Share

Bab 7

Author: Fadila_mla
last update Huling Na-update: 2024-12-13 12:26:23

Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.

Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. 

Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar.  Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal.

"kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.

Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi.  Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan.

"Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, sebelumnya saya sudah melarang Malik melakukan hal itu. Tapi dia nya saja tidak mau dengar. "

Malika tersenyum miring, tangannya bersedekap menatap lawan bicaranya penuh kebencian. Entah kenapa sulit bagi Malika untuk mempercayai Bagas. Banyaknya catatan kenakalan Bagas itulah yang membuat Malika jadi seperti ini. Meski ia menelisik lebih jauh kedua netra itu, yang didapat hanya gurat ketulusan yang terpancar dari dalam sana. 

Bagas salah, Malika tidak akan terperdaya

"Tentu saja aku tidak bisa percaya. Selama ini aku tau betul bagaimana sikap  dan perilaku Malik, dia tidak akan terpengaruh jika tidak ada orang lain yang mengajaknya. "

"Lika.."

"Stop Bagas. Aku nggak mau dengar apapun pembelaan dari kamu. Mulai detik ini jangan pernah kamu deketin Malik lagi. Aku minta tolong, jangan hancurkan masa depan adikku. Cukup kamu saja yang sesaat, Malik jangan  " Malika memohon dengan  sudut mata yang menggenang. Malika bahkan tidak sadar, ucapan itu bisa saja melukai hati Bagas. Sebelum Malik sadar, ia sudah menghapus jejak basah yang menetes di bawah matanya. . 

Layaknya orang linglung, Malik mengedar ke sekeliling. Mendapati Malika berdiri bersedekap menatap nya tajam, ia pun  terhenyak bangkit dari posisinya.

"Lika, aku minta jangan katakan kebenaran ini kepada ibu. " Malik mengibah bersimpuh di kaki Malika yang dengan tenangnya menghentakkan satu kakinya di tanah. Malika hanya ingin membuat saudaranya itu jerah dan tidak melakukan tindakan kriminal itu lagi. Bagaimanapun jika sampai ketahuan, Malik bisa saja di borgol dan di bawa ke pihak berwenang untuk di adili. 

"Boleh, asalkan kamu mau nurutin semua perkataan saya. Apapun tanpa terkecuali." Ucap Malika menyeringai tipis 

"Sebutin dulu, siapa tau kan di dalam permintaan kamu terselubung maksud yang merugikan saya. Jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan kamu, Lika " Protes Malik penuh selidik. Menghadapi Malika memang  kudu waspada, dimana pernah beberapa kali Malika melakukan kesalahan. Malik yang menjadi sasaran Omelan Saidah. Itu semua karena kebodohan Malik yang mau-maunya aja menanggung resiko atas kesepakatan yang ia perbuat sebelumnya pada Malika.

"Ya udah kalau nggak mau, gampang kok tinggal aku aduin aja sama ibu. Beres kan??" Ancam Malika sanggup membuat pria itu ketar-ketir.

"Iya-iya terserah kamu deh. Yang penting kamu senang. " 

"Nah gitu dong, itu baru adik ku yang baik. Ya udah yuk kita pulang. "

Malika merangkul pundak kembarannya itu dengan tersenyum lebar. Bagas yang tadi sempat di sisinya hilang entah kemana. Malika tidak ambil pusing. Toh pria itu juga sudah dewasa dan bisa pulang sendiri.

***

"Dari mana aja sih kalian berdua, lama banget. Terus belanjaan yang ibu minta mana??"

Saidah ngedumel di depan teras rumah ketika mendapati dua anaknya turun dari motor, lenggang kangkung.  Bahkan keranjang belanjaan yang tadi Malika bawa tidak ada di cantolan motor. 

Malika nyengir lebar, ia sengaja menyikut lengan pria di sebelahnya untuk mencari alasan yang masuk akal meyakinkan sang ibu. 

"Itu.. a-anu Bu.. anuuu.." Malik tergagap celingukan, ia pun tak tau apa yang akan di katakan pada Saidah. Karena kesepakatan yang Malika perbuat, ia jadi terpojok. Padahal jelas Malika sendiri yang lupa menaruh keranjang belanjaan itu dimana. Sangkin tidak  fokus karena Malik yang pingsan, ia tidak teringat barang belanjaannya. 

"Ibu cari ini." Sebuah suara mengintruksi ketiganya menoleh. Dengan menenteng keranjang dan kresek hitam yang cukup besar Bagas mendekati Saidah yang masih mematung di tempatnya. 

