Rihana kini berada di kamar, mengusap wajah kasar sambil menahan rasa sakit di hati juga panas di pipi karena tamparan dari Candra. Dia mencoba menguatkan hati, lemah hanya akan membuatnya ditindas di rumah itu.
“Adam sialan! Kamu sudah menghancurkan hidupku!” Rihana begitu geram dan mengumpat untuk memaki Adam.
Rihana tidak akan terjebak dalam situasi seperti saat ini jika bukan karena tunangan brengseknya itu. Dia sudah sangat bahagia karena akan menikah dengan pria yang sudah dipacarinya sejak dua tahun lalu. Namun, semuanya hancur saat fakta terungkap dan membuat Rihana menggila di klub, sampai akhirnya berakhir di sebuah ranjang dengan pria yang tidak dikenalnya.
Rihana mengguyar kasar rambutnya ke belakang, memejamkan mata hingga mengingat kejadian sebelum dia berakhir di sebuah klub malam.
Kemarin siang, Rihana mengemudikan mobil menuju ke apartemen temannya yang bernama Salsa. Rihana hendak memberikan pakaian juga perlengkapan lain untuk Salsa yang akan menjadi pendampingnya nanti, saat di pesta pernikahan Rihana dan Adam.
Rihana mencoba menghubungi Salsa, tapi temannya itu tidak menjawab panggilannya. Salsa juga tidak berada di kantor, membuat Rihana akhirnya memilih mencari Salsa di apartemen.
Rihana menenteng dua paper bag yang akan diberikan ke Salsa. Dia kini sudah berada di depan pintu apartemen Salsa, menekan nomor kombinasi dan akhirnya membuka pintu lantas masuk ke apartemen Salsa.
Rihana dan Salsa begitu dekat, hingga tahu nomor kombinasi untuk bisa masuk ke apartemen Salsa. Namun, baru saja Rihana menginjakkan kaki di dalam apartemen Salsa, Rihana mendengar suara yang sangat mengganggunya.
“Ah … lebih cepat, ka-mu membuat-ku gi-la.”
Rihana mendengar suara Salsa meracau diiringi sebuah desahan. Rihana tahu kalau Salsa tidak memiliki kekasih, lantas dengan siapa Salsa bicara.
Suara lain terdengar dari kamar Salsa, kali ini suara itu membuat jantung Rihana berdegup dengan cepat. Rihana mengayunkan langkah perlahan menuju kamar Salsa, kakinya terasa berat saat kepala terus menduga-duga apakah suara yang didengarnya memang milik seseorang yang dikenalnya.
“Adam, ah … aku tidak tahan.”
Suara Salsa kembali terdengar, kali ini kepala Rihana terasa mendidih mendengar racaun temannya itu.
“Keluarkan saja, baby. Jangan ditahan.”
Ya, kali ini Rihana sudah memastikan suara siapa itu. Suara itu semakin jelas, satu milik Salsa dan satu lagi adalah milik Adam, tunangan Rihana.
“Oh … Adam, aku mau keluar. Cepat, hujam semakin cepat dan dalam. Oh ….”
Rihana merasa kepalanya seperti ingin meledak mendengar racauan Salsa, hingga kini dia sudah sampai di depan kamar Salsa yang tidak tertutup sempurna. Dia lantas mendorong pelan untuk melihat apakah benar Adam dan Salsa yang berada di kamar itu.
Saat pintu terbuka lebar, Rihana melihat Adam yang tidak memakai sehelai benang pun, tengah memacu tubuh Salsa yang ada di bawahnya. Keduanya terlihat begitu bergairah, bahkan kamar itu tampak berantakan karena pakaian yang tercecer di mana-mana.
Salsa melenguh panjang, kedua tangan mencengkram lengan kekar pria yang sedang memacunya. Adam pun memacu Salsa semakin cepat, karena pria itu juga hampir mencapai klimaks.
“Salsa, oh baby. Kamu membuatku gila!” Adam meracau, hingga akhirnya menghujam milik Salsa dengan kencang sebelum kemudian tubuhnya ambruk di atas tubuh Salsa.
Kedua kaki Rihana membatu di tempatnya, hatinya remuk dan hancur melihat tunangan dan teman baiknya berselingkuh bahkan bercinta bersama. Suara racauan dan juga desahan keduanya, membuktikan kalau mereka benar-benar menikmati permainan yang dilakukan.
Tanpa sadar, paper bag yang dipegang Rihana pun jatuh ke lantai. Suara paper bag membentur lantai, membuat Adam dan Salsa terkejut dan menoleh ke pintu.
“Rihana!” Adam dan Salsa begitu panik, mereka kalang-kabut dan langsung meraih selimut untuk menutupi tubuh polos mereka.
Rihana tersenyum miring melihat Salsa dan Adam berlomba menutup tubuh mereka, hingga dia bertepuk tangan pelan seolah sedang bersorak akan pertunjukan yang baru saja dilihatnya.
“Kalian benar-benar luar biasar,” puji Rihana masih terus bertepuk tangan.
“Ri, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Adam yang panik.
