"Aku tidak bisa memberikan pendapat apa pun, Shania. Tapi coba kamu pikirkan baik-baik jangan sampai kamu menyesal kemudian hari," kata Misa. Dia tahu saat ini rumah tangga Shania dan Thomas sedang di ambang kehancuran, tetapi apa yang dikatakan Shania barusan tidak bisa ia benarkan juga!"Aku berkata serius, lihat saja apa yang bisa aku lakukan pada Thomas, dia akan aku buat menyesal!" geram Shania dengan tatapan mata yang begitu tajam, menggambarkan betapa sakit hatinya dikhianati oleh Thomas, pria yang dia cintai, dan sudah bersama dirinya selama 12 tahun ini tapi dengan tega menyakiti dirinya dan mencampakkannya begitu saja. Misa berpikir, jika Shania bermain api, lalu setelahnya ... entah Shania atau pemuda itu, alias Neil, pada akhirnya benar-benar memiliki perasaan lantas apa yang akan Shania lakukan?"Sudah lah itu urusanku," kata Shania, lalu keduanya pun kembali saling diam. Ya, menurut Shania, hanya Neil yang bisa membantunya membalaskan apa yang ia rasakan pada Thomas. Be
Baru saja Neil ingin melanjutkan untuk menggoda istri orang tersebut, suara ponselnya membuat Neil menghentikan tingkah konyolnya. Ada sebuah pesan yang masuk di ponselnya, begitu Neil membaca pesan, raut wajahnya seketika berubah. Kesal.Mama :'Neil, Mama ingin bertemu denganmu, bisakah kita bertemu?' Tanpa membalas apa pun, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Lalu Neil mendengus kasar, tidak ... ia akan baik-baik saja. Ia memiliki Marion, yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Sekarang bukan waktunya untuk merasa kesal!Sementara Shania dan Misa sedang menatapnya, bingung dengan eskpresi wajah Neil yang mendadak seperti orang yang sedang marah."Hm, kamu ingin mengajakku berkencan karena kamu sedang bertengkar dengan kekasihmu, kan?" ejek Shania, padahal dia tidak tahu yang barusan mengirimkan pesan adalah ibu dari Neil. Wanita yang sudah menyia-nyiakan pemuda tampan itu selama belasan tahun, dan membuat rasa sakit hati berakar kuat di dalam hati Neil."Sok tahu, a
"Kamu ingin seperti itu?" tanya Thomas dengan raut wajah yang dingin, bahkan Shania sampai tidak bisa mengenali lagi Thomas, laki-laki itu benar-benar sudah tidak sama seperti dulu saat mereka masih dalam keadaan baik-baik saja.Segala romantisme yang pernah terjadi di antara mereka, nampaknya sudah terlupakan oleh Thomas?"Hm, kalau begitu aku akan mengabulkannya, Shan. Aku akan membawa Donna ke hadapan ibuku," jawab Thomas. Mendengar jawaban Thomas benar-benar membuat Shania merasakan sakit yang tidak terperihkan di dalam hatinya.Rupanya Thomas memang benar-benar ingin mengakhiri segalanya?"Kamu ... benar-benar sudah tidak memiliki perasaan apa pun, Thom? Apa semua yang terjadi di antara kita selama belasan tahun sudah terlupakan begitu saja?" tanya Shania, apa semua laki-laki seperti ini?Shania benar-benar dibuat kehilangan kata-kata oleh Thomas. Rasanya dia ingin pergi saja, entah ke mana, sulit menggambarkan bagaimana hancurnya perasaan Shania saat mengetahui jawaban Thomas."
