Manusia pemilik mata itu, ternyata menyimpan bukti itu hingga detik ini. Dia siap menghancurkan Rendi kapan pun ia mau.
Entah di mana Miska sekarang, masih hidup atau mati, Rendi tak pernah perduli.
***
Mouza berdiri menyapa pelanggan yang sedang mengisi BBM hari ini. Dia sedang bertugas di Pom jalur 1 khusus mobil pribadi. Sapa, salam, senyum harus diterapkan maksimal. Biasanya pengisi kotak pengaduan dan pelanggan yang gila hormat selalu berasa selalu harus di layani dengan maksimal ada di jalur ini. Tidak semua, tapi lumyan banyak yang begitu.
"Selamat siang! premium/solar?" Sapaan Mouza pada pelanggan yang ingin mengisi BBM di jalur itu.
Kamu bisa bayangkan pada tahun berapa tahun saat itu. Di Spbu tempat mouza bekerja hanya menyediakan dua jenis bahan bakar kala itu, Premium dan Solar saja.
Sebagian dari pelanggan ada yang memang baik. Tak jarang membagi makanan yang mereka bawa. Lebih sering buah-buahan, karena lokasi tempat kerja Mouza itu jalan lintas ke daerah berastagi yang terkenal dengan daerah beragam buah-buahan. Alangkah senangnya hati pekerja saat bertemu orang baik. Pekerja Pom lain tak pernah iri saat petugas di Pom 1 mendapatkan berbagai macam makanan. Memang itu rezeki tersendiri saat berjaga disana. Bukan minta-minta loh, ya! Memang orang Medan dan sekitarnya suka berbagi.
Itu jika pelanggan yang baik, pekerja tak berharap banyak, di perlakukan sewajarnya saja sudah sangat bersyukur. Jika sampai lebih itu namanya rezeki. Tak jarang pula ada pelanggan yang sombong. Saat sapaan petugas Spbu terlontar mereka hanya duduk diam di dalam mobil. Mengeluarkan selembar uang tanpa memberitahu mobilnya berbahan bakar apa.
"Selamat siang, premium/solar?" Mouza menyapa pelanggan mobil pribadi dengan kaca jendela yang begitu gelap.
Mouza menghampiri jendela pengemudi. Diulangnya sapaannya " Premium/solar?" masih dengan senyum tulus sesuai motto kerja mereka. Si Pengemudi tak membuka barang seinci pun kaca mobilnya. Hanya suara Kletek! menandakan tempat penutup tanki terbuka.
Mouza sudah bekerja di sana hampir setahun, tapi tetap saja belum menghapal semua jenis mobil pribadi dan apa BBMnya. Jika salah isi, maka Mouza harus menanggung kerugian dari pemilik kendaraan. Terpaksa inisiatif mencium bau tutup tanki, untuk mengetahui bahan bakar mobil tersebut.
Pemilik mobil tidak mengatakan jumlah bahan bakar yang akan diisi, berarti jika demikian, biasanya pengendara minta diisi full. Mungkin untuk pekerja senior, itu hal yang sudah lazim, tapi untuk para junior, sering sekali hampir menangis saat bertemu pelanggan seperti ini.
Setelah tanki terisi penuh, Mouza menutup kembali tanki mobil dengan rapat, lalu berjalan menuju pintu pengemudi.
Si Pengemudi hanya menurunkan sedikit kaca mobilnya, mengeluarkan sejumlah uang sesuai harga yang tertera di monitor. Mobil melaju tanpa diketahui pengemudi tersebut laki-laki atau perempuan. Maka bukan hak mereka untuk memprotes sikap para pelanggan.
Pelanggan yang luar biasa ramah juga ada. Bekerja sebagai operator di SPBU bukanlah cita-cita, tapi setidaknya bisa menampung mereka bekerja yang hanya lulusan SMA sederajat.
***
Hari kian beranjak sore, waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Tak ada tujuan utama Mouza hari ini saat tugasnya selesai. Dia hanya ingin lekas pulang dan beristirahat. Rendi sudah berpesan tak menemuinya hari ini karena sedang berusaha mencari kerja sesuai persyaratan dari Mouza.