“Apa yang aku lakukan?” Rihana tersenyum miring mendengar pertanyaan Adam. “Jika aku tidak kemari, apakah kalian akan terus berselingkuh, meski aku sudah menikah denganmu?”
Ekspresi wajah Rihana berubah, smirk di wajah kini berubah dengan tatapan dingin.
“Ri, kamu jangan salah paham,” ucap Salsa karena takut melihat tatapan Rihana, atau sebenarnya merasa malu karena ketahuan berselingkuh dengan tunangan temannya sendiri.
“Tidak, aku tidak salah paham. Hanya saja sedang melihat fakta, bahwa teman dan tunangan yang sangat aku percayai, ternyata tega berselingkuh dariku. Bodohnya aku.” Rihana memegangi kepala dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya berkacak pinggang.
Adam buru-buru memakai celana, lantas berjalan menghampiri Rihana. Dia takut kalau sampai Rihana memberitahukan tentang perbuatannya ke kedua orangtuanya juga kedua orangtua Rihana.
“Dengarkan aku, Ri. Kami khilaf, entah kenapa kami tiba-tiba ingin bercinta,” ucap Adam mencoba membela diri.
Rihana ingin sekali tertawa begitu keras mendengar pembelaan dari Adam, hingga menatap tajam Adam yang berdiri di depannya. Pria itu hendak meraih lengannya, tapi langsung ditepis dengan kasar Rihana.
“Khilaf? Tidak ada namanya khilaf? Apalagi kalian tadi mendesah begitu nikmat, bahkan kalian memuji permainan satu sama lain, apa itu yang dinamakan khilaf?” Rihana menatap Adam dan Salsa bergantian.
Adam menelan ludah melihat tatapan Rihana yang begitu tajam dan seolah siap mencabik-cabik dirinya. Namun, sebagai pria, Adam pun tidak ingin kalah meski salah. Dia harus menunjukkan kalau lebih berkuasa dari Rihana.
Salsa sendiri memilih tetap di atas ranjang, berusaha bersikap kalau sedang teraniaya, meski sebenarnya di sana Rihanalah yang tersakiti. Dia hanya ingin Adam lebih simpati kepadanya, daripada ke Rihana.
“Lalu maumu apa? Salahmu sendiri terlalu sok suci! Aku pernah memintanya kepadamu, tapi kamu selalu bilang agar menunggu sampai menikah. Kamu pikir aku ini tidak normal? Harus nunggu terus dan harus terus menahan hasratku? Semua ini salahmu yang membuatku akhirnya memilih tidur dengan Salsa. Hanya dia yang bisa memuaskanku!” Adam bicara dengan nada tinggi, menyalahkan Rihana untuk menutupi kesalahannya.
Rihana terkejut dengan mulut menganga, tidak percaya sebab Adam kini menyalahkan dirinya atas perselingkuhan yang Adam dan Salsa.
“Kalian ini memang sampah! Selingkuh lalu menyalahkanku. Luar biasa sekali kalian.” Rihana tersenyum mencibir sambil menggelengkan kepala pelan.
“Kamu tanya apa mauku? Oke, aku jawab. Aku ingin pernikahan kita dibatalkan. Aku tidak sudi menikah dengan sampah sepertimu!” Rihana bicara dengan nada tinggi sambil menunjuk wajah Adam.
Adam sangat terkejut mendengar Rihana mengakhiri pertunangan mereka dan membatalkan pernikahan yang akan berlangsung seminggu lagi. Jika kedua orangtuanya tahu kalau dia yang salah, mereka pasti akan menggantung Adam.
“Dan kamu! Pungut sampah ini, aku tidak membutuhkannya lagi. Sampah, memang layak dengan sampah. Itulah kalian!”
Rihana mencoba kuat, tidak ingin menangis atau lemah di hadapan orang-orang yang sudah menyakitinya. Dia lantas meninggalkan pasangan mesum itu, sudah cukup disakiti.
Rihana pergi ke klub malam dengan pikiran yang kalut. Di sana dia minum-minum untuk melepaskan beban pikirannya.
Namun, Rihana tidak mengira jika Adam membuntutinya. Adam takut jika Rihana mengadu ke orangtua mereka, sehingga Adam pun mengikuti untuk memantau gerak-gerik Rihana.
Melihat Rihana yang sedang minum-minum, Adam pun menyeringai dan memiliki sebuah ide untuk memutar balikkan fakta. Tanpa sepengetahuan Rihana, Adam meminta beberapa orang untuk menjebak Rihana dan mengambil foto saat Rihana diajak bicara pria yang dibayar Adam, agar Adam memiliki bukti untuk menyerang Rihana, jika wanita itu berani mengadukannya.
Rihana kembali mengguyar kasar rambutnya, setelah selesai mengingat kejadian kemarin. Dia menyesal pergi ke klub hingga ada yang ingin memanfaatkannya, membuat masalahnya semakin rumit dan akan berhenti jika pria yang tidur bersamanya melupakan kejadian semalam.
“Kalian pikir aku akan diam saja, lihat saja! Aku pasti akan membalas perbuatan kalian!”
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu