Aku sudah begitu lama tinggal di tempat ini, dan mungkin aku akan menghabiskan seluruh waktuku di rumah ini. Arwahku sudah terperangkap dan tak akan pernah bisa pergi dari sini.
Bahkan, sekedar untuk keluar dari rumah ini pun aku tak akan bisa, dan tak akan pernah ada yang melihatku kesepian sepanjang waktu di tempat ini.
Namun, sesuatu yang berbeda hari ini terjadi. Sebuah mobil sederhana berwarna silver tiba-tiba berhenti di jalan dan masuk ke pekarangan rumah ini.
Tidak aneh memang, kalau terkadang ada orang yang penasaran dengan rumah ini setelah mereka mendengar cerita-cerita tentang pembunuhan, yang sebenarnya sama sekali tidak benar. Mereka memasuki rumah ini hanya karena penasaran, sayangnya mereka sama sekali tak bisa melihatku, entah kenapa tak ada yang sanggup melihatku. Entah karena mereka yang tak memiliki kemampuan untuk melihatku, atau aku yang tak memiliki kemampuan untuk menunjukkan diriku.
Sementara itu, kebanyakan orang lainnya sangat takut dengan rumah ini. Bahkan untuk sekedar melintas di jalan depan rumah ini pun mereka tak punya nyali, mereka memilih melewati jalan lain. Padahal, aku sama sekali tak akan menyakiti mereka, aku bahkan senang jika aku bisa berinteraksi dengan mereka.
Aku berdiri di balik jendela sambil terus memperhatikan mobil yang kini terparkir di halaman rumah ini. Tak lama kemudian, aku melihat seorang wanita perlahan keluar dari mobil itu. Ia terlihat dewasa, mungkin usianya dua puluhan atau sudah menginjak tiga puluhan. Ah, aku tak pandai menebak usia.
Setelah itu, seorang perempuan lainnya terlihat keluar dari mobil. Ia terlihat muda, mungkin seusia denganku semasa aku terakhir kali masih hidup, tujuh belas tahun.
Pandangan mataku tak lepas dari gadis itu. Aku memperhatikannya ketika ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling hingga tiba-tiba matanya menatap lurus ke arah jendela di mana aku berdiri di baliknya. Gadis itu terlihat terkejut, ia terbelalak sesaat, seolah bisa melihat keberadaanku. Ketika gadis itu menoleh ke arah wanita di sebelahnya, aku segera menjauh dari jendela itu agar ia tak melihatku lagi.
Aku senang memperhatikan mereka dari jauh. Selama ini aku lebih banyak menghabiskan waktuku di basmen, tapi kali ini aku diam-diam pergi ke ruangan lainnya untuk melihat mereka.
Ternyata, wanita yang terlihat lebih dewasa itu bernama Tante El, begitulah gadis itu memanggilnya, ia tante dari gadis itu. Wanita itu terlihat baik, ia selalu tersenyum ketika bicara dengan gadis itu.
Gadis itu juga terkadang tersenyum, tapi aku bisa melihat ada kesedihan yang tersembunyi di balik senyuman itu.
Setelah malam tiba, aku melihat mobil lainnya berhenti di halaman rumah ini. Mereka tampak menurunkan barang-barang dan perabotan yang sepertinya milik gadis itu dan Tantenya.
Orang-orang itu menyusun barang-barang dan perabotan itu di rumah ini. Sementara, gadis itu dan tantenya pergi untuk mencari makan di luar.
Setelah melihat mereka dan orang-orang pengangkut barang-barang itu pergi, entah kenapa aku kembali merasa kesepian. Aku duduk di basmen sambil sesekali melihat ke luar, menunggu kepulangan kedua perempuan itu.
Tak lama kemudian, mereka kembali setelah makan malam. Mereka langsung bergegas ke tempat tidur masing-masing.
Entah kenapa, aku tergerak untuk melangkahkan kakiku ke kamar gadis itu untuk melihatnya. Ia sedang berbaring sambil memejamkan matanya.
Perlahan aku beranjak mendekatinya dan duduk di ujung tempat tidurnya. Aku memperhatikan wajah gadis itu sesaat, ia tampak lelah.
Aku bahagia, karena aku tak lagi sendirian di rumah ini.
