Selena yang tengah asyik mendorong Baby Lea, tidak menyadari paman Grove yang berjalan menghampirinya. Untungnya ketika paman Grove masuk ke dalam taman, Selena sudah keluar dari sana."Sial! Baru berkeliling taman sebentar sudah mules," keluh Selena meremas perutnya yang tiba-tiba terasa mules.Mempercepat jalannya segera tiba di kos. Tiba di kos langsung berlari menuju kamar mandi.Setelah perutnya terasa nyaman, Selena keluar kamar mandi setelah sekalian membersihkan diri.Karena masih sebentar saja tadi membawa Baby Lea jalan-jalan. Ia berniat ingin mengajak Baby Lea berkeliling halaman kos saja.Namun, dering ponsel yang terletak sembarang di atas ranjang, mengurungkan niatnya membuka pintu kamar. "Kak Hendra? gumamnya dengan dahi mengkerut bingung. Bukannya dia dalam penerbangan sekarang?"Halo, Kak---""Selena, kamu bisa membantuku mengambil berkas meeting tadi, tertinggal di meja meeting hall." Hendra memotong ucapan Selena."Bekas meeting? Sekarang, Kak?" tanyanya melirik
Sahutan dingin Aditya dari seberang mengagetkan Selena, sesaat hanya mematung.GLEKKSelena mencampakkan ponsel dari tangannya, matanya melotot tajam ke depan. Pikirannya kembali ke percakapan Aditya dengan paman Grove di ruang meeting tadi.'Jangan-jangan dia mengikuti ku sampai kemari!' batinnya. Dadanya turun naik membayangkan sekarang Aditya sudah berdiri di depan pagar kosnya sekarang.Seperti baru tersadar Selena cepat-cepat menyambar kembali ponselnya."M-maaf, s-saya tidak tahu kalau Anda yang menelepon," sahut Selena sangat gugup bercampur takut."Argh, alasan! Bersiap-siaplah, setengah jam lagi aku jemput ke kosmu.""Apa? Saya---"Tut tut. Aditya memutuskan sambungan telepon sepihak." Arghh, sialan." Selena melemparkan kembali ponselnya. "Tidak, kali ini aku tidak mau ikut dengannya. Aku tahu apa maksudnya bertemu!"Selena menggeram kesal.Tapi ... Siap tak siap, ia harus menghubungi Aditya untuk mencegahnya datang menjemput. Sialnya, ponsel Aditya tiba-tiba tidak akti
"Kenapa diam? Sadar sudah membuat kesalahan? Atau perlu diingatkan?" ejek Aditya dengan senyum smirk-nya. Selena yang tak berkutik cuma menggeleng lemah. Tapi, menurutnya pulang setengah jam lebih awal itu tidak termasuk kesalahan yang fatal. Karena ia juga sudah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya.Beberapa kali juga ia melihat ihat pegawai perusahaan melakukan hal yang sama, mereka tak pernah dihukum.Tapi membela diri sekarang juga tidak ada arti, Aditya selalu punya cara mencari-cari kesalahannya."Tapi, Pak. Saya---""Kenapa? Mau mengelak?"Sialan! Sudah kuduga bakal panjang masalahnya. Selena menghela napas panjang, kemudian cuma menggeleng. "Jadi, saya bisa masuk ke mobil sekarang, Pak?" tanya Selena tidak perlu menunggu jawaban Aditya, langsung saja masuk mobil.Melihat itu Aditya tersenyum simpul. Dia memang paling pintar mencari-cari kesalahan Selena. Selena cuma diam dan pasrah saja ke mana Aditya membawanya. Pun malas bicara, buka mulut pun saat menjawab pertanyaan Ad
Aditya tak menghiraukan mohon Selena, terus saja memeluknya erat. Sampai-sampai Selena kesulitan bernapas karena dadanya terhimpit di dada bidang Aditya."T-tolong, lepasin, s-saya kesulitan bernapas," ucap Selena terbata-bata karena harus mengatur napasnya yang tinggal satu-satu."Aku lepas, tapi jangan pulang dulu ya," kata Aditya membuat penawaran.Selena menghela napas panjang setelah lepas dari pelukan Aditya. Kesal dan marah, tapi tidak mau emosinya terus-terus memuncak, iapun hanya mengangguk."Yah, Anda mau bicara kesalahan saya lagi?" tanya Selena merapikan bibir bawah gaunnya yang tersingkap."Iya, ehh, bukan. Itu, aku mau menanyakan tentang berkas Hendra yang tertinggal di ruang meeting. Apa kamu yang mengambilnya ke sana, Selena?"GLEKKSelena membeku.Maksudnya, dia hanya bertanya atau menuduhku? Sial, dari mana dia tahu berkas Hendra tidak di sana lagi? Tadi kan dia dan paman Grove sudah pergi, lagipula Aditya tidak tahu di mana meja Hendra meeting tadi."Apa Hendra yan
