"Bagaimana pekerjaan barumu? Menyenangkan?" tanya Dira sesaat setelah Zevanya sampai rumah, sahabatnya itu menghangatkan lauk-pauk untuk Zevanya makan.
Menyenangkan apanya? Di hari pertama Zevanya kerja saja sudah banyak tuntutan untuknya. Meski demikian, Zevanya tidak mengatakan itu pada Dira, ia tidak mau kekhawatiran Dira padanya bertambah.
"Umm lumayan." Hanya itu jawaban yang Zevanya berikan pada Dira. Ia merenggangkan tubuhnya, sementara matanya mencari sosok kecil yang biasanya selalu menyambutnya pulang,
"Di mana Cio?" tayanya.
"Sudah tidur. Kamu pulang melewati jam tidurnya," jawab Dira.
Zevanya melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia tidak bisa pulang tepat waktu karena Reynard baru meninggalkan ruang kerjanya jam setengah sepuluh. Dan selama menunggu Reynard pulang, pekerjaan seolah tiada hentinya diberikan padanya. Bahkan waktu istirahat Zevanya hanya lima belas menit saja untuk makan.
Tubuhnya benar-benar remuk sekarang. Ia harus berendam air hangat agar otot-ototnya tidak menegang lagi.
Zevanya baru akan melangkah ke kamar mandi, tapi ucapan Dira membuat langkahnya terhenti, punggungnya seketika menegang,
"Tadi Ramon mencarimu."
"Ada keperluan apa dia ke sini?" tanya Zevanya.
Kakak tirinya itu sudah menguasai seluruh harta kekayaan Vale yang diwariskan untuk Abercio, tapi masih saja sering datang untuk mengusik Zevanya, dengan rencana gilanya yang selalu menjodohkan Zevanya dengan pria tua lainnya.
"Ramon tidak mengatakan apapun. Dia langsung pergi saat mengetahui kamu tidak berada di rumah."
"Kamu tidak memberitahunya aku sudah pindah kerja ke Star Group kan?"
"Tentu saja tidak, Vanya. Kamu tenang saja, aku juga tidak mau Ramon mengusikmu sampai ke tempat kerjamu."
Sambil menghela napas lega, Zevanya memutar tubuhnya menghadap Dira,
"Apa dia bertemu dengan Cio?"
"Cio belum pulang sekolah. Aku baru mau menjemput Cio saat Damon datang."
"Dira, please. Jangan pernah membiarkan Ramon atau siapapun membawa pergi Cio tanpa sepengetahuanku," pinta Zevanya.
Terakhir kali Ramon membawa Abercio, Zevanya harus berakhir makan malam bersama salah satu pria tua kolega kakak tirinya itu. Ia harus melakukan itu, atau Ramon akan memberitahu Abercio kalau Zevanya lah yang telah menyebabkan daddynya meninggal.
Meski Ramon tahu betul bukan Vale ayahnya Abercio, melainkan pria lain yang Ramon perdaya agar bisa bercinta dengan Zevanya. Pria yang hingga kini Zevanya tidak ketahui keberadaannya. Pria yang darahnya juga mengalir di dalam diri Abercio.
"Oh jelas! Akan aku pastikan tidak ada satu pun dari mereka yang bisa membawa Cio lagi! Aku janji!" tegas Dira.
"Ya sudah aku mandi dulu. Kalau kamu mau pulang, tolong kunci pintunya. Atau bermalam lah di sini kalau Justin tidak menjemputmu."
"Justin sudah menungguku dari satu jam yang lalu di depan jalan. Setelah mandi nanti makanlah, aku sudah menghangatkannya untukmu."
"Terima kasih, Ra. Aku selalu saja merepotkanmu."
Dira menghampiri Zevanya untuk menepuk bahunya,
"Itulah gunanya sahabat. Aku akan selalu ada untukmu, begitu juga sebaliknya kan? Karena hanya kamu saja sahabat yang aku miliki."
"Ya, aku juga akan selalu ada untukmu. Sudahlah, bukan waktunya bermellow ria, lebih baik kamu pulang sekarang, kasihan Justin sudah lama menunggumu," kekeh Zevanya.
Dira mengecup pipi Zevanya sebelum berpamitan,
"Besok pagi-pagi sekali aku datang untuk membawakanmu sarapan pagi."
"Tidak perlu repot-repot. Aku bisa beli online."
"Ck, tidak sehat untuk Cio. Aku akan masak yang enak untuk kalian. Sampai jumpa besok!"
Zevanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Dira. Hobi sahabatnya itu memang masak, itu makanya Dira mengambil jurusan tata boga saat melanjutkan pendidikannya.
