Share

Bab 2 Makan Malam

Tak banyak restoran mewah yang kami temui di kota ini. Tante El menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah makan. Aku melihat melalui kaca jendela mobil, rumah makan itu terlihat begitu ramai.

Tante El keluar dari mobilnya, aku mengekor. Kami duduk di kursi yang terletak paling sudut yang belum di tempati sehingga dari situ aku bisa dengan jelas melihat orang-orang yang begitu ramai. Kami pun memesan ayam bakar dan minuman hangat.

"Tempat ini pasti terkenal, ramai sekali," ucap Tante El sambil menyantap ayam bakar yang baru saja disajikan.

Aku melihat di meja seberang, anak-anak seusiaku terlihat begitu ramai. Aku berpikir, apakah mereka adalah anak-anak yang juga murid di sekolah baruku. Mereka terlihat begitu riang sambil sesekali tergelak ketika salah satu di antara mereka mengatakan hal-hal yang lucu, seolah tak memiliki beban sama sekali dalam hidup mereka.

Aku terus memperhatikan mereka hingga tanpa sadar salah satu dari mereka merasa jika aku memperhatikannya. Cowok itu mengalihkan pandangannya ke arahku, lalu ia tersenyum malu ketika kedua mata kami saling beradu. Aku sontak mengalihkan pandanganku, kurasakan pipiku memanas.

"Rame banget. Padahal, ini cuma kota kecil," tukasku.

"Ya, biarpun kecil tapi nyaman. Setidaknya, di sini kita bisa merasa jauh lebih baik dengan adanya hal-hal yang baru." 

"Hmm." Aku menghela napas. "Jadi, besok lusa hari Senin aku mulai sekolah ya, Tan?"

"Iya. Besok kan hari Minggu, kamu mau beli seragam baru atau buku-buku baru gitu? Atau mau beli baju baru?" tanya Tante El menggodaku.

"Ah, gak usah lah, Tan. Seragam aku masih bagus kok. Kapan-kapan aja beli yang baru," ucapku tak ingin merepotkan Tante El.

"Hmm, oke," ucap Tante El terlihat sedikit kecewa.

"Mending kita beli barang-barang yang lebih bermanfaat buat di rumah," usulku. Tante El mendongak.

"Wah, iya bener banget. Kita bisa beli gorden baru buat ruang tamu dan jendela kamar, seprai baru juga biar semuanya kelihatan lebih fresh," ucap Tante El dengan mata berbinar, setuju dengan usulanku.

"Kedengarannya bagus!" seruku.

Setelah kami selesai menyantap ayam bakar, kami memutuskan untuk segera pulang karena hari sudah larut malam.

Ketika aku melangkah melewati meja di depan, tanpa sengaja mataku kembali bersitatap dengan mata cowok yang tadi kulihat. Cowok itu kembali tersenyum, membuatku sontak mempercepat langkah tak ingin berlama-lama di tempat itu.

"Tan, tunggu!" ucapku sambil bergegas menyusulnya yang sudah terlebih dahulu berjalan.

"Kamu kenapa?" tanya Tante El.

Aku menggelengkan sambil merasakan pipiku memanas. Untung saja sudah gelap, jadi Tante El tak akan melihat pipiku yang memerah karena malu.

Setelah beberapa puluh menit mengendarai mobil, akhirnya kami sampai juga di rumah.

Aku sedikit bergidik ngeri saat melihat sekeliling rumah yang tampak gelap, karena memang tak ada rumah lain di sekitarnya. Rumah inilah satu-satunya yang ada di jalan Widuri ini.

Aku mengekor Tante El masuk. Aku melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Mataku sudah mulai terasa berat.

"Huh, capek banget! Tante mau tidur dulu, udah malem. Kamu juga ya."

Aku mengangguk. "Iya, Tan."

Tante El tersenyum padaku lalu melangkah masuk ke salah satu kamar. Aku pun bergegas ke kamarku dan segera membanting tubuhnya di atas kasur.

Aku membalikkan tubuhku dan mencoba untuk memejamkan mata, namun aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Aku merasa seolah-olah ada seseorang yang sedang memperhatikanku, padahal tidak ada siapa-siapa.

Tiba-tiba, aku merasakan ada lonjakan pelan di ujung kasurku, seolah ada seseorang yang duduk di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status