Share

Pria Tak Kasat Mata
Pria Tak Kasat Mata
Penulis: Moyna Pakhi

Bab 1 Pindah Rumah

Mungkin segalanya akan menjadi lebih baik dengan memulai hidup dengan suasana yang baru, sehingga aku bisa melupakan semua kejadian yang hampir membuatku jadi gila.

Tante Eliza mengajakku pindah ke rumah baru yang ia beli di Selumba, sebuah kota kecil. Aku mengikut saja, meskipun sebenarnya sangat berat bagiku untuk meninggalkan rumah tempat aku dibesarkan dari lahir hingga sekarang. Namun, semakin lama aku berdiam di sana, semakin aku tak bisa melupakan semua kenangan itu.

Mobil kami menyusuri pejalanan yang cukup panjang, dari satu kota ke kota lain. Kami sudah berada di mobil selama berjam-jam untuk sampai di rumah baru itu. Aku pun mulai merasa bosan. Aku menoleh pada Tante El yang masih fokus menyetir, wajahnya terlihat lelah.

"Capek ya?" Seolah tahu aku sedang memperhatikannya, Tante El menoleh lalu tersenyum padaku.

"Iya Tan, udah gak sabar pengen liat rumah baru," ucapku seraya membalas senyuman Tante El.

"Pasti kamu suka. Rumahnya luas dan banyak kamar di dalamnya, kamu bisa pilih mau tidur di mana aja."

Aku tersenyum tipis. Aku berharap, dengan ini aku bisa melupakan kejadian itu yang merenggut nyawa kedua orang tuaku.

"Tante rasa, ini akan jadi awalan yang baik buat kita berdua untuk memulai semuanya dari awal. Dan tante dengar sekolah kamu yang baru itu terkenal banget, sampek kerja sama sama sekolah-sekolah luar negeri," ucap Tante El berusaha membuatku merasa lebih baik.

"Wah, keren dong," ucapku meskipun aku sama sekali tidak tertarik.

"Tante tahu, pasti ini semua sulit buat kamu, terlalu banyak perubahan."

"Hhh, nggak kok Tan. Aku udah biasa." Aku menghela napas sambil tersenyum tipis melihat Tante El. Dialah satu-satunya yang kupunya saat ini.

"Di sekolah yang baru, kamu bisa dapat temen-temen yang baru. Tante tahu, kamu pasti ngerasa kesepian, apalagi kalo Tante kerja sampek larut malem. Kamu pasti butuh temen buat ngobrol."

"Nggak kok, Tan. Aku kan kalo ada apa-apa, ceritanya ke Tante. Itu udah cukup buat aku."

"Tapi kan, pasti nggak semua hal mau kamu ceritain ke Tante, kamu juga butuh temen seusiamu buat cerita-cerita."

"Tante kan gak terlalu tua juga buat cerita-cerita masalah remaja."

"Heheh, makasih," Tante El tergelak.

Aku senang melihat Tante El tertawa. Setelah aku kehilangan kedua orangtuaku yang selalu mendukungku, Tante El lah yang mengambil alih tugas mereka untuk memenuhi semua kebutuhanku.

Aku perlahan memejamkan mata ketika mobil kami berjalan menyusuri jalanan yang cukup sepi. Dengan pohon-pohon rindang di sekitarnya, dan cahaya matahari yang mulai terbenam menerobosnya melalui celah-celahnya. Terlihat indah.

Setelah satu jam akhirnya kami berhenti di suatu jalan.

"Akhirnya sampai juga kita. Lihat di sebelah kanan."

"Di sana." Tante El menunjuk sebuah rumah yang tampak besar, namun sedikit kusam. Mungkin karena sudah lama tak ditempati, pikirku. Entah kenapa, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh.

"Bagus, ya?" Tante El tersenyum padaku.

"Iya," ucapku sembari melangkahkan kakiku keluar dari mobil mengikutinya.

Padanganku mengedar melihat sekeliling. Awalnya, semuanya terlihat normal, seperti rumah-rumah pada umumnya. Aku kembali memperhatikan setiap detil bagian rumah yang terlihat cukup kuno itu, hingga tanpa sengaja mataku menangkap sesuatu yang terlihat samar-samar di balik tirai kaca jendela. Dadaku berdegup kencang ketika melihat ada bayangan seseorang di sana.

"Yuk, masuk," ucap Tante El. Aku sontak menoleh dan melihat Tante El masih dengan senyum manisnya, seolah tanpa lelah.

Aku tergelagap sesaat, lalu kembali melirik ke arah jendela itu, namun tak ada siapa-siapa lagi di sana.

"Ayuk," ucapku membalas senyuman Tante El. Aku menghela napas dalam, mungkin aku hanya lelah dan butuh istirahat, pikirku.

Perlahan aku melangkahkan kakiku memasuki rumah itu, mengekor di belakang Tante El yang sudah lebih dulu masuk. 

Padanganku mengedar ke setiap sudut ruangan. Rumah ini sepertinya sudah begitu lama tak ditempati, dinding, dan lantainya begitu berdebu ditambah jaring laba-laba menempel di sudut-sudut atapnya. Pandanganku menelisik ke kamar dengan seprai putih dan beberapa perabot yang entah mengapa terlihat sedikit menyeramkan.

Aku menaiki tangga berderit yang mengarah ke lorong panjang yang memiliki banyak pintu. Aku mengulurkan tangan dan perlahan memutar kenop pintu.

"Kamu di situ?" ucap Tanteku seketika membuatku terlonjak.

"Maaf, Tante nggak bermaksud ngagetin kamu."

"Nggak kok, Tan," ucapku sambil tersenyum tipis. "Kamarku yang mana?"

"Kamu boleh pilih kamar yang mana aja. Tapi, Tante rasa kamu pasti suka kamar yang itu." Tante El berjalan menuju kamar yang terletak paling ujung. Persis dekat dengan ruang tamu.

Perlahan ia membuka kamar itu, kamar itu terlihat lebih luas dari kamar lainnya, meskipun tetap sama dengan debu dan jaring laba-laba bertebaran di mana-mana. Tapi, ada kursi dekat jendela yang mengarah ke luar. Kelihatannya bagus, aku bisa duduk di kursi sambil melihat pemandangan ke luar dari jendela.

"Iya, aku suka yang ini, Tan," ucapku.

"Tante seneng kalo kamu suka." Tante El tersenyum, aku balas tersenyum. Tante El memang selalu tersenyum dan melihat segala sesuatu dari sisi baiknya, aku suka itu.

"Kapan barang-barang kita sampai ke sini?" tanyaku tak sabar menunggu jasa angkutan barang itu.

"Mungkin sebentar lagi mereka sampai," jawab Tante El.

"Hmm. Kalo gitu aku mau beres-beres dulu."

"Ya udah, Tante juga mau beres-beres. Nanti setelah barang-barang kita sampai, kita cari makan di luar," ucap Tante El. 

"Ok, Tante El," Aku mengangguk dengan semangat mendengar kata 'makan'.

Tante El beranjak pergi, ia membersihkan ruangan demi ruangan di rumah ini. Aku pun mengambil sapu yang kulihat ada di dapur dan mulai membersihkan kamarku. Setelah hampir satu jam aku membersihkan dan merapikan semuanya, aku tersenyum melihat hasilnya, akhirnya kamarku bisa terlihat rapi.

Aku mendengar pintu kamarku terbuka, dan Tante El masuk. "Wah, rapi banget," pujinya.

Aku tersenyum.

"Barang-barang kita udah sampai. Ayo kita cari makan dulu di luar, biar mereka yang menyusun semuanya," ucap Tante El.

"Oke."

Kami pun beranjak ke luar, di halaman sudah ada truk angkutan umum yang membawa barang-barang kami dan segala perabotannya. Mereka menurunkan barang-barang itu satu per satu.

"Eh, bentar ya dompet Tante ketinggalan," ucap Tante El sembari kembali bergegas masuk.

Aku melihat orang-orang yang tadi sibuk menurunkan barang-barang. Mereka menatap aneh pada rumah yang kini aku tempati.

"Kenapa Pak? Ada yang salah?" tanyaku.

"Eh, nggak, nggak. Cuma.. kalian orang pertama yang menempati rumah ini semenjak .." tiba-tiba ucapannya terhenti. Pria tua itu terlihat gugup, seolah tak ingin melanjutkan perkataannya.

"Semenjak apa?" tanyaku penasaran.

Pria itu menatapku seolah tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Ketika ia baru saja ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba Tante El datang.

"Udah siap?" tanyanya padaku.

"Udah."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status