Share

Ojek gratis

Sesuai dengan rencana di otaknya, pagi ini dia berencana pergi ke SPBU yang disebut galon di daerahnya tinggal, mengisi bahan bakar dan tentu tujuannya melihat gadis pujaannya. 

Saat dia ingin mengantri, ternyata gadis pujaannya tidak berada disana. Matanya celingukan mencari-cari keberadaan Mouza. Bukan Rendi namanya kalau dia tidak mendapatkan apa yang dia mau. 

Dihampirinya gadis yang sedang bertugas disana. 

"Mana perempuan semalam yang ngisi minyakku disini?" kata Rendi dengan gaya khas preman. 

Gadis itu bingung, perempuan mana maksud Rendi. Dia mendongakkan kepalanya kearah temannya, meminta penjelasan. 

Temannya pun menggeleng, mereka tidak tau siapa yang dimaksud. 

"Nggak tau aku siapa maksud Abang, kami baru roker shift Bang, coba abang tanya petugas Pom 3," gadis itu menunjuk teman di seberang sana. 

Rendi memacu kuda besinya, dia menerobos jalur khusus mobil pribadi. Siapa yang berani melarangnya. Hampir semua warga disini mengenal keurakan anak itu. 

"Mana perempuan yang jaga disana semalam? " tanya Rendi tanpa basa-basi kepada laki-laki petugas pom itu, Rizal namanya. Dia tau kalau yang dimaksud Rendi itu Mouza. 

Lelaki sedikit tambun itu panik, dia takut Mouza akan mendapat masalah kali ini, tapi, jika tidak diberi tau, hidupnya yang akan dalam masalah. Dia menatap Rendi dengan wajah takut. 

"Kok diam aja muncong kau, sariawan kau?"

Rendi mengibaskan tangannya di wajah Rizal. 

"Bukan, Bang, anu ... itu maksud Abang? Rizal menunjuk ke arah Pom disampingnya. 

Rendi menyeringai dan menepuk-nepuk pundak Rizal. Rizal mengurut dadanya, tapi tetap saja khawatir pada Mouza. 

"Sorry, Za!" gumamnya dalam hati. 

Rendi sudah berada di jalur tempat Mouza bekerja . Rendi hanya mematung, gugup yang dia rasakan sekarang. Otak kriminalnya mendadak lumpuh. Jika maju beralasan mengisi minyak, tidak mungkin sepeda motor diisi solar. Rendi menepuk-nepuk jidatnya sendiri. 

"Kok mendadak paok gini aku," gumam Rendi. 

Rendi memutar sepeda motornya dan melaju ke arah rumahnya. Rizal yang melihat Rendi pergi mendadak heran sekaligus lega. 

"Selamat kau, Za! Rizal berkata dalam hati. 

Tak selang berapa lama, karena rumah Rendi juga tidak jauh dari SPBU itu, Rendi sudah datang dengan mobil bak terbuka milik ayahnya. Sengaja Rendi mengosongkan tanki minyak mobil itu agar sedikit lama memandang wajah Mouza. 

Tibalah gilirannya, Mouza terkejut melihat lelaki yang berdiri di depannya. Membuka penutup tanki mobilnya dan berkata

"full tank"

Mouza hanya melirik sekilas, lalu melakukan tugasnya sehati-hati mungkin agar tidak menambah masalah dengan pemuda urakan itu. Ternyata Rendi tidak suka dengan kebisuan Mouza, hal yang paling menarik menurutnya jika seulas senyum atau omelan keluar dari bibir indah yang telah meracuni otaknya sejak kemarin. 

"Kau 'kan perempuan semalam itu?" Rendi menatap Mouza sangat dekat,  menyilangkan tangan di dada dan mengitari tubuh mungil Mouza. Masih dengan gaya sok jagoan. Rendi memperhatikan Mouza dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ingin rasanya Rendi menyapa gadis itu dengan manis, namun, kebiasaannya yang memang seperti itu tak bisa di ubahnya. Kali ini kegugupan yang disembunyikannya malah menampakkan sikap arogannya. 

Mouza hanya tertuduk. Teringat pesan Pak Tarigan agar jangan lagi menambah masalah.

"Kenapa diam, takot kau?" wajah Rendi mendekat ke wajah Mouza,Mouza reflek memundurkan kepalanya. 

Rizal dan Pak Tarigan memandang dari jauh, mereka takut ikut campur, namun, kasihan melihat Mouza. Mereka hanya berjaga-jaga dari jauh, kalau-kalau Rendi bersikap di luar batas. 