Di tempat lain, Neil sudah berada di depan pagar rumah Shania. Pemuda itu kali ini tidak naik kendaraan umum atau jalan kaki seperti biasa. Dia sengaja membawa motor sport miliknya, khusus untuk membonceng Shania.Shania sendiri sudah melihat Neil dari jendela, ada rasa minder, apalagi jika dia dan Neil jalan beriringan, dia merasa seperti seorang kakak yang sedang memomong adiknya!"Shania, kamu sudah berpakaian rapi, siapa yang kamu tunggu?" tanya Nyonya Samantha, ibu dari Thomas. Sebetulnya sangat riskan menerima Neil menjemputnya di rumah Thomas. Pasti ibu dari Thomas itu akan mengatakan pada Thomas jika istrinya jalan dengan laki-laki muda, membiarkan dirinya dijemput di rumah orang tua suaminya sendiri."Temanku, apa ada masalah, Ibu?" jawab Shania. Samantha tidak pernah menyetujui pernikahan Thomas sejak awal, status Shania dan Thomas memang berbeda jauh. Thomas terlahir dari keluarga, dan Shania? Hanya seorang gadis biasa dari keluarga sederhana, mendapatkan beasiswa saat kuli
Shania menggeleng, terserah saja apa yang mau dilakukan Neil. Lagi pula Neil sepertinya tidak perlu meminta ijin padanya, menurut Shania. "Terserah kamu saja, aku nggak peduli. Kamu mau show, atau melakukan apa, bukankah kamu memang melakukan pekerjaan seperti itu?" jawab Shania acuh. Neil tersenyum mendengar jawaban yang terkesan ketus di telinganya, entah kenapa semakin Shania ketus padanya, Neil justru semakin merasa tertantang mendekati wanita itu."Ok, tunggulah di meja sana. Dan, jangan pernah kamu memesan minuman beralkohol atau kamu akan membuat aku kesulitan seperti beberapa malam yang lalu," pesan Neil pada Shania. Dia tahu, Shania akan menjadi sangat merepotkan sampai wanita itu meminum minuman beralkohol!"Ya, ya, kamu tenang saja, Neil. Aku akan menunggumu," jawab Shania tidak keberatan, lagi pula baik baginya jika tidak perlu berduaan saja dengan Neil."Benarkah, kamu akan menungguku?" tanya Neil, pertanyaannya barusan hanya bermaksud untuk menggoda Shania saja."Ya, ap
"Kenapa aku harus berhadapan denganmu, Nona? Apakah kamu adalah orang tua Neil?" balas Shania. Terdengar embusan napas kasar dari Marion, wanita di hadapannya ini memang sangat keras kepala, sulit memberitahukannya. Marion tidak menyukai perdebatan dengan seorang pelanggan, "Aku bukan orang tuanya, tapi aku menyayangi Neil, Nona Shania." "Nona, sepertinya kamu tidak perlu ikut campur dengan urusanku. Ini hidupku dan juga hidup Neil. Lagi pula, pemuda seperti Neil sudah terbiasa bersenang-senang dan bermain-main dengan banyak perempuan, aku tidak merasa jika dia akan mudah tersakiti," kata Shania, "Jika kamu masih terus memberikan kotbah padaku, lebih baik aku pindah meja. Aku tidak suka saat orang lain mencampuri urusanku!" Marion menjadi tidak enak hati saat mendengar apa yang dikatakan oleh Shania padanya, akhirnya ia pun mengalah, "Maaf, maafkan aku. Baiklah, aku akan pergi dari hadapanmu. Tapi aku mohon tolong dengarkan apa yang aku katakan tadi. jangan menyakitinya." Marion p
Marion tidak menyukai keributan, ditahannya tangan Neil, agar tidak memukul salah satu pria tersebut, "Sudah cukup! Aku bilang cukup, jangan membuat keributan di bar milikku!"Neil mendengus kasar, masalahnya dia tidak terima saat mengetahui mereka hampir melecehkan Shania. “Ma’am?”“Kalian pergilah! Aku tidak segan memanggil polisi jika kalian berbuat keonaran!” Kali ini Marion yang mengambil alih, mengusir pria-pria menjijikkan yang juga sudah sangat mabuk.“Panggilkan Liam, suruh dia mengeluarkan ketiga pria ini!” seru Marion pada John, dan pria itu bergegas mencari Liam—petugas keamanan bar—untuk mengusir tamu-tamu brengsek yang berusaha melecehkan Shania tadi.Neil merapikan gaun malam yang dikenakan Shania, bagian bahunya sudah sedikit turun, dan Neil membetulkan letak lengan gaun malam tersebut. Saat dia menyibak rambut Shania dan ingin merapikannya, betapa terkejut wajahnya melihat siapa wanita yang kini berada di dalam pelukannya.“Dok?”“Apa dia baik-baik saja?” tanya Mario
"Aku tidak bisa, Shania. Bersihkan tubuhmu. Di dalam lemari ada beberapa potong pakaianku berukuran kecil mungkin bisa kau pakai, celana pendek milikku pun ada di sana, kecuali celana dalam dan bra, aku tidak memilikinya."Shania meremas rambutnya, membuat dirinya terlihat begitu berantakan. "Neil ... please?"Mendengar seorang wanita merengek, apalagi yang merengek adalah Shania, mau tidak mau Neil pun naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Shania. Jaraknya dengan Shania cukup jauh, dia tidak ingin sampai menyentuh Shania sedikit pun."Hei ... kamu masih berhutang padaku, hm?""Ah, berhutang?"Wajah sayu Shania benar-benar menggoda Neil. Wanita itu sendiri tanpa sadar mendekati Neil, lalu memeluk pemuda tampan itu. Dada Neil yang tidak mengenakan apa pun terasa geli saat jari-jari lentik Shania mengusap dan memainkan titik sensitifnya."Shania, hentikan ...."Bukannya berhenti, dia pun naik ke atas badan Neil, menunduk, lalu melumat bibir Neil. Merasa terpancing oleh sua