***
"Sella, bangun! Udah siang." Aku terjingkat mendengar Tante El berteriak."Hmm, iya iya Tante bawel," ucapku yang masih setengah sadar.Dengan malas, aku menyibakkan selimut yang dengan hangatnya menutup tubuhku. Aku bangkit dari tidurku, sesaat terdiam duduk di sisi ranjang, kejadian tadi malam kembali teringat.Ada seseorang yang memperhatikanku dan duduk di ujung ranjangku. Ah tidak, mungkin semalam aku hanya bermimpi, atau berhalusinasi karena terlalu lelah.Aku perlahan bangkit dari dudukku dan bergegas keluar kamar. Aku berjalan menuruni anak tangga yang menuju ke dapur di bawah. Tante El sedang membuatkan sarapan."Pagi, Tan," ucapku sambil duduk di kursi meja makan."Pagi." Tante El menyodorkanku secangkir kopi."Gimana tidur kamu semalam, nyenyak?" tanya Tante El ketika aku sedang menyeruput kopi itu."Em nyenyak Tan. Cuma rasanya agak aneh aja, mungkin karena rumah baru jadi belum terbiasa," ujarku menutup
Pagi tiba lebih cepat daripada yang kuharapkan. Entah kenapa, aku merasa tak ingin sekolah. Aku merasa gugup jika bertemu dengan orang baru. Aku benci ketika murid-murid nanti akan menatapku ketika aku masuk kelas.Setelah selesai memakai seragam, aku turun ke dapur untuk menemui Tante El. Tante El sedang duduk sambil minum kopi."Pagi, keponakan tante yang paling cantik!" ucapnya ketika melihatku berjalan mendekatinya. Aku membalasnya dengan senyum tipis sambil menuangkan secangkir kopi untuk diriku sendiri."Udah siap nih mau masuk sekolah baru?"Aku menghela napas sambil mengangkat bahuku. Seharusnya Tante El tahu apa yang kurasakan, aku tidak siap."Nggak apa-apa. Mulai sekarang, kamu harus mulai percaya diri. Cobalah berbicara dengan teman baru, seenggaknya satu orang aja untuk hari ini. Kamu pasti bisa!" Tante El tersenyum sembari mengusap kedua bahuku memberiku semangat.Aku menunduk lalu mengangguk pelan. "Iya, Tan.""Ngomong-
Jam pelajaran terakhir akhirnya selesai juga. Semua siswa mulai berkemas-kemas dan bersiap untuk pulang. Aku mencari Daniel dan teman-temannya yang lain, tapi aku tidak berhasil menemukannya. Aku mengerucutkan bibirku kesal, mungkin mereka sudah pulang duluan.Aku melangkahkan kakiku di jalan raya, berjalan menuju rumah baru itu. Jalanan ini dipenuhi pepohonan rindang di kedua sisinya sehingga udaranya tidak terasa panas meskipun matahari sedang terik. Dari kejauhan aku melihat rumah yang sudah beberapa hari kami tinggali. Apakah hanya aku yang merasa rumah itu terlihat seram? Sedangkan, Tante El merasa nyaman-nyaman saja tinggal di rumah itu.Rasanya aku tak ingin memasuki rumah itu sendirian. Tapi, Tante El sedang bekerja, hari ini hari pertamanya bekerja. Tak ada pilihan lain, mau tak mau aku sendirian di rumah menyeramkan itu hari ini.Perlahan aku melangkahkan kakiku menaiki tangga depan dan membuka kunci pintu. Aku bergegas ganti baju lalu kembali ke ruang
Siang itu, gadis yang telah kuketahui bernama Sella sedang duduk di menonton televisi dengan tantenya, mereka menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Dulu, aku juga suka menonton kartun seperti itu di TV.Aku memutuskan untuk kembali ke basmen. Aku tak ingin berada dalam satu ruangan dengan mereka karena sepertinya gadis itu bisa merasakan keberadaanku. Namun terkadang aku suka memperhatikannya ketika ia sedang tidur.Aku duduk di sofa yang ada di basmen, namun aku merasa bosan sendirian sepanjang waktu di tempat seperti ini. Pikiranku kembali ingin melihat mereka yang sedang berada di lantai atas, entah kenapa aku ingin sekali bisa berbicara dengan mereka dan berteman dengan mereka. Mungkin, karena telah begitu lama sendirian, membuatku menginginkan seorang teman.Aku bangkit dari dudukku dan mulai berjalan ke sana ke mari di ruangan itu. Hingga tanpa sengaja aku menjatuhkan beberapa buku dari rak buku. Segera aku mengambilnya dan meletakkannya kembali
