Share

9. Membela Istri

Author: Velmoria
last update Huling Na-update: 2025-05-08 07:37:23

Suara Stella yang sengaja diperdengarkan ke seluruh penjuru ruangan di kalimat terakhir, menarik perhatian para karyawan yang sejak tadi terus mengawasi Stella dan Ivy.

Rata-rata, bahkan hampir semua dari mereka, berada di pihak Stella.

“Lihat, betapa baiknya Nona Stella memperlakukan Isla,” gumam karyawan wanita yang tadi. Suaranya cukup keras untuk didengar yang lain.

Beberapa karyawan lain mengangguk, menatap Stella dengan kagum, sementara tatapan mereka ke Ivy penuh penilaian.

Ivy berdiri tegak, menjaga ekspresinya tetap tenang meski kata-kata karyawan dan sikap Stella membuat darahnya mendidih. Dia tahu Stella sedang memainkan peran wanita sempurna di depan semua orang, tapi Ivy tidak akan terpancing.

Mengambil napas dalam, lalu Ivy tersenyum tipis, tatapannya tajam namun terkendali saat menatap Stella. “Terima kasih atas sambutanmu, Stella.” Suaranya lembut, tapi penuh wibawa. “Aku menghargai perhatianmu, meski sepertinya tidak semua orang di sini merasa aku pantas berada di tempat ini.” Dia melirik sekilas ke arah karyawan yang tadi berbisik, membuat mereka saling pandang, sedikit tidak nyaman.

Stella tersenyum lebih lebar, tapi ada ketegangan samar di matanya. “Oh, Isla, jangan khawatir. Aku yakin mereka tidak bermaksud buruk. Hanya saja, kau tahu, orang-orang kadang salah paham karena … situasi kita.” Nada suaranya tetap manis, tapi sindirannya jelas bagi Ivy.

Ivy tidak mengalihkan pandangan dari Stella. Dia melangkah setengah langkah ke depan, mempertahankan senyum anggunnya. “Situasi kita, ya?” ulangnya, nadanya sopan, namun tegas. “Aku rasa yang terpenting adalah kejujuran, Stella. Aku di sini hanya untuk mengantarkan dokumen yang dibutuhkan oleh Ethan, bukan untuk mencari perhatian atau membuktikan apa pun. Tapi jika ada yang ingin menilai tanpa tahu kebenaran, itu pilihan mereka.”

Ucapan Ivy barusan, membuat ruangan menjadi hening sejenak. Beberapa karyawan menunduk, merasa tersentil oleh nada Ivy yang tenang namun penuh makna.

Karyawan wanita yang tadi berbicara tentang Stella menatap Ivy dengan alis sedikit terangkat, seolah mulai mempertimbangkan ulang pendapatnya.

Stella tertawa kecil, mencoba mengembalikan kendali. “Tentu saja, Isla. Kejujuran memang penting. Aku hanya ingin memastikan kau merasa nyaman di sini.” Dia menepuk lengan Ivy lagi, tapi kali ini gerakannya terasa kurang alami.

Ivy mengangguk, masih tersenyum, tapi matanya tidak meninggalkan Stella. “Aku sangat nyaman, Stella. Terima kasih atas perhatianmu.”

Seorang karyawan pria yang tadi memuji Stella memandang Ivy dengan ekspresi bercampur rasa ingin tahu. “Dia tidak seperti yang kubayangkan,” bisiknya pada rekan di sebelahnya, suaranya pelan tapi terdengar oleh Ivy. Wanita di meja seberang juga melirik Ivy, kerutan di dahinya menunjukkan dia mulai ragu dengan penilaian awalnya.

Stella, menyadari perhatian karyawan mulai beralih, buru-buru berkata, “Baiklah, Isla, ayo aku antar ke ruangan Ethan. Dia pasti sudah menunggu.” Nadanya tetap ceria, tapi ada nada tergesa yang tidak luput dari perhatian Ivy.