Dan keesokan harinya, alih-alih dapat menikmati makanan lezat yang Dira siapkan untuknya dan Abercio, Zevanya malah sudah berada di dalam salah satu mobil mewah milik Reynard. Marco mengirim Zevanya pesan singkat di pagi buta, agar Zevanya segera bersiap karena kurang dari satu jam lagi akan ada supir yang akan menjemputnya.
Alhasil di dalam mobil mewah inilah Zevanya berada sekarang, dalam keadaan perutnya yang kosong dan mulai berdemo minta diisi makanan.
"Tuan Reynard menunggu kita di mana?" tanya Zevanya pada sang supir.
"Di golf club R, Nona," jawab supir itu.
"Astaga, jauh sekali! Apa Bapak yakin?"
Zevanya harus menahan lapar sekitar dua jam lagi. Ia sungguh menyesal tidak menyentuh makan malamnya, hanya karena tubuhnya terlalu lelah untuk terjaga beberapa menit lagi saja.
"Pak Marco memang meminta saya mengantar anda ke sana, Nona. Saya hanya menjalankan perintah saja."
Pasrah, hanya itu yang bisa Zevanya lakukan sekarang. Meski perutnya yang kosong terasa mual, dan dinginnya pendingin udara di mobil itu menusuk hingga ke tulang.
Entah karena masih kelelahan atau karena perutnya yang kosong, Zevanya tidur di sepanjang perjalanan. Ia baru bangun ketika sang supir membangunkannya,
"Kita sudah sampai, Nona. Anda bisa turun di sini, nanti sebut saja nama Tuan Reynard, mereka akan mengarahkan anda ke Tuan."
Masih dengan matanya yang terasa berat, Zevanya keluar dari mobil. Ia pernah mendatangi club golf itu dulu sekali, sebelum sebuah kecelakaan membuat papanya terbaring koma di rumah sakit. Setelah itu, hidup Zevanya tidak pernah sama lagi.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu karyawannya.
"Tuan Reynard meminta saya datang ke sini," jawab Zevanya.
"Bisa saya melihat tanda pengenal anda?"
Zevanya mengeluarkan tanda pengenal dari dompetnya lalu menyerahkannya pada karyawan wanita itu.
"Baiklah Nona Zevanya, saya akan mengantar anda menemui Tuan Reynard."
Zevanya mengekor di belakang karyawan itu, sampai akhirnya berhenti di salah satu ruang VVIP yang golf club itu miliki. Marco sudah menunggu Zevanya di depan pintunya,
"Masuk!" perintah Marco dan Zevanya pun melangkah masuk. Ruangan itu dulu pernah dipakai keluarga Zevanya saat akan bermain golf di sana, setiap sudutnya mengingatkan Zevanya pada kenangan tak terlupakan itu.
Dengan cepat Zevanya menggelengkan kepalanya untuk mengusir kenangan itu. Ia harus fokus pada pekerjaannya, dan memastikan tidak akan membuat kesalahan lagi.
"Apa kau merasa tidak asing dengan ruangan ini?" tanya Reynard yang terlihat luar biasa gagah dan jauh lebih muda dengan pakaian golfnya.
Alih-alih menjawab, Zevanya malah balik bertanya, " Kenapa anda meminta saya datang ke sini. Tuan Reynard?"
Mana ada cleaning service yang ikut bossnya main golf?
"Apa tugas utamamu?"
"Melayani anda, Tuan."
"Dan kau masih bertanya kenapa saya memintamu datang ke sini?"
"Untuk menemani anda bermain golf?"
"Menemani saya? Yang benar saja! Keberadaan kau di sini hanya untuk mengumpulkan bola golf yang sudah saya pukul jauh!" ralat Reynard.
Astaga! Mengumpulkan bola golf yang entah terbang berapa puluh meter jauhnya dari titik Reynard memukulnya di tengah cuaca panas? Itu sama saja membunuh Zevanya pelan-pelan. Pria itu tidak sedang mengujinya kan?
Kenapa Reynard selalu meminta yang aneh-aneh darinya?
"Kamu keberatan?"
"Keberatan?" ulang Zevanya.
Mungkin saat ini Zevanya sedang kebingungan dengan tugas baru yang Reynard serahkan padanya. Menurut info yang Reynard dapatkan, Zevanya sering mendatangi club golf ini bersama dengan papanya. Sedikit banyaknya wanita itu pasti tahu kalau bola yang sudah terpukul jauh, tidak harus diambil lagi.
Semakin Zevanya bingung dan tersiksa, semakin puas Reynard melihatnya.
"Ya keberatan dengan tugas yang saya berikan padamu itu!" jawab Reynard dengan ketus.
"Apa tidak akan terlihat aneh, Tuan?"
Reynard mengangkat bahunya dengan acuh, "Sama sekali tidak. Justru baru terlihat aneh kalau saya sendiri yang mengambilnya."
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah. "Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men