sambil menikmati bakso yang dibawanya. 

Zerlina yang baru makan sebutir bakso terakhir miliknya, hanya bisa menganggukkan kepala sambil menatap wajah Christy.

"Menurut kakak, apa yang harus dilakukan oleh anak itu," tunjuk Christy pada film yang sedang mereka tonton. 

Di film itu, terlihat seorang anak perempuan berumur kira-kira sebelas tahun sedang menangis dan ketakutan di sudut kamar. Gadis itu baru mengalami pelecehan seksual dan sedang diancam oleh pelaku, yang tak lain adalah tetangganya sendiri. 

"Menurut kakak, dia harus berani menceritakan apa yang sudah dialami pada orang tuanya atau pada pihak berwajib. Selain untuk membuat efek jera, juga mencegah adanya korban lain," papar Zerlina.

"Kalau menurut kamu bagaimana?" tanya Zerlina pada Christy. Zerlina tertegun saat memperhatikan raut wajah Christy yang terlihat ada kesedihan, kemarahan, dan kecemasan pada saat bersamaan. Zerlina merasa ada sesuatu yang mengganjal karena pertanyaan Christy, tapi dia tidak mencari lebih jauh. 

Christy, bukan anak introvert yang suka menyendiri dan menutup diri dari pertemanan. Sifat Christy yang dari awal terasa mirip dengan diri Zerlina waktu masa remaja, membuat Zerlina cepat akrab dengan Christy. Karakter yang periang, mudah bergaul, komunikatif, dan penyayang binatang seakan ada chemistry di antara keduanya.

"Aku, tidak tahu, Kak. Apa kedua orang tuanya akan percaya? Melihat si berengsek itu dekat dan baik dengan ayahnya." Penjelasan yang dikatakan oleh Christy membuat Zerlina menjadi curiga. Di film, gadis itu tidak tinggal bersama ayahnya, tetapi dengan kakek dan neneknya. 

Christy menatap kearah televisi, tetapi pandangan matanya jauh entah kemana. Wajahnya semakin tampak sendu dan matanya mulai berkaca-kaca. 

"Percaya atau tidak, kita tidak tahu jika belum mencobanya," ungkap Zerlina sambil memegang tangan Christy.

Christy hanya menatap hampa ke arah Zerlina. Lalu menyunggingkan senyum tipis, "Kak, kita jalan-jalan ke Mall yuk! Lalu mampir ke pet shop, aku mau beli jajan buat Luppy," ajak Christy. 

Zerlina tahu jika Christy hanya berusaha untuk tidak memperpanjang bahasan mereka. Zerlina juga tidak mendesak Christy untuk itu.

"Oke. Kamu pakai kursi roda atau kruk?" tanya Zerlina.

"Gak usah keduanya," jawab Christy.

"Gak! Kaki kamu masih belum pulih seperti sediakala," tolak Zerlina.

Setelah perdebatan kecil, akhirnya diputuskan Christy memakai kruk sebagai alat bantu jalan. Dengan setengah hati, Christy menurut pada saran Zerlina. Christy hanya tidak ingin menyusahkan Zerlina. Sedangkan Zerlina ingin kaki Christy cepat sembuh sempurna agar bebas berjalan dan berlari, bahkan mungkin bersepeda. 

"Kak, kita di jemput ma papi. Batalkan pesanan online-nya, Kak," ucap Christy setelah menerima telepon dari Raymond, papinya.

Setelah menunggu beberapa menit, tampak sebuah mobil Mazda CX-5 warna hitam mendekati tempat kita berdiri. Mobil milik Raymond, papi Christy.

"O--Om!" pekik Christy antara terkejut dan takut secara bersamaan. Genggaman tangannya berubah menjadi cengkeraman yang kuat pada tangan Zerlina. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status