Setelah makan malam selesai, Aku dan Tante El menonton film di kamarnya. Baru setengah jam-an, Tante El sudah ketiduran. Aku pun mulai mengantuk, aku ingin kembali ke kamar namun segera kuurungkan niatku karena aku teringat ada sosok aneh di rumah ini. Aku selalu mendengar suara-suara aneh itu. Rasanya, aku tak ingin sendirian lagi di rumah ini.Aku memutuskan untuk tidur bersama Tante El. Aku akan berpura-pura ketiduran saat menonton.***"Mau kubuatin kopi, Tan?" tanyaku pada Tante El. Ia mengangguk.Kami minum kopi kami dalam keheningan yang nyaman. Aku suka seperti ini, ketika tidak ada yang perlu bicara dan tidak akan canggung."Udah siang. Kita lebih baik berangkat sekarang daripada nanti terlambat," ucap Tante El."Oke," Aku menghela nafas, rasanya tidak ingin pergi ke sekolah."Kamu mau tante anterin?""Nggak kok, Tan. Aku lebih suka jalan kaki, lebih sehat." Aku memberinya senyum kecil sembari mengambil barang-ba
Aku melangkah gontai menuju rumah. Percakapan siang tadi dengan teman-temanku masih terngiang-ngiang di kepalaku. Benarkah, ada hantu di rumahku?Semakin dipikirkan, semakin membuatku takut untuk kembali ke rumah. Namun tanpa sadar, aku sudah sampai di teras rumah. Aku membuka kunci pintu lalu masuk. Semuanya tampak normal. Aku merebahkan bokongku di sofa.Ting .. ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk tertera di layar. Dari Tante El. Hari ini ia akan pulang malam.Hebat! Kata-kata Icha benar-benar berhasil membuatku takut. Padahal, bisa saja dia hanya mengarang cerita itu untuk menakut-nakutiku. Mana ada anak yang tega membunuh ibu dan saudara perempuannya sendiri? Lalu membunuh dirinya sendiri? Itu aneh. Tidak masuk akal!Aku menggeleng. Aku meyakinkan diri, hantu itu tidak ada, tidak akan ada yang menyakitiku di sini. Aku menghidupkan televisi di ruang tengah dan menyalakan semua lampu di rumah.Samar-samar aku mendengar sesuatu dari ruang bawah
Aku mendengar sesuatu di belakangku dan aku merasakan seperti ada seseorang memperhatikanku. Aku berpikir mungkin hanya halusinasiku saja, sembari membalikkan tubuhku ke belakang. Betapa terkejutnya aku ketika melihat cowok tampan seusiaku menatapku. Beraninya dia masuk ke rumahku tanpa sepengetahuanku!Aku menatapnya dengan mulut menganga dan kedua mata terbelalak lebar seolah tak percaya dengan apa yang kulihat. Aku melemparkan garam yang sedari tadi kugenggam ke matanya."Aduh!" pekiknya sembari mengucek matanya.Dengan cepat, aku berlari menaiki tangga. Dia tidak mengejarku. Namun aku harus keluar dari sini, menjauh darinya. Atau kalau perlu aku harus menelepon polisi.Aku berlari keluar dari ruang bawah tanah dan berlari ke ruang tamu, tapi aku tersandung tali sepatuku dan jatuh membentur lantai dengan keras. Dan aku tak ingat apa-apa lagi.***"Sella.. kamu kenapa tidur di sini?" Aku mendengar suara seseorang berkata
Kami saling menatap kaget tapi entah kenapa dia ikut kaget, padahal dia ada di rumahku. Aku berteriak dan melemparkan botol minumkku ke kepalanya."Aduh" pekiknya. Aku mencoba berlari melewatinya tapi dia dengan sigap meraih lenganku."Tolong jangan sakiti aku," ucapku takut, berusaha untuk tidak menangis.Ia menatapku kemudian menatap lenganku dengan tatapan terheran-heran. Ia melepaskan cengkramannya di lenganku, membuatku mundur hingga menabrak tembok."A-Apa yang kamu inginkan?" tanyaku tergagap."Ka-kmu bisa melihatku?" tanyanya seolah tidak percaya."Tentu saja aku bisa melihatmu!" Aku memutar bola mataku."Bagaimana bisa?""Karena aku tidak buta!" Aku menatapnya bingung."Apa yang kamu lakukan di rumahku?" Aku mulai marah."Rumahmu?" dia terkekeh."Ya, ini rumahku sekarang! Aku minta kamu pergi sekarang juga sebelum aku menelepon polisi!""Mereka tidak dapat membantu," ucapnya. Aku