Share

Bab 5

Author: Fadila_mla
last update Last Updated: 2024-11-28 15:35:49

Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.

Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!!  Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. 

Malika lebih cocok  di sandingkan dengan artis  Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.

Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus mengusik ketenangan nya hingga ia memutuskan keluar mencari udara segar.

Suara berisik dari dapur, menggugah rasa penasaran Malika untuk mendekat. Dari balik tirai gorden, Malika mengintip aktivitas yang Bagas lakukan di sana. Ternyata Bagas melakukan semua yang Malika perintahkan.  Bukan cuman bekas piring Malika, ada dua sampai tiga baskom piring kotor yang Malika yakini adalah milik sanak-saudara ibunya yang menyantap hidangan tanpa ada niatan membersihkan nya. Mereka selalu saja begitu,  semaunya di rumah Saidah. Kalau tidak ada Bagas mungkin Malika yang akan membersihkan kekacauan itu.

Malika sudah sering ngomel, namun tetap saja mereka tidak mau dengar. 

Senyum merekah seketika terbit di wajah oval wanita sembilan belas tahun itu. Ia malah meyakini sebentar lagi Bagas akan memilih mundur dari pernikahan ini. Malika berkeyakinan kalau beberapa saat lagi dirinya akan menjadi janda. 

Lebih tepatnya seorang janda muda terhormat yang bahkan belum di sentuh sedikitpun di malam pertama. Setelah berpisah ia akan mencari pria muda yang shaleh seperti ayahnya. 

Bagas datang padanya.  Dan mengucap talak karena di perlakukan layaknya seperti pembantu di rumah istri nya sendiri. "Malika, mulai sekarang saya ceritakan kamu!!" Ujar Malika menirukan suara bass Bagas 

Malika sampai terkikik kecil membayangkan hal itu terjadi. Ia sudah sangat tidak sabar menanti detik-detik ketika ia di nobatkan sebagai janda. 

"Kamu kenapa, senyum-senyum sendiri gitu. Bukannya tidur. " Ucapan Bagas seketika membuat nya menoleh pada pintu kamar yang terbuka. Dengan anggun Malika duduk seraya membenahi jilbab miliknya yang memang tidak miring.

"Nggak apa, lagian saya juga belum ngantuk" 

"Oh"  jawab Bagas singkat dan mengangguk kecil. Langkah besar sang pria mendekat ke arah Malika yang tengah duduk menatapnya. 

Namun sayang, bukan berbicara Bagas malah ikut duduk di sebelahnya. Malika yang penuh percaya diri pun seketika dibuatnya sebal. Sudah ditunggu beberapa menit, Bagas tak kunjung menalak-nya. 

Hilang kesabaran, Malika pun angkat bicara. 

"Saya tau kamu pasti capek kan saya suruh-suruh kayak tadi. Kamu pasti kesal  karena harus  membereskan semua piring kotor di dapur sendirian. "

Bagas menautkan kedua alisnya mendengar penuturan Malika. Pria itu senang istrinya itu   mulai mengisyaratkan  bentuk kepedulian  padanya meski hanya lewat kata-kata. Seutas senyum tipis ia perlihatkan ketika mengamati wajah Malika yang terus ngedumel seperti Almarhum ibunya dulu.

Wanita itu akan memarahi Bagas ketika ia melakukan kesalahan meski hanya sekecil apapun. 

"Saya akan terima semua keputusan yang akan kamu ambil. Katakan saja, tidak usah di pendam sendiri. Karena sesuatu yang di sembunyikan tidak akan baik. Malahan akan jadi penyakit hati jika di paksakan." Malika mencoba merangkai kata epik untuk memancing Bagas. Dan terlihat gelagat pria itu sudah mulai ingin menyeruakkan argumen nya. Detik-detik menegangkan bagi Malika pun terjadi. Ketika Bagas beranjak dari tempat duduknya dan berbisik. 

"Baiklah kalau kamu mau nya seperti itu. Aku jelas tidak memaksa "

Malika menelan salivanya kasar ketika Bagas berbalik dan ingin membuka bajunya. 