Ivy mengangguk, mengikuti Stella tanpa berkomentar lebih jauh. Saat mereka berjalan menuju pintu ruang kerja Ethan, Ivy bisa merasakan tatapan karyawan mengikuti langkahnya. Bisik-bisik pelan terdengar, tapi kali ini bukan hanya pujian untuk Stella. Ada nada penasaran, bahkan kekaguman samar, terhadap ketenangan dan keanggunan Ivy.

Begitu mereka sampai di depan pintu ruang kerja Ethan, Stella berhenti dan tersenyum lagi. “Silakan masuk, Isla. Aku yakin Ethan akan senang melihatmu.” Nada suaranya manis, tapi matanya penuh perhitungan.

Setelah masuk, Ivy berdiri di depan meja Ethan, menyerahkan map dokumen yang diminta.

Ethan mengambilnya tanpa bicara, ekspresinya dingin seperti biasa. Bahkan dia tidak bertanya kenapa Ivy yang mengantarkan dokumennya.

Sebelum Ivy sempat membuka mulut, pintu ruang kerja terbuka, dan Stella masuk dengan langkah pelan, senyum tipis di wajahnya.

“Ethan, maaf mengganggu,” kata Stella, nadanya lembut, tapi penuh maksud. “Aku hanya ingin bilang, tadi di ruang kerja ada sedikit … keriuhan. Isla sepertinya menarik perhatian karyawan, dan, yah, kau tahu bagaimana mereka bisa salah paham.” Dia melirik Ivy sekilas, senyumnya tetap manis, tapi ada sindiran terselip di kata-katanya.

Ivy mengepalkan tangan di sisinya, tapi raut wajahnya tetap tenang. Dia tahu Stella sedang berusaha memojokkannya, menyiratkan bahwa Ivy yang memicu masalah.

Ethan menutup dokumen di tangannya, menatap Stella sekilas. “Aku tidak butuh laporan seperti itu.”

Stella tampak terkejut. “Aku hanya—”

“Fokus pada pekerjaanmu,” sela Ethan datar, tapi tegas.

Stella terdiam, lalu mengangguk pelan. “Baik.”

Ethan menoleh ke Ivy. Tatapannya tetap dingin, tapi ada sesuatu di sana—entah apa. “Jangan buang waktumu.”

Ivy mendengus kecil. “Maksudmu?”

Ethan kembali ke dokumennya. “Mereka hanya akan bicara kalau kau memberi mereka alasan.”

Ivy menatapnya sejenak, lalu tersenyum miring. “Jadi, aku harus diam saja?”

Ethan tidak menjawab. Tapi Ivy bisa melihat dari cara pria itu kembali bekerja. Ethan tidak peduli dengan omongan orang.

Ethan menutup dokumen di tangannya. Tatapannya beralih pada Stella. “Ada lagi?”

Stella mengerjap. “Aku hanya ingin kau tahu—”

“Kalau itu saja, keluar,” potong Ethan lagi. Dia terlihat tidak tertarik mendengar lebih jauh.

Lalu tatapan Ethan berpindah pada Ivy. Menatap Ivy dengan pandangan yang sulit diartikan.

Ivy yang ditatap seperti itu oleh Ethan tidak terima, jadi ia menatap balik Ethan.

Keduanya saling tatap dalam diam dan tidak peduli masih ada Stella di sana.

Melihal hal itu, Stella menggertakkan giginya dan menahan geram dengan mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. Namun, Stella tahu, Ethan tidak senang jika ada orang yang membantah ucapannya, jadi Stella menurut. Dia pergi setelah menutup pintu di belakangnya.

Ethan dan Ivy masih saling tatap, sampai akhirnya Ethan buka suara. “Kau menikmati ini?”

Ivy mengerutkan kening. “Apa?”

Ethan mengembalikan perhatiannya ke dokumen. “Membiarkan mereka memancingmu.”

Ivy mendecak. “Aku cuma membiarkan mereka bicara.”

Mendengar jawaban Ivy, senyum samar terbit di bibir Ethan, sangat samar hingga tidak terlihat. Lalu dia menutup dokumennya, berdiri dan berjalan mendekati wanita itu.

