Share

Bab 6

Author: Fadila_mla
last update Huling Na-update: 2024-12-12 16:00:23

"Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup.  Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. 

Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut  Malika tentang sebuah permainan sepak bola. 

"Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."

Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang  digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. 

Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah garpu yang di asah dengan alat makan lain. Malika sengaja menghentakkan benda itu agar Malik tau keberadaan nya di sana.

Gagal! " Sahut Bagas kalem. Sesekali ia mencuri  pandang  Malika yang terlihat sangat kesal. Tadinya Bagas sudah mempersiapkan tempat duduk untuk Malika tepat di sisinya. Pria berkaus hitam itu harus kembali menahan pil kekecewaan bahwa Malika secara terang-terangan menghindarinya.

Mungkin karena permintaan aneh yang tidak bisa Bagas penuhi makanya sikap Malika berubah dingin dan juga cuek padanya sejak pagi tadi 

"Wah, sayang banget. Padahal kemarin aku tuh sempat denger Malika menjerit keras. Lah aku pikir lo itu berhasil ngebobol gawang. Gimana sih loh bro masa gitu aja mesti di ajarin."  Sontak pernyataan absurd Malik mendapat jeweran maut dari Malika di sebelahnya.  Malik bahkan tidak sadar kehadiran saudari-nya itu sejak tadi. 

"Aduh Lika, sakit!! Lepasin sekarang atau aku--"

"Aku apa, hah?? Tebakan saya nggak pernah salah, berarti emang  bener kamu dalang dari kekacauan ini. Kamu tau nggak, Gara-gara perbuatan kamu yang bodoh itu, saya malah  berujung nikah sama Bagas. Selamat Lik.. kamu udah berhasil buat masa depan saya suram. Seharusnya dari kemarin itu saya hukum kamu."

"Iya Lika, aku minta maaf deh. Lepasin dong, sakit nih, ntar kalau telinga aku lepas gimana "

"Biarin, itu jauh lebih baik. Daripada kamu punya telinga, nggak di gunain. Mending nggak punya sekalian. " Sentak Malika geram. Bagas yang menyaksikan pun tak tega, ia coba membantu tapi malah tatapan menghunus ia dapatkan dari Malika.  Jadi lah ia duduk manis sesekali menyeruput kopi hitam yang dibuat Malika untuknya. 

"Ibu .." Erang Malik meminta pertolongan, tak lama wanita paruh baya dengan songkok coklat itu melenggang menghampiri.

"Ada apa sih ribut-ribut, Ndak malu apa kalau  di dengerin tetangga. " Saidah menggeleng, kelakuan kedua anak itu terlihat seperti anak kecil. 

"Lika, itu Bu yang mulai duluan. Masa iya saya di jewer. " Adu Malik dengan muka mengibah. Saidah melirik sekilas sebelum menyuap  nasi goreng ke mulutnya. 

"Bagus itu. Biar kamu kapok!" 

Di luar dugaan, Malik pikir ibunya akan membelanya di depan semua orang. Nyatanya wanita itu malah mendukung tindakan Malika saat ini. 

Mendengar itu Malika terkikik.

"Berulang kali ibu sudah peringatkan ke kamu. Jangan cari masalah, lihat kan sekarang dampak dari perbuatan kamu kemarin. Ibu harus menanggung malu. Kalau bukan terpaksa ibu nggak akan nikahkan Malika sama Bagas. Kamu tau sendiri, dari dulu ibu selalu  menginginkan anak -anak ibu nantinya akan memiliki pendamping yang punya  pekerjaan tetap. Bukan pengangguran kayak kamu dan Bagas. Mau di kasih makan apa nanti anak kalian. " Saidah langsung merujuk pada keduanya. Bagas hanya tertunduk sementara Malik malah menjawab gampangnya "Ya dikasih makan nasi lah Bu, masa makan batu. Iya kali bisa di kunyah. Udah akh, capek terus-menerus di omelin begini. Apa-apa saya juga yang di salahin. Wanita memang semaunya. "

Malik beranjak dari kursinya. Bahkan makanan yang sudah di tata di piring nya belum tersentuh sama sekali. 