"Ini apa, Pak?" tanya Selena seolah tidak bisa memahami tulisan yang baru saja ia baca. Bahkan ... tadi ia hampir syok membacanya."Aku tahu kamu bisa membacanya dengan jelas, Selena," jawab Aditya mengedipkan sebelah matanya nakal.Selena mengembalikan kertas di tangannya ke Aditya."Nah, ambil. Anda salah orang," kata Selena. Gila! Hukuman apa seperti itu? Siapa juga yang mau jadi kekasih Bos absurb seperti dia? Merutuk dalam hati."Aku yakin seribu persen tak salah orang, Selena. Kamu dihukum menjadi kekasihku!""Tidak! Saya tidak bisa melakukan hal gila Anda itu, pak Aditya. Mungkin ada pilihan keduanya?" Selena mengangkat kepala menatap Aditya. "Jelas saya akan memilih itu.""Ohh, tentu ada. Tapi aku belum menuliskannya di kertas. Apa kamu sudah yakin dengan pilihan kedua, Selena?" Ketimbang jadi kekasih Aditya, lebih baik mungkin memilih hukuman yang kedua. "Iya, saya pilih hukuman kedua saja.""Baik, Sayang." Aditya merangkul pundaknya membawanya duduk ke sofa. Namun, tan
Aditya putar badan cepat."Maafkan aku, Selena. Aku cuma memastikan kalau aku telah salah mendengar informasi," ucap Aditya mengikis jarak dengannya, kemudian menyentuh kedua bahunya lembut."Tidak ada yang perlu dimaafkan, Pak. Sekarang saya sudah bebas dari hukuman Anda, jadi saya bisa pulang.""Selena, tunggu!" panggil Aditya menghalanginya menunju pintu. "Oke, aku janji akan mengantarmu pulang, tapi aku punya satu permintaan."Selena meneguk liur, tidak tertarik mendengarnya. Sampai Aditya melanjutkan ucapannya, Selena hanya mengedikkan membatu."Aku mohon, kamu mau menggantikan seseorang---""Mengganti istri Anda maksudnya?" potong Selena tahu tujuan ucapan Aditya."Istri siapa maksudmu, Selena?"Sial, istri siapa lagi kalau bukan istrinya! Amnesia, kalau dia pernah mengakui punya istri."Lha, jadi Anda yang tengah mencari anak dengan wanita yang bernama Selena itu? Atau jangan-jangan Anda punya anak namun belum menikah?" Selena balas bertanya, dagunya terangkat tinggi.Namun, d
Aditya menatap tajam wajah Selena yang terburu-buru menghampirinya, dagunya terangkat tinggi."Apa ada yang penting, Pak?" tanya Selena namun tidak dijawab Aditya. "Ayo ikut sekarang, Selena!" titah paman Grove setengah berbisik ke Selena.Mau tak mau Selena menurut mengikuti keduanya. Tidak enak jadi perhatian para pegawai perusahaan. Apalagi mendengar obrolan mereka tadi.Jam istirahat masih ada setengah jam lagi, tapi sekarang Aditya membawanya kembali ke ruangan. "Selena, duduk di sini!" perintah Aditya menjentikkan jari telunjuknya yang menekuk ke arahnya.Selena yang baru hendak menghenyakkan bokongnya di kursi kembali berdiri tegak."Saya di sini saja, Pak," sahutnya merasa risih harus duduk bersebelahan dengan paman Grove.Tapi, tatapan Aditya membuatnya tak berkutik hanya menurut berpindah ke kursi samping paman Grove.Selena meneguk liur kasar, rasa canggung dan kaku duduk berdekatan dengan pria tua yang membeli tubuhnya dulu.Ahh, andai dia tahu akulah gadis itu, bagaiman
Mendengar nama Aditya, Selena cepat-cepat meninggalkan paman Grove gegas kembali ke ruangannya. Takut Aditya tiba-tiba datang dan melihatnya tengah mengorek informasi tentang kehidupan pribadi sang Bos."Semoga paman Grove tidak buka mulut soal tadi," gumamnya meraih tisu untuk me-lap dahi dari keringatnya."Apa tadi, Selena bekerja sebagai apa maksud paman Grove, ya? Sekretaris kah?" Sejenak hanya bengong dengan tatapan kosong ke depan. Informasi lain lagi yang ia dengar di ruang makan tadi, Aditya jatuh hati pada gadis kampungan."Gadis kampungan? Mustahil Aditya yang sombong bisa jatuh hati pada gadis kampungan!" desisnya menarik sudut bibirnya sinis. "Atau ... dia, Selena gadis kampungan, bekerja sebagai pegawai magang, sangat mirip denganku. Apa itu aku?" Selena melotot, menggeleng-gelengkan kepala menyadarkan dirinya. A-apa? Kenapa, kenapa aku jadi berpikiran kalau itu aku? Selena bisa merasakan wajahnya memerah karena panas tubuhnya yang meningkat. Punggungnya banjir kering