Klinik sehat...Elsa terbangun, dan melihat ke sekelilingnya dengan bingung. "Aku di rumah sakit?" Menyadari kesadaran Elsa, Raffaele yang tadinya duduk dengan cemas menungguinya di ruang rawat, langsung berdiri. "Elsa, kamu sudah sadar." Nada bicaranya terdengar khawatir. "Tadi pagi kamu pingsan jadi aku membawamu ke klinik."Elsa mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. "Dimana anak-anak?" "Jangan cemas, mereka masih sekolah." Raffaelle melihat ke arlojinya. "Sebentar lagi aku akan jemput mereka.""Ohhh ..." Elsa merasa lega mendengarnya. Sesaat suasana menghening, Elsa merasa Raffaele benar-benar perhatian padanya. "Raffaelle, makasih banyak ya." Akhirnya, Elsa mengatakan itu setelah beberapa saat. Pria itu membalasnya dengan senyuman. Saat ini, Elsa merasa dirinya tak fokus untuk melakukan apapun, dia tampak seperti orang selalu merepotkan orang lain, mungkinkah itu yang membuat Raffaele tak berkomentar?Detik itu juga, tiba-tiba Raffaele menyentuh tangan Elsa bahkan me
"Bagaimana aku mempercayaimu?" Elsa menghela nafas panjang, ia tak menduga dengan kenyataan yang di dengarnya. "Aku tahu ini aneh, tapi mungkin takdir sengaja mempertemukan kita dan menjadikan kita keluarga yang sebenarnya." Raffaelle berbicara dengan harapan, itu sungguh membuat Elsa terdesak. "Sebaiknya kita bicarakan ini sambil jalan-jalan." Elsa sengaja mengantung ucapannya, memperpanjang waktu untuknya berpikir, dia bukan tidak menyukai Raffaelle, tapi..."Ah, Raffaelle aku punya ide, kita jemput anak-anak sekarang, setelah itu, temani aku pergi karaokean, lagipula aku sudah lama tak bernyanyi." Mendengar itu, Raffaelle agak kecewa."Karaoke-an?" dia berpikir sejenak. "...Baiklah!" "Jadi kamu setuju?"Raffaelle mengangguk, ini membuat Elsa merasa senang. Namun tampaknya Raffaelle seperti agak terpaksa, bukan niat mengujinya, tapi karena Elsa memang benar-benar merindukan tempat karaoke-an. Saat ini, Raffaelle menuruti permintaannya, membawa Elsa ke tempat yang diinginkannya
Kejadian memalukan malam itu membuat Elsa belakangan ini menghindari semua orang. Bahkan, Antonio juga merasa aneh dengan sikap yang ditujukan padanya. Pagi ini setelah mengantar si kembar twins ke sekolah, Elsa tampak sengaja menghilangkan jejak, "Kemana Elsa sebenarnya?" Antonio sedikit sebal, setelah mondar-mandir di sepanjang jalanan kota.Tinnn... tinn... suara klakson membuat telinga bising, Antonio baru menyadari bahwa dirinya melamun di tengah jalan dan gerak mobilnya melambat. Saat itu juga, Antonio mempercepat gerak laju mobilnya. Sambil mengedarkan pandangannya hingga melihat tempat parkiran di tengah jalan.Ketika memarkirkan mobilnya, matanya tanpa sengaja melihat punggung seseorang berbalut gaun selutut dan rambut yang di biarkan tergerai sedang menuju ke sebuah bangunan bertingkat. "Itu seperti Elsa, sedang apa dia di sini?" Tanpa berpikir, Antonio memutuskan untuk mengikutinya dari belakang. Ia memasuki sebuah ruangan serba putih dengan aroma obat-obatan yang menyen
"Aku akan berada di luar negeri selama dua pekan ke depan, jadi kamu tak perlu khawatir karena ada Alessa yang menemani sekaligus membantumu." Sandra terdiam tatkala Simon berpesan padanya, bahkan Sean putra satu-satunya, tampak murung dan menunduk. "Sean, jangan murung gitu dong, ayah juga akan tetap menghubungi kalian, bukannya kita bisa vc-an meski jarak jauh?" Simon tampak berusaha memberi pengertian memberi tahu."Ayah, bisakah kamu tak pergi?" Matanya terlihat sendu saat berbicara. Sandra juga tampak kehilangan nafsu makannya, dia ingin menjawab tapi tak tahu ingin mengatakan apa. Pada detik berikutnya dia melihat sepasang mata Simon. "Kamu yakin mau pergi?" Dia menunggu jawaban sang suami yang duduk diseberangnya.Simon menggangguk, tanpa tahu arti tatapan Sean. "Sebenarnya apa yang aah lakukan di luar negeri?" Anak kecil itu kembali bertanya dan memastikannya."Tentu saja ini demi pekerjaan..." Dia lalu menatap wajah Sean. "Ayah akan kembali dalam waktu dekat, kamu tenang saj