Kini mereka bertatapan nyaris tanpa jarak. Begitu dekat, hingga Ivy tersentak. Dia sedikit terkejut, karena tindakan Ethan yang tiba-tiba.

Tanpa melepas tatapannya dari Ivy, Ethan berkata. “Kalau kau tahu siapa dirimu, tidak perlu membuktikan apa-apa.”

Ivy terdiam. Apa maksud ucapan pria ini?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   16. Ciuman Tak Terduga

    Sedikit tenang, Ethan meraih tangan Ivy, menyusupkan jemarinya ke sela-sela jemari istrinya. Ia berbalik, menatap Ivy dalam diam, tanpa sadar genggamannya mengerat.Dari sudut mata, Ethan melihat presdir Bluecrest mencoba berdiri dengan susah payah. Amarahnya memuncak lagi. Namun ketika kembali menatap Ivy, Ethan melihat wanita itu menggeleng pelan, menarik tangannya dan membawanya pergi dari sana.Ethan membiarkan Ivy membawanya menuju ke parkiran. Begitu sudah berada di samping mobil, Ivy yang lebih dulu melepaskan genggaman tangan mereka.Tanpa bicara, Ethan membuka pintu mobil. Disusul Ivy setelahnya. Sepanjang perjalanan, Ethan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menyetir dengan kencang, pandangannya lurus ke depan, kedua tangannya mencengkeram setir seolah menyalurkan amarah yang masih tersisa.Ivy duduk diam. Tidak berniat membuka percakapan. Masih berdebar, terguncang oleh kejadian di koridor tadi. Atau lebih tepatnya, pada reaksi Ethan yang begitu emosi. Bukan hanya mara

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   15. Kemarahan Seorang Suami

    “Mr. Winchester.” Seorang pria paruh baya dengan jas abu-abu gelap menghampiri. “Beberapa kolega dari Venture & Rye ingin bertemu Anda. Mereka sudah menunggu di tengah.”Ethan menoleh sebentar ke arah Ivy yang sudah menghilang di tikungan koridor. Rahangnya mengeras, lalu ia mengangguk singkat.Tanpa melepas pandangannya ke koridor, Ethan melangkah bersama pria itu.Sementara di toilet, Ivy menatap bayangannya di cermin. Ia menarik napas, mencoba menetralisir detak jantungnya yang sempat kacau.Jangan bodoh. Jangan lengah.Bukan saatnya untuk terbuai oleh sikap manis Ethan. Tangannya mengepal kuat. “Sadarlah, Ivy. Ingat semua penderitaan Isla dan Ibu.”Ivy memejamkan mata ketika memangku tubuhnya dengan kedua tangan di sisi wastafel.Bahkan keberadaan ibunya sampai saat ini, Ivy masih belum tahu.Ivy membuang napas, lalu membuka mata dan kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Ia harus fokus dengan tujuannya.Setelah menenangkan diri, Ivy melangkah keluar dari toilet dan baru mema

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   14. Tampil Sebagai Pasangan

    Ivy melangkah turun dari lantai dua mengenakan gaun hitam sederhana, namun tetap terlihat elegan. Gaun itu berlengan panjang, terbuat dari bahan satin yang halus, pas membentuk lekuk tubuhnya tanpa berlebihan.Leher gaun berbentuk V rendah tapi sopan, memperlihatkan garis leher yang anggun. Panjang gaun mencapai mata kaki, dengan potongan sedikit melebar di bawah, membuat langkah Ivy terlihat percaya diri. Rambutnya disisir rapi dan tergerai lembut di bahu.Ethan berdiri di bawah, menunggu Ivy. Ia terlihat tampan dan berwibawa dalam setelan jas hitam klasik yang rapi dengan dasi abu-abu gelap. Ekspresinya dingin dan tenang. Begitu melihat Ivy sedang menuruni tangga, matanya seketika fokus menatap wanita itu tanpa berkedip.Cantik, anggun, elegan dan tidak berlebihan.Sambil mengingat-ingat, kening Ethan berkerut samar, tapi tatapannya sama sekali tidak lepas dari Ivy.Selama pernikahan mereka, belum pernah Ethan melihat Isla mengenakan gaun seperti itu. Apa selera Isla berubah? Aura w