Lelaki itu terduduk lemah menyadari segalanya menyerangnya dari setiap sudut. Mouza yang menyadari lelaki yang menjadi kekasihnya itu kini tengah diambang kehancuran. Tidak mengejutkan jika lelaki itu memiliki musuh dari berbagai sisi. Masa kelam Rendi memang telah membekas dan berubah menjadi boomerang yang siap menghancurkan hidupnya. Tak ada kata terlambat untuk berbuat baik, tetapi segala jejak akan tetap membekas hingga kapanpun. Tak banyak orang yang siap dengan perubahanmu, bagi sebagian kau akan tetap buruk seperti masa lalumu. Tak perduli seberapa keras kau berusaha untuk menjadi orang baik. Usaha yang dirintis Ayah Rendi benar-benar hancur ditangan orang-orang kepercayaan ayahnya sendiri, bahkan ayah Rendi harus berulang kali mendapat perawatan intensif karena drop mendapat kabar buruk itu. Sia-sia segala pengorbanannya. Rendi memutuskan pergi dari kota itu, berharap nasib baik menghampirinya. Namun nyatanya dimana pun dia berada dosanya tetap menghantui dirinya. Bertahu
Mouza berjingkat-jingkat meraih lobang ventilasi yang berada di atas pintu. Namun, karena tinggi badan Mouza yang cukup mini, hanya satu meter lima puluh lebih beberapa sentimeter saja. Usahanya sia-sia.Sebagai pekerja baru, meski diberi wewenang oleh Rendi untuk mengawasi gerak-gerik Sri, Mouza tak boleh sembrono. Dia juga harus tetap bermain cantik supaya mangsa masuk ke dalam perangkap lebih mudah.Di sudut ruangan toko, terdapat kursi bulat tempat meletakkan manekin atau patung yang dikenakan longdress agar tidak terjuntai ke lantai dan berdebu.Mouza benar-benar menaruh rasa curiga yang besar terhadap Sri.Dia angkat kursi tersebut lalu berencana berdiri di atasnya, tapi, sebelum benar-benar berhas
Pagi ini Rendi memutuskan terjun ke dunia yang telah digeluti Ayahnya sejak 30 tahun silam. Tempat ini adalah tempat yang membawa kehidupan dan martabat Pak Dame melesat tinggi, dari seorang kondektur menjadi seorang yang berkecukupan, bahkan memiliki kelas yang cukup bergengsi di kalangannya, terutama di tempat mereka tinggal. Ini kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat ini untuk menggantikan Ayahnya, sebelumnya Rendi juga pernah bahkan sering berkunjung tapi bukan untuk membantu atau sekedar mempelajari kegiatan Ayahnya, tetapi hanya untuk meminta uang. Dari depan tampak tempat ini adalah toko pakaian, di atas pintu ruko terdapat spanduk label dari toko 'Dafa Collection' begitu tulisan besar itu terpampang besar. Toko ini juga merangkap sebagai kantor utama setelah ruang kerja yang ada di rumah kediaman mereka.&
Mouza gegas menghampiri Rendi ke rumah, dia takut Rendi dalam masalah. Kebetulan hari ini Mona sedang berada di sekolah, jadi tidak bisa menemani Mouza. Dengan sedikit negosiasi dengan ibunya, akhirnya Mouza bisa melangkah ke rumah Rendi. "Kau ngapain nyuruh aku kemari?" Pertanyaan Mouza membuat Rendi mulai bingung mau jawab dari mana. Tentu saja dia malu mengakui ketololannya di depan gadis pujaannya itu. Melihat Rendi bengong, Mouza nyelonong masuk ke dalam rumah dan membiarkan Rendi mematung sendiri di tempat itu. "Ya, ampun, beserak kali ini, Ren!" teriak Mouza kencang. Suara melengking Mouza berhasil mengembalikan nyaw
Aaggrrhh!" lolongan suara Pak Dame. HPnya terjatuh dari tangannya, sedang sebelah lagi memegangi dadanya yang terasa sesak.Bu Fatma berlari menghampiri suaminya yang terjatuh dari tempat duduknya. Dengan panik Bu Fatma meraih tubuh lelaki yang sudah tampak memucat."Kau kenapa, Bang?"Nafas Pak Dame nampak tersengal, menahan sakit di area dada sebelah kanannya. Entah apa yang sudah terjadi pada Pak Dame, Bu Fatma belum tahu, dia hanya ingin membawa Pak Dame selekasnya ke rumah sakit."Tolong! siapa saja tolong aku!" jerit Bu Fatma setengah terisak.Rumah kediaman Bu Fatma yang tertutup rapat oleh pagar tinggi, menyulitkan orang di s
Mona pun akhirnya kesal, dia memutuskan mengangkat telepon tersebut.[halo!]Suara yang sangat familiar di telinga Mona.[Bang Ganteng?]Jawab Mona Reflek.[hehe, iya ini aku]Mouza yang sejak tadi menjauh mendadak mendekat, saat Mona menyebut nama Abang Ganteng. Panggilan itu Mona sematkan hanya untuk Rendi."Rendi?" tanya Mouza, antusias. Mona mengangguk seraya memberikan telepon genggam itu ke tangan Mouza. Dengan tangan gemetar Mouza meraih benda pipih miliknya itu.