Share

Menyusul Sang Kekasih

Perempuan berambut blonde itu membuka pesan dari pihak rumah sakit. Pesan itu adalah pemberitahuan yang bersifat umum dan siapa pun bisa melihatnya, termasuk para pengunjung rumah sakit karena pengumuman tersebut pasti muncul di papan buletin di lobi.

“Sanatorium bakal diresmikan bulan depan,” ujar Margareth sambil membaca pengumuman yang baru saja masuk. Ibu jarinya menggeser layar ke atas untuk mengetahui informasi lebih lanjut dan begitu matanya melihat direktur utama yang menangani rumah penyembuhan di Indonesia, mereka terbelalak lebar.

“Gila. Direkturnya masih sangat muda dan berkharisma,” lanjutnya. Dia kemudian menunjukkan foto pria berusia pertengahan tiga puluh itu kepada Risa. “Lihat. Direkturnya seganteng ini, aku pun rela kalau dimutasi ke cabang Indonesia!”

Risa yang semula memandang ke arah lain kini beralih menatap layar ponsel Margareth. Namun, detik itu juga kedua matanya melotot lebar dan merebut ponsel tersebut dari genggaman sang sahabat. “Pria ini! Dia ayah dari bayi yang aku kandung!”

“Jangan ngawur!” Margareth merebut paksa ponselnya, kemudian memperbesar nama si pria yang tertera di bawah foto. “Danu Atmawijaya. Bukan Jaya. Kau ini buta atau bagaimana?”

Dengan tatapannya yang serius, Risa menggeleng tanpa melepas pandangan dari nama tersebut. “Aku yakin sekali dia Jaya!”

Margareth menghela napas lelah, kemudian menyimpan ponselnya ke dalam tas. “Aku tahu betul kalau kau sedang putus asa, tapi jangan berbicara sembarangan seperti ini,” katanya dengan nada pelan, sementara Risa hanya menggeleng. “Kalaupun pria itu adalah ayah dari bayimu, berarti dia memang bukan pria baik-baik.”

Sekarang Risa beralih menatap Margareth, agak merasa tersinggung.

“Menurutmu kenapa dia mengaku bernama Jaya padahal aslinya Danu Atmawijaya?” Margareth mencoba menyadarkan sahabatnya, tetapi Risa justru tiba-tiba bersemangat.

“Dia tidak menipuku! Dia memang Jaya! Danu Atmawijaya!” Risa berseru keras dengan mata berbinar-binar. Setidaknya untuk sekarang ini pikirannya tetap waras, tidak ada yang namanya berprasangka buruk bahwa Jaya adalah penipu. “Aku bakal menemuinya di Indonesia!”

“Wah, aku tidak bisa berkata-kata. Sumpah!”

Hari demi hari berlalu, rumah sakit yang berpusat di Prancis akhirnya meresmikan pembukaan petirahan di Indonesia dengan sukses hari ini. Seperti rumah sakit pada umumnya, sanatorium itu akan digunakan untuk merawat pasien jangka panjang yang harus menjalani penyembuhan ketat.

Letaknya ada di Kota Bandar Lampung, dekat dengan perkebunan karet dan agak jauh dari perkotaan. Sesuai dengan kegunaannya, mereka membangun rumah sakit tersebut dekat dengan alam terbuka karena memilih lokasi paling sehat bagi para pasien.

Ada dua gedung yang dikelilingi pagar tembok setinggi perut orang dewasa yang disusul rangkaian besi di atasnya hingga satu meter. Satu bangunan besar di sebelah kanan yang dekat dengan tempat parkir adalah ruang rawat yang terdiri dari tiga lantai, sementara bangunan di sebelah kiri digunakan sebagai dapur dan ruang makan.

Pria bernama Danu Atmawijaya itu baru saja mengunjungi dapur, memeriksa apakah semuanya berjalan dengan baik. Rumah sakit ini harus memberikan yang terbaik kepada para pasien agar mendapat nilai yang baik juga.

Alih-alih hanya memberikan obat dan melakukan perawatan rutin, pria itu ingin memberi nilai positif, seperti memuaskan pasien-pasiennya  dengan pelayanan yang tidak main-main, apalagi jika orang itu dari kalangan atas. Sebab selain dokter, Danu juga seorang pebisnis yang bertekad menjadikan rumah sakit ini menjadi yang nomor satu.

Ketika pria itu sedang memeriksa beberapa dokumen tentang orang-orang yang telah didaftarkan sebagai penghuni kamar vip, sebuah ketukan pintu membuat Danu mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Seorang pria yang memakai setelan perawat masuk.

“Pak Armand Sanjaya dari Perusahaan Karet sudah datang bersama keluarganya, Pak,” kata Rendi, selaku kepala perawat di sanatorium tersebut. Dia mendapat posisi tersebut bukan hanya mempunyai orang dalam, tetapi juga karena layak menerimanya, padahal usianya baru dua puluh sembilan tahun.

Danu terlihat mengangguk dan merapikan dokumen-dokumen tadi sebelum beranjak, tetapi masih ada satu hal lagi yang harus Rendi sampaikan yang membuatnya mengernyitkan kening.

“Siapa?”

“Namanya Risa Ayudia. Dia bilang ada urusan mendesak dengan Anda. Wanita itu ada di depan.” Rendi melanjutkan bicaranya.

Danu hanya memalingkan wajah sambil menggosok dagu dan berpikir panjang. Dia kemudian menatap Rendi dan berkata, “Aku harus menemui Pak Armand terlebih dulu. Aku minta tolong padamu dan bawa wanita itu ke sini.”

“Baik, Pak.” Rendi lantas keluar dari ruangan itu, sementara Danu masih bergeming di tempatnya.

Hanya beberapa minggu berlalu, tetapi wanita itu benar-benar datang bahkan jika harus terbang dari Prancis ke Indonesia. Danu sudah menebak hal ini akan terjadi, tetapi dia pikir tidak akan secepat ini. Dia lantas pergi keluar untuk menemui pemilik perusahaan karet terbesar di Kota Bandar Lampung yang menderita penyakit paru-paru.

Selagi pria itu menemui Armand Sanjaya, Risa mengikuti langkah Rendi yang membawanya ke lantai empat, masuk ke dalam sebuah ruangan yang di dalamnya terlihat rapi dan terkesan kuat.

“Silakan duduk. Mungkin lima belas menit lagi Pak Danu akan kembali ke sini,” kata Rendi dengan sopan.

“Ya, terima kasih.” Risa mengangguk dan melihat kepergian Rendi dari ruangan itu. Dia kemudian duduk di sofa dan mengedarkan pandangan ke segala arah.

Rasanya agak berbeda jauh dengan kepribadian Jaya –pria yang ditemuinya di Kanada. Pria itu mempunyai sifat hangat dan lembut, tetapi ruangan itu terkesan dingin dan kuat. Tidak hanya itu, sebuah foto yang terpajang di dinding pun mempunyai aura yang cukup jauh perbedaannya.

Risa beranjak mendekati bingkai foto tersebut dan berdiri di depannya cukup lama. Dia bertanya-tanya, apakah kedatangannya kali ini tidak menimbulkan suatu masalah, atau apakah pria itu akan menerima dirinya bersama dengan janin yang ada di dalam perutnya.

“Apa karena pekerjaannya, jadi dia terlihat berbeda?” 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Panda Gabut
Baguslah kalau bapaknya direk rumah sakit, gak usah pusing mikirin biaya bersalin. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status