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   13. Pria Aneh

    “Ya, sedikit.” Ivy menghela napas, menatap Ethan yang juga menatapnya. Mereka masih saling bertatapan sampai pelayan kembali dari dapur sambil membawakan nampan untuk Ivy.Ivy mulai dengan secangkir air hangat lemon. Disesap pelan, matanya tidak lepas dari pria di hadapannya. Selain sangat membenci Ethan, ia tidak bisa menampik perubahan mendadak sikap pria itu padanya. Heran dan bingung yang bercampur dengan rasa penasaran.Memperhatikan Ethan, Ivy tahu kalau sebenarnya pria itu sudah selesai sarapan sejak tadi. Melihat dari waktunya, biasanya di jam ini Ethan sudah bersiap-siap ke kantor. Namun, Ivy tidak mempertanyakan, karena pikirannya masih dipenuhi rasa ingin tahu tentang ibunya.Dan ketika Ivy masih memikirkan bagaimana cara untuk menemukan ibunya, suara ketukan high heels wanita bergema di ruang makan, makin mendekat ke arah mereka.Ivy tersenyum tipis menyambut kedatangan Stella.“Selamat pagi, Ethan. Kupikir kau sudah berangkat ke kantor,” katanya ramah dengan senyum lebar

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   12. Nyaris Mencium

    Napas Ivy tenang. Matanya tertutup. Rupanya wanita itu sudah tertidur. Mendekati tempat tidur, Ethan menurunkan Ivy dengan hati-hati, membaringkannya di atas kasur. Ivy tidak bergerak. Napasnya masih teratur. Tidurnya tampak nyaman dan lelap. Berdiri di sisi ranjang, Ethan menatap wajah Ivy cukup lama. Beberapa helai rambut jatuh ke pipi wanita itu. Dengan satu gerakan ringan, Ethan menyibakkannya. Ada sesuatu yang tiba-tiba bergerak di pikirannya, tapi ia tidak tahu pasti apa. Tatapan Ethan turun perlahan ke arah bibir Ivy. Diam. Terlalu lama. Hingga akhirnya ia membungkuk, mendekat sampai cukup membuat bayangan wajahnya jatuh tepat di atas wajah Ivy. Jarak yang hanya tinggal satu gerakan. Namun tiba-tiba, Ethan berhenti. Ekspresi kecil muncul di wajahnya. Lalu ia menarik diri perlahan. Tidak tergesa. Tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Berdiri kembali dengan tenang, Ethan berbalik dan melangkah keluar dari kamar. Di belakangnya, pintu ditutup perlahan, tanpa suara. *** Ter

  • Presdir, Istri Palsumu Akan Menuntut Balas!   11. Peran dari Suami

    Beberapa orang tertawa pelan. Tak lama, terdengar celetukan ringan dari sisi meja lain. “Stella Roswell.” Tawa makin terdengar, meski tidak keras. Stella menoleh dengan raut bingung penuh empati, seolah tidak tahu apa yang terjadi. Tapi matanya tidak bisa menyembunyikan kepuasan kecil. Dia percaya diri kalau sebagian dari karyawan yang hadir malam ini, masih berada di pihaknya. Ivy menegakkan bahu. Tidak bicara. Tidak membalas. Lalu Stella tiba-tiba menatap Ivy. Tersenyum manis penuh arti, sambil berkata. “Terima kasih teman-teman, tapi jangan lupa kalau kita juga punya Isla Everlily sebagai istrinya Presdir di sini. Selama ini, dia pasti juga telah menjadi sosok yang luar biasa untuk Presdir, bukan?” Semua perhatian orang-orang, kini tertuju pada Ivy. Tersenyum tipis, Ivy paham maksud Stella. Membuat perbandingan jelas antara Isla dan Stella di hadapan para karyawan Ethan lewat sindiran halus. Staf pria yang tadi mengajak bersulang, tertawa pelan dengan nada mengejek. “Oh, kau b

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status