"Mau kemana kamu, ibu belum siap bicara. " Saidah mencoba menghentikan langkah putranya, mana tega ia membiarkan Malik pergi dengan perut yang masih kosong 

"Cari angin. Panas juga kalau lama -lama disini." Sergahnya berlalu. Tak lupa ia menyeret Bagas untuk mengikutinya

"Anak sekarang di bilangin malah ngeyel. Lika abis ini kamu ke pasar yah. Bahan-bahan kita di dapur uda pada habis. Sekalian bungkusin bekal buat Malik takutnya dia kelaparan di luar sana " 

"Iya Bu.." jawab Malika mengangguk sambil  menyantap makanan nya. 

***

Malika melakukan apa yang Saidah perintahkan. Setelah beberes, ia langsung pergi ke pasar.  Kresek kecil  yang isinya bekal Malik sudah ia gantung di motor.

Malika mengendarai dengan kecepatan sedang guna menyisir sekitar kampung untuk menemukan keberadaan Malik. 

"Kemana lagi bocah itu. Kalau di cariin nggak ada, lah giliran di abaikan malah balik cepat. "

Malika memberhentikan kendaraannya di depan warung kopi mang Udin, biasanya tempat itu dijadikan Malik dan Bagas basecamp. Namun pagi ini warung terlihat sepi, mang Udin malah terlihat lesu bahkan  sarung yang ia kenakan sudah naik setengah badan untuk menutupi tubuhnya. 

"Assalamualaikum, mang" 

"Wa'alaikumsalam, eh neng Malika.. Lah Pengantin baru malah uda keluyuran kemana-mana. Nggak Hanimun. "

Malika tersenyum miring, ternyata kabar bahagia itu sudah sampai ke telinga penduduk desa. Nggak kebayang gimana jadinya kalau Malika kemarin berinisiatif kabur pasti orangtuanya akan menanggung malu dari perbuatannya.

"Honey moon, mang. Hanimun mah nama ibunya di Asep. " Ralat Malika membenahi ucapan mang Udin yang tampak mesam-mesem, menggaruk kepalanya.

"Itu dia  maksud mamang tadi. Pasti neng Malika kesini mau cari Malik sama Bagas kan??"

"Kok mang Udin tau?? Pernah buka praktek dukun yah?"

"Duh, neng Malika bisa aja. Saya yah jelas tau, orang biasanya kan neng Malika kesini  cuman buat  jemput dua orang pemuda itu. Kalo hari ini mereka absen neng, belum ada kemari. Lagian mang Udin juga nggak buka.  Meriang."

"Oh, gitu yah. Terus mang Udin tau mereka ada dimana sekarang?"

"Lah mana mamang tau neng, orang mang Udin bukan dukun, Hehe "  Ucapnya membuat Malika langsung otewe kabur. Tau begini Malika tidak akan mampir. 

Lelah mencari keberadaan Malik, kini laju kendaraan Malika menuju ke pasar Cirarak. Ia memarkirkan kendaraannya di dekat pos jaga.   Malika menyusuri area pasar dengan menenteng keranjang belanjaan yang masih kosong. Rencananya ia mau membeli bawang  dan macam macam cabe cabean. Setelah itu baru membeli sayur dan juga ikan. 

Ketika Malika ingin membayar  barang belanjaannya tiba-tiba saja seorang dari samping kiri menarik dompet miliknya.  Malika yang cukup menguasai jurus tarung  pun melawan dengan serangan yang membuat si pencopet terhuyung jatuh.  Malika yang hendak mencari tau si pelaku pun  terkejut mendapati sosok pria yang dia kenal  sudah terkapar tak berdaya. 

"Malik???" Pekiknya tak percaya dengan apa yang kini ia lihat. 

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status