"Aku 'kan udah minta maaf,  Bang! apalagi? Abang mau aku kek mana lagi?" Mouza akhirnya bersuara. 

Ini yang di tunggu-tunggu Rendi. Dia bersorak dalam hati, 'akhirnya bibir indah itu bergerak'

Rendi menopang dagunya dengan kedua jarinya, seolah-olah sedang berpikir hukuman untuk Mouza. Tangan Rendi tiba-tiba menarik baju Mouza dan membaca Badge nama yang terpampang disana. 

"Mon-za," Rendi sengaja mengeja nama Mouza salah. 

"Mo-u-za. Bang! bukan monza, tamat esde gak sih" jawab Mouza kesal. 

Bibir Mouza yang mencebik membuat debaran jantung Rendi berdangdut ria di dalam sama. 

"Oke, Mo-u-za, kau harus menebus kesalahanmu" Rendi memasang tampang songong. 

"Apa lagi? Bukannya luka wajahmu, gak ada berkurang apa lecet kau kutengok, ngapa pulak harus tanggung jawab?" elak Mouza. 

"Namanya kau udah salah, minta maaf aja gak cukup, kau harus menebusnya," bicara Rendi sok bijak. 

"Mau kau apa?" mengalah mungkin mempersingkat masalah pikiran Mouza. 

Rendi tersenyum menang. " Aku harus antar jemput kau selama sebulan," ujar Rendi. 

"Nggak, ada kok kereta(sepeda motor)ku, ngapai harus diantar jemput kau," bantah Mouza. 

"Namanya juga hukuman, sukaku 'lah, tak ada penolakan, pulang kerja aku jemput." Rendi meraih tangan Mouza dan meletakkan uang untuk membayar bahan bakar mobilnya. Dia bersiul-siul senang. Dipandangnya sekali lagi wajah Mouza dari kaca spion. Mouza sedang mengumpat kesal kepadanya. 

"Ahh, Mouza" gumam Rendi dan berlalu. 

Sampai di rumah tujuan pertama Rendi adalah lemari pakaian, dia akan merubah penampilannya yang urakan, agar terlihat lebih tampan nanti saat menjemput Mouza, pujaan hatinya. Isi lemari telah tumpah ruah di lantai, tak ada satu pun yang sesuai menurut Rendi. Ibunya yang tiba-tiba lewat sampai heran melihat tingkah anaknya. 

"Apanya kerjaan kau, Rendi?" Kata Bu Fatma menghampiri anaknya. 

"Ini loh, Mak, gak ada baju Rendi yang bagus." Rendi mengangakat satu persatu pakaiannya dan mencocokkan ke badannya. 

Bu Fatma menggeleng, "Mau kemana kau? tumben cari baju yang bagus, biasanya mana koyaknya paling banyak itu yang kau pake,"ejek Bu Fatma. 

"Mau ketemu seseorang, Mak," jawab Rendi malu-malu. 

Bu Fatma sepertinya mengerti anaknya sedang menyukai wanita.

"Jam berapa rupanya mau pigi?"

"Jam 3" jawab Rendi. Padahal Mouza pulang kerja baru jam 4. Rendi sudah tak sabar ingin segera ke SPBU itu lagi. Bu Fatma menyuruh Rendi mandi, sedangkan urusan pakaian, Bu Fatma yang memilih dan merapikannya. 

"Semoga perempuan itu adalah malaikat yang dikirim Tuhan mengubah anakku" lirih Bu Fatma dalam hati. 

Betapa terkejutnya Pak Tarigan melihat Rendi sudah nongkrong di depan kantornya. 

Mendadak Pak Tarigan takut, ternyata urusan Rendi dan Mouza belum selesai. Kebetulan jalur Pom tempat Mouza sedikit lengah, Pak Tarigan memanggil Mouza ke kantornya. 

"Apa dibilang Si Rendi tadi samamu, Za?" Tanya Pak Tarigan tanpa basa-basi. 

"Katanya hukumannya aku harus diantar jemput dia selama sebulan, " jawab Mouza apa adanya. 

Pak Tarigan semakin panik, dia takut Rendi berbuat macam-macam pada Mouza, bagaimana pun, permasalahan terjadi di bawah pengawasannya, dia merasa bertanggung jawab atas keselamatan Mouza di luar jam kerja. 

"Panggilkan Rizal dan kau jaga dulu Pomnya," perintah Pak Tarigan pada Mouza. 

