Barbel yang tengah diangkat Rey terhempas ke lantai, hingga berbunyi nyaring, lalu beranjak menuju loker.
Rey berpikir, pikirannya yang ruwet bisa kembali fresh dengan nge-gym. Namun, wajahnya yang masam, juga gerak-geriknya yang tidak seperti biasa hari itu justru membuat orang-orang yang berada di gym itu tidak ada yang berani menegurnya.
Kecuali....
“Rey…!”
Rey hentikan minum air mineralnya, dia menoleh ke samping dan geram di hatinya langsung terbangkit, saat menatap seraut wajah jelita berbalut baju ketat olahraganya gym-nya.
Rey berdiri dan mencueki kehadiran Reni, berbeda dengan beberapa penghuni gym pria yang justru menatap penuh minat pada tubuh sintal itu.
“Rey aku ingin bicara!” Reni langsung menjejeri langkah Rey yang menuju ke ruangan ganti pakaian di gym ini.
“Mau bicara apa lagi Reni, apakah kamu belum puas menjualku pada wanita gila itu?” sahut Rey, sengaja pelankan suaranya agar tak jadi pusat perhatian orang-orang di gym ini.
Rey ambil handuknya dan mengelap wajah tubuh kokohnya yang bikin Reni menelan ludah. Bekas lebam yang membiru masih terlihat jkontras di tubuh putih pemuda tampan ini.
Rey yang mengambil duduk pun diikuti oleh Reni tak lama kemudian. “Suerr Rey, aku tak menyangka Tante Neci sampai tega berbuat jahat begitu padamu!” Reni tumpahkan rasa sesalnya.
“Tidak ada yang bisa kupercaya sekarang." Suara Rey terdengar ketus. "Chikita dulu juga bilang begitu, lalu kamu. Kurasa kalian sengaja berkomplot, bukan?"
Setelahnya, Rey dengan cuek menyulut api untuk rokoknya.
“Oke… aku akui, aku salah, tapi sumpah mati aku tak menyangka Tante Neci memiliki orientasi menyimpang yang mengerikan begitu, sampai kamu... babak belur seperti ini, Rey.”
“Sudahlah…semua sudah terjadi, aku tak butuh rasa kasian dari kamu,” sahut Rey lagi, sambil mengembuskan kepulan asap rokok.
“Rey….datanglah malam ini ke apartemenku, aku ada hadiah buatmu, anggap ini sebagai penebus rasa bersalahku padamu." Reni mengedip-kedipkan matanya dengan cepat, berharap Rey luluh. "Kamu tau kan alamatnya?”
Tanpa menunggu jawaban Rey, Reni pergi dari hadapan pemuda ini.
“Hadiah apalagi, dasar wanita!” sungut Rey dan kini buru-buru berpakaian.
Di kost-nya, Rey kembali termenung usai mendapat pesan dari ibunya di Bandung. . Dia baru saja mengirim uang hasil 'jual dirinya' kemarin, tapi kini ibunya meminta dengan nominal yang tidak kalah besar. 75 juta rupiah.
"Uang sebanyak itu untuk apa, Bu?" desah Rey, sedikit frustrasi.
“Ibu bayar hutang ke rentenir Rey, Ibu rasa kamu pasti punya simpanan uang kan, Rey? Bantulah ibumu. Kali ini saja. Apa kamu tega melihat ibumu kena teror anak buah si rentenir? Mana ibu lagi sakit-sakitan…!!?”
Karena kasihan, akhirnya mau tak mau Rey memberikan uang 75 juta pada ibunya. Hingga sekarang, uang simpanannya sangat terkuras drastis.
Saat itulah, dia terpikirkan pada Reni dan undangan wanita itu tadi.
“Hadiah apa yang mau Reni berikan padaku?”
Dan lagi-lagi godaan ‘hadiah’ membuat Rey melupakan kemarahannya pada Reni. Dia pun datang ke alamat Reni yang sudah dia tahu.
“Ahhhh….honey, akhirnya kamu datang juga!” Reni menyambut semringah saat melihat Rey benar-benar datang sesuai undangannya.
Pria itu, meski tanpa effort berlebih, tetap terlihat menggoda dengan tubuh kekarnya. Reni memeluk, dan bahkan mengecup bibir Rey mesra, sebelum mengajak Rey masuk ke unit apartemen mewahnya.
Saat berada di dalam, Rey mendorong perlahan tubuh harum Reni. “Hadiah apa yang ingin kamu berikan padaku?” cetus Rey tanpa basa-basi.