"Kok bisa kamu yang bawa belanjaan Malika. Apa Malika sengaja  membebankan tugas itu ke kamu." Saidah seketika melirik Malika yang gusar. 

"Tidak kok Bu, saya sendiri yang minta Malika untuk pulang duluan. Lagian urusan berbelanja saya memang sudah sering melakukannya. " Ucap Bagas seadanya, ia bicara begitu hanya menutupi kesalahan Malika. Bagas cuman tidak mau Malika kena omel ibunya. 

"Masa?? Emang kamu tau masak?? Sembarangan aja kalau bicara. Ya udah masuk gih, ibu Uda siapin makanan buat kalian. Apalagi kamu Bagas, ibu tau kamu pasti capek menenteng belanjaan dengan berjalan kaki " 

Bagas hanya mengangguk, entah kenapa Saidah bisa tau kalau tadi ia berjalan kaki dari pasar ke rumah. Wanita paruh baya itu seolah memiliki kemampuan membaca pikiran orang saja. 

Sebelum langkah Bagas mengikuti ibu mertuanya, Malika menahan lengan pria itu untuk tetap di posisinya. 

"Apa ini??" Kening Bagas mengerut dalam ketika Malika menyodorkan beberapa lembar uang seratusan di depannya.

"Buat gantiin uang belanjaan tadi. Saya tau sikap kamu kayak gini pasti ingin mengambil  hati ibu saya kan, selamat kamu kayaknya berhasil tuh. Kamu mungkin berpikir dengan membela saya di depan ibu, kamu bisa menarik simpati saya. Kamu salah, Bagas. Sampai kapanpun saya nggak akan pernah luluh dengan sikap kamu itu. " Cecar Malika sebelum berlalu meninggalkan Bagas yang malah tersenyum menanggapinya.

Di meja makan, Bagas kembali membuat kehebohan. Uang yang Malika yakini ia berikan pada pria itu kini sudah berpindah  tangan pada Saidah. Malika itung-itung jumlahnya juga bertambah dua lembar.

Malika sempat bertanya -tanya. Dari mana Bagas mendapatkan uang sebanyak itu??

Tentu sebagai seorang wanita yang tergila-gila dengan uang, Saidah tidak mungkin menolaknya. Ia malah  terang-terangan memuji perlakuan Bagas yang meratukan dirinya sebagai ibu mertuanya. 

Apalagi Bagas sempat berkata kalau uang yang diberikan nya barusan adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Apapun itu, Malika masih tidak percaya. Malahan ia menebak kalau uang yang di berikan pada ibunya tak lain hasil merampok milik orang lain. Seperti yang tadi Malik lakukan. Kalau saja ia tidak berjanji pada Saudaranya itu ia sudah membeberkan masalah ini ke Saidah 

"Tuh Malik, contoh si Bagas. Walaupun kerjanya serabutan, ia masih bisa menyisihkan sebagian kerja kerasnya buat ibu. Duh senengnya."

Malik yang di ajak berbicara hanya mengangguk saja.

Sementara Malika dibuat geram. Padahal sebelumnya ia sudah menyuruh Malik membantunya untuk menjatuhkan harga diri  Bagas di depan Saidah. Tapi yang dilakukan Malik justru sebaliknya, ia malah memilih bungkam dan nurut aja setiap ucapan yang di lontarkan ibunya. 

"Kamu maunya apa sih Lik, ngajak gelut??" Malika menahan kembarannya itu ketika hendak memasuki kamar. Dia yang kaget seketika menyentak tangan Malika menyingk. 

"Apaan sih, gaje banget. Udah akh sana jangan ganggu, aku mau istirahat."  Ucap pria itu bersungut-sungut. 

"Kamu itu yah, katanya mau bantuin saya buat jatuhin Bagas. Yang kamu lakukan tadi itu jelas menunjukkan kamu masih berpihak ke Bagas. " Cecar Malika frustasi 

"Ngomong apa sih, aku nggak ngerti. Seharusnya kamu itu bersyukur sejak menikah dengan kamu sikap Bagas mulai  berubah. Bahkan dia rela melepas predikat preman -nya demi melakukan pekerjaan halal hari ini " Malik mengibaskan tangannya ke udara mengisyaratkan Malika menjauhi pintu yang seketika ia tutup rapat.

Malika bergeming, menelaah setiap ucapan yang keluar dari mulut kembarannya dengan penuh tanda tanya.

Apakah benar Bagas sudah mulai berubah??

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status