"Stop!! Kamu mau ngapain. Dasar Mesum!!" Sergah Malika menahan pergerakan Bagas yang lagi-lagi menatap heran ke arahnya

"Buka baju. Kan kamu yang bilang kalau saya capek. Kamu mau inisiatif mijitin kan??" Bagas berucap enteng 

Hah'

Malika ternganga lebar. 

Ternyata selain buruk rupa, Bagas tipe pria yang lemot. Jaringan otaknya bahkan belum terkoneksi dengan ucapan Malika yang sudah berbusa sejak tadi menuntunnya untuk mengucap talak, cerai, berpisah atau apalah itu namanya. 

"Nggak mau, emang aku pembantu kamu apa."

Bagas di buat bingung dengan sikap Malika. Selama ini ia belum pernah berinteraksi dekat dengan wanita lain selain ibu dan Mama-nya. 

Bahkan tak sedikit wanita yang berusaha mengejar dan merebut perhatiannya. Untuk menghindari itu makanya Bagas sengaja tidak menata rambut nya sedemikian apik. 

"Terus kamu maunya apa, sekarang. Mungkin saya bisa coba untuk mewujudkannya. Itupun sebatas kemampuan yang saya miliki." Meski saat ini Bagas sudah tidak memiliki apa-apa, dia yang sudah menikahi Malika berusaha keras untuk membahagiakan wanita itu. Ia mau Malika melihat ketulusan hati Bagas yang tulus mencintai nya. 

"Aku mau kita cerai" 

Sebuah kalimat tamparan yang menyayat jiwa Bagas hingga berkeping keping. Bagas pikir ia sedang bermimpi. Namun penegasan yang di ucapkan Malika yang terakhir kali membuatnya sadar kalau ini beneran kenyataan.

"Saya mau kamu talak sya sekarang. Bilang kalau kamu udah nggak sanggup menjalani hidup dengan ketidakadilan ini. Bagaimanapun seorang pria sudah tidak memiliki harga diri ketika di suruh istrinya mengerjakan pekerjaan rumah seperti yang baru saja kamu lakukan tadi. Saya tau kamu pasti kecewa, marah dan tersinggung dengan sikap saya. Tapi apa yang kamu lakukan, kamu malah nyuruh saya mijitin kamu buat ngalihkan kekesalan kamu itu. Dari pada begitu, kita cerai aja. Yah, please." Pinta Malika memohon. 

Bagas menghela nafas kasar. Memijit pangkal hidungnya sebelum kembali menatap Malika yang masih menunggu jawaban atas permintaannya yang masuk akal. Bagaimana mungkin Bagas menceraikan Malika cuman hanya karena masalah sepele.

"Tidak Lika. Saya tidak akan melepaskan kamu. Apa nanti kata kerabat dekat ibu kamu  jika mendengar hal ini. Yang ada malah mereka semakin mengolok-olok kamu. Lagian disini saya menikahi kamu juga untuk menyelamatkan harga diri kamu dan keluarga kamu. "

Malika bergeming. Air matanya luruh seketika mendengar nasehat Bagas yang melukai perasaan nya. 

"Maaf, saya nggak bermaksud membuat kamu sedih. Tapi saya mohon pikirkan lagi keputusan kamu soal ini. Apa kamu mau jadi seorang janda??"

"Kenapa tidak?? Toh agama tidak melarang wanita menjadi seorang single parents. " Jawab Malika di sela Isak tangis yang mereda. Malika tidak mau terlihat lemah di mata Bagas yang nanti akan menertawakannya. 

Untuk saat ini Bagas boleh menang, tapi tidak  kedepannya. Malika akan berjuang membuat Bagas tidak betah berada di sisinya. 

"Eh, mau kemana??"

Malika mencegah Bagas yang hendak berbaring di sebelahnya. 

"Tidur." Jawab Bagas singkat 

"Enak aja, nggak boleh. Kalau mau tidur di bawah. Bila perlu di luar sana. Ingat perjanjian di awal, kita nggak boleh bobo bareng " Sergah  Malika melemparkan bantal yang langsung di tangkap Bagas. 

Tanpa bantahan Bagas pun mengambil tempat di kolong tempat tidur, beralaskan tikar ia tidur dengan nyaman. 

Berbeda dengan Malika yang masih saja terjaga memikirkan strategi apa yang harus ia lakukan untuk mendepak Bagas dari hidupnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status