Rey kemudian duduk di sofa empuk.
Dengan langkah gemulai dan gaya memikat, Reni berjalan menuju ke sebuah meja. Wanita yang saat ini memakai gaun tidur tipis itu mengambil sebuah kunci mobil dan kembali ke hadapan Rey.
Dengan jari lentiknya, dia memutar-mutar kunci tersebut, dengan niatan memikat pria perkasanya.
"Apa itu?” tanya Rey, dengan kerung di dahi.
“Kunci mobil, Honey, masa aku pegang cambuk sih!” goda Reni yang membuat Rey langsung mendengus, mengingat pengalaman buruknya dengan Tante Neci.
“Iya, aku tahu itu kunci mobil, tapi buat apa?” sahut Rey, kembali agak ketus dan Reni makin tertawa melihat gaya pemuda dingin ini.
“Kata Chikita, kamu suka sekali mobil jenis SUV, nah hari ini aku belikan khusus buat kamu honey. Ambilah…!”
Dengan nakal Reni memasukan kunci mobil ini ke belahan dadanya yang membusung. Rey sesaat kaget, tapi dia diam saja.
Reni tentu saja gemas bukan main, tanpa ragu dia duduki paha Rey, dengus nafasnya yang mulai bernafsu menerpa wajah Rey.
“Ambilah dengan bibir merah kamu honey, malam ini dua hadiah khusus buat kamu. Mobil dan tubuhku,” bisik Reni, lalu kembali melumat bibir Rey dengan nafas memburu....!
**
Perpaduan Langga dan Romi, di bantu Anca dan Toni, serta dua rekannnya yang lain bikin tim-tim dari sekolah lain bertekuk lutut.Tiga pertandingan di group penyisihan dengan mudah mereka menangkan, rata-rata dengan skor menyolok. Langga dan Romi jadi pendulang poin yang saling kejar-kejaran jadi yang terbanyak.Langga makin matang dan bagus mainnya, tak kalah dari Romi, pa Bandi sang pelatih sampai bergumam, kelak setelah Romi lulus, maka Langga-lah sang Kapten berikutnya.Kini SMUN 15 masuk 16 besar atau perdelapan final, kali ini sistem gugur, siapa yang kalah akan pulang.Kekompakan Langga dan Romi jadi momok di topang Toni dan Anca serta dua pemain lain, perdelapan final sukses mereka lewati dan masuk perempat final.Di sini juga sama, lagi-lagi Langga dan Romi tak terbendung dan sukses masuk semifinal.Dari babak gugur ke babak gugur berikutnya, hanya jeda satu hari saja.Perlawanan sangat sengit dan alot, saat mereka berhadapan dengan juara bertahan SMUN 2 Banjarmasin di babak s
Begitu mobil ini mengaum dan keluar dari pagar rumah mewah, Tante Melly langsung dekati anak gadisnya.“Gitu dong cari pacar, jangan kayak yang dulu, udah gayanya songong, sok kaya pula, biarpun ganteng, tapi attitudenya jelek. Yang ini menang segalanya, kamu itu cantik sayang, cari kekasih yang harus di atas kita…!” ceplos Tante Melly senyum sendiri, sekaligus singgung si Romi, eksnya Julia.“Langga Kasela…namanya kayak familiar?” gumam Bram Haruna tanpa nyadar.“Papanya mantan panglima militer pah, Jenderal Rey Sulaimin. Namanya sama dengan mendiang kakek buyutnya, Langga Kasela Sulaimin,” sahut Julia, sebutkan secara lengkap siapa Langga.“Whatsss…klan Sulaimin...hemm..pantas!” sahut Bram lalu sesaat wajahnya dikit berubah mendengar ucapan anaknya.“Apaa…keluarga Sulaimin?” wajah Tante Melly juga kontan berubah. Julia jadi terheran-heran, kenapa ayah dan ibunya kini kayak terkejut begitu?“Julia…sebaiknya, jangan terlalu dekat dengan si Langga itu deehh!” ceplos Tante Melly tiba-ti
“Pantessss…turunan klan Sulaimin ternyata!” batinnya lagi dan dia pun merasa minder jadinya, apalagi ingat mantannya si Romi, nggak ada seujung kuku-nya si Langga ini.“Langga…ooo ini tuh pacar kamu, cakep nih,” tiba-tiba nenek Qawiya muncul dan dia senyum senang menatap wajah cantik Julia.“B-bukan nek, ini Julia teman sekolahnya aku,” sahut Langga ralat, tak enak dengan Julia. Si cantik ini justru tertawa kecil saja, malah diam-diam senang si nenek menyukainya.“Eh ini neneknya Langga yaa, nenek juga masih cantik kok?” sahut Julia dan mencium tangan si nenek ini, yang makin lebar tawanya.“Aku nenek buyutnya cantik, kakek-nenek dan ortunya si Langga ada di Jakarta. Dia di sini menemani aku, soalnya sepupu-sepupu dan om-tantenya tak ada yang mau tinggal di sini. Makanya rumah dan semua isinya di wariskan kakek buyutnya pada si Langga ini, termasuk saham-saham perusahaan, jadi nenek kini numpang sama si Langga jadinya,” sahut nenek Qawiya lalu terkekeh, sekaligus buka siapa si cicit be
“Julia jangan heran ya, sepupu si Langga ini kaya raya pakai banget, malah si Langga pernah di pinjamin Lexu* lainnya, yang tak kalah mehongnya, rupanya sepupu si Langga penggemar mobil mehong itu,” sela Toni.Si cantik yang sepintas mirip artis Raisa ini malah penasaran.“Oh yaa…masa sih, ahh bohong paling, pasti ini milik kamu! Mana ada sepupu begitu baiknya pinjamin mobil se-mehong ini” sela Raisa eh Julia.Mang Ujang tiba-tiba terbatuk-batuk, hingga mata Langga langsung membulat dan Langga tak sadar Julia menatapnya lewat spion 3 dimensi di mobil ini dan senyum aneh merekah di bibirnya.“Tuan...eh Mas Langga kita antar siapa dulu?” Mang Ujang menatap Langga lewat spion.“Emm….si Toni dulu karena rumahnya paling dekat, baru Anca, eh rumah kamu di mana Julia?” tanya Langga.Julia lalu sebutkan alamatnya, ternyata rumahnya memang agak jauh dan dia bilang sopir ayahnya tak bisa jemput dia, karena sedang ke Bandara jemput ortunya tersebut.“Aku belum 17 tahun, masih 16 tahun 11 bulan, j
Bandi sang pelatih kini sudah bisa menentukan 6 pemain inti. Langga, Romi, Anca dan Toni jadi andalan, di tambah dua pemain lainnya, sisanya pemain lapis ke 2.Ke empat pemain ini kalau sudah kerjasama sangat hebat permainannya, di tambah dua orang lainnya.“Ini dia The Dream Team-nya SMUN 15 ini,” batin Bandi sumringah.Tapi, bila Romi bertingkah dan egonya keluar, permainan tim ini akan kacau balau dan sulit cetak angka.Seorang Langga pun tak akan sanggup banyak cetak angka, kalau Romi sudah begitu. Langga harus akui, Romi yang masuk tim PON Kalimantan Selatan dan di incar beberapa klub Liga Basket Indonesia dan juga bakalan masuk seleksi Timnas ini menang pengalaman dan juga ahli atur permainan.Dan...stok pemain seperti Romi di SMU 15 ini sampai saat ini belum ada!Kejuaraan Basket antar SMU se Kalsel tinggal satu minggu lagi, latihan pun makin di genjot pa Bandi, para pemain terpaksa pulang jelang senja saban hari, karena sepulang sekolah wajib latihan. Sepert hari ini...Usai
Tiba-tiba Julia, Sekretaris OSIS datang mendatangi ke empatnya di kantin ini.“Langga, Toni, dan Anca, kalian ikut tes untuk jadi pemain basket sekolah kita yaa. Nanti setelah pulang sekolah yaa. Soalnya 3 bulan lagi ada kejuaraan basket antar sekolah se Kalimantan Selatan, kita masih kurang 3 pemain yang tingginya di atas 170 centimeteran, soalnya pemain lama pada lulus!” SMUN 15 ini lolos bersama 32 SMU se Kalsel, karena jadi runner up di kejuaraan Basket se Kota Banjarmasin 4,5 bulan lalu.Diam-diam Julia ternyata sudah dapat info, kalau personel 4 Sekawan ini jago basket di SMP masing-masing.“Siap Julia, eyke jamin mereka bertiga lulus dan bakalan jadi andalan sekolah kita,” sahut Susi Ngondek yang dulu satu kelas dengan Julia di kelas 10, dia justru ingin lanjut jadi chearleaders-nya."Oke...di tunggu yaa, jangan lupa, kita kumpul di lapangan basket ini nanti," sahut Julia lagi.“Beres Julia,” sahut Toni sambil kedipkan mata ke Julia, gadis cantik ini geleng-geleng kepala sambi