Pak Tarigan dan Rizal berencana mengawal perjalanan Mouza dan Rendi sampai ke rumah, paling tidak mereka bisa lekas telpon polisi jika terjadi sesuatu yang membahayakan Mouza. 

Mouza tak mungkin lagi mengelak, dia hanya bisa pasra diantar pulang oleh lelaki menyebalkan di depannya. 

Kalau tidak karena permintaan Pak Tarigan dan Teman-temannya agar tak melawan lelaki arogan itu, Mouza takkan mau duduk berdempetan dengan lelaki urakan seperti Rendi. 

Rendi melirik kaca spion, dia melihat Pak Tarigan membuntutinya, dia berniat menjahili kedua orang di belakangnya. Dia pun tersenyum miring. 

"Pegang pinggangku kalau kau nggak mau jatuh" titah rendi. 

"Enak aja, hih, nggak mau," sahut Mouza. 

Rendi menarik gas kencang, Mouza hampir terjungkal kebelakang kalau tidak sigap memegang pinggang Rendi. 

Sepeda motor Rendi melaju kencang membelah jalanan, suasana jalan yang tidak begitu padat karena mereka tidak melewati jalur kota, membuat Rendi leluasa menggerakkan motornya dengan lincah. 

Mouza membenamkan wajahnya di punggung Rendi agar mengurangi rasa takut akibat Rendi membawa motor terlalu kencang, sehingga tanpa sadar Rendi membawa Mouza ketempat lain bukan ke rumahnya.

Turun woi! malah keenakan meluk," ejek Rendi. 

"Ini bukan jalan ke rumahku" kata Mouza bingung, dia belum pernah ke lokasi ini sebelumnya. 

"Manalah ku tau, kau gak bilang rumahmu dimana" kata Rendi tak acuh. 

Benar, Mouza tak mengatakan alamat rumahnya, lalu, sekarang mereka di tempat ini, ini seperti kedai tempat makan, ahh,bukan seperti, tapi, ini memang warung bakso yang sering Mouza lihat do f******k. Bahkan katanya warung bakso satu ini sudah masuk tivi.

" Malah melongok, ayok masuk," Rendi menarik tangan Mouza persis seperti anak TK yang dipaksa masuk oleh ibunya.

Mouza mengikut saja sambil berdoa semoga sebulan itu bisa segera berlalu dan dia lepas dari hukuman lelaki aneh di depannya.

Tanpa persetujuan Mouza, Rendi memesan dua mangkok bakso yang kemudian diantar pelayan kedai. 

"Main pesan aja, bukannya ditanya awak suka bakso apa nggak" Mouza mengomel sendiri. Rendi hanya tersenyum melihatnya.

"Dibilangi kok malah senyam-senyum kek orang senget, kurasa ada paok-paok anak satu ini" omelan Mouza masih berlanjut. 

Rendi mendengar makian itu seperti pujian indah. Dia senang melihat Mouza terus mengomel itu terasa seperti candu yang memabukkan bahkan lebih dari alkohol.

Di lain tempat Pak Tarigan dan Rizal di Rundung kepanikan yang luar biasa. Mouza di bawa kabur oleh lelaki berandalan. Pak Tarigan tak habis pikir bagaimana jika Mouza kenapa-napa, siapa yang akan mengatakan pada Ibu Mouza yang sedang sakit -sakitan?

Ingin mencek keberadaan Mouza di rumahnya, takut kalau Mouza tidak di rumah lalu Ibunya bertanya, akan jawab apa nanti. Kepala Pak Tarigan rasanya hampir meletup. 

Rizal yang sejak tadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia menyesal membiarkan Mouza dibawa oleh Rendi. 

"Oih, mak Mouza, kemana kau dibawa laki-laki gilak itu?" lirih Rizal

Mereka mondar-mandir di depan gang rumah Mouza. 

Tak berselang waktu lama, sepeda motor Rendi melintas, ada Mouza duduk manis di belakang Rendi. Rizal mengusap mata tak percaya.

"Mouza! Pak itu Mouza?" tanya Rizal pada Pak Tarigan. Tangan Rizal menunjuk sepeda motor yang baru saja lewat. 

"Iya, itu Mouza," seru Pak tarigan, 

Tanpa sadar mereka berpelukan bak teletubbies, melompat kesana kemari. Menjerit senang seperti orang yang kesurupan.Pengendara yang lewat memandang mereka aneh. 

"Paok kurasa yang dua ini," kata seseorang yang melinyas berjalan kaki menuju ke arah rumah Mouza. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status