Saat Simon dan Sandra menjadi sorotan orang-orang, mereka tetap menciptakan pikiran positif, saat ini seorang pria bertubuh tinggi tiba-tiba bertepuk tangan dengan keras di iringi oleh yang lainnya. "Selamat, selamat bergabung dengan tim kami." Ada perasaan haru sekaligus senang, Simon merasa seakan ada sebuah energi dan semangat yang merasukinya. Saat itu seseorang melambaikan tangan dan mendatangi Simon. 'Elsa? Tidak mungkin dia juga disini, mau apa lagi dia?' "Sayang…" dia menyenggol lengan istrinya, seakan sedang mengadu, berharap Sandra bisa memberikan solusi padanya sekarang.Raut Sandra berubah dingin ketika melihat tamu yang tak di duga datang menemui mereka, rasa cemburu jelas terlihat di wajah Sandra meski ia melebarkan bibirnya. "Nona Elsa ...?" Dia melihat pakaian tamu itu dari atas sampai bawah, terlihat lebih mencolok daripada biasanya. Namun, kali ini wajahnya hanya di dandani dengan make up tipis, "Ada apa gerangan anda datang kemari?" "Nona Sandra, kamu kelihatan t
"Akhirnya sampai juga." Alessa melihat bocah cilik itu tampak tertidur, setelah turun dari mobil, dia melepas sepatu Sean, berencana segera menidurkannya di kamar.Namun, Sean terbangun karena merasa ada tangan yang lembut menyentuhnya. Bocah itu mengusap matanya berulang, sebelum berbicara. "Tante Alessa, apakah kita sudah di rumah?" tanyanya dengan nada polos, Alessa menggangguk, "Benar sayang kita baru sampai..."Sean membuka lebar matanya, lalu berdiri bersiap keluar mobil. " Tante, sejak tadi kamu sudah bekerja keras, apa Moms akan senang dengan hasil kerjamu tadi?"Mendengar suara imut anak itu, Alessa tersenyum, "Aku berharap begitu, Sean. Yang penting aku telah berusaha mengelolanya sesuai dengan selera mommy-mu.""Aku yakin mommy pasti senang, kulihat Tante bahkan juga ulet bekerja, kuharap Tante juga bisa menjadi seperti Mommy, bahkan lebih baik daripadanya."Alessa tersenyum bangga mendengar pujian dari anak itu. "Oh ya Tante, kamu sudah punya pacar?" Saat mereka berdua b
Aku terkejut dengan pertanyaan Hani tadi, "Kenapa kamu menanyakan itu?" jawabku sambil balik bertanya. Hani melebarkan bibirnya dengan sedikit senyuman, "Ah, tidak. Aku hanya bertanya saja. Ku kira selama ini kamu masih sering menghubunginya." Benar, aku masih belum sempat menghubungi Juan. Kemarin ponselku tertinggal saat aku sedang pergi bersama Pak Jonas. Ya ampun, kenapa aku begitu bodoh? Aku menepuk kepalaku sendiri.Bisa-bisanya aku melupakan itu... kulihat jam di tanganku. Ini sudah hampir terlambat, aku bahkan belum sarapan sama sekali. Oh, tidak...!Hani geleng-geleng kepala melihat raut wajahku yang seketika berubah muram. Aku bingung, mana yang akan kulakukan lebih dulu. "Aku pergi sekarang, Hani." Aku langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Hani. Kedengarannya, dia tengah memberikan sebuah nasehat untukku, namun kubiarkan saja dia berbicara sendiri di depan pintu."Pak, stop!!" Aku menyetop sebuah taksi yang kebetulan tengah melintas di jalan yang kulewati. Aku m
"Kamu tak apa kan?" Alessa senang karena di perhatikan oleh atasan, sekaligus atasannya. "Jangan memaksakan diri, jaga kondisi tubuhmu dengan baik oke?" Obrolan mereka selesai setelah Sandra menyudahi panggilannya.Malamnya, Alessa pulang ke rumah dengan langkah ringan. Rasanya lelah seharian bekerja, tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap kuat menjalaninya.Namun, ketika di depan pintu dia terkejut melihat pria yang tidak dikenal berdiri di tengah dengan sebo dan jas hitam. Dia tampak sangat misterius membuat Alessa agak takut."Siapa kamu? Kenapa mengikutiku kemari?" Suara Alessa terdengar bergetar saat ketakutan. Namun, pria itu hanya tersenyum dan mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah pistol."Maaf, Alessa. Saya disini hanya di suruh mengambil sesuatu." ucap pria itu dengan tenang. Alessa tak peduli lagi dengan hal itu, ia kebingungan harus meminta bantuan siapa, sedangkan ponselnya kini masti total.'Jika aku berteriak sekarang, Sean pasti akan ketakutan.' Gumamnya pelan. De