"Jangan berpura-pura tidak paham, Selena! Mana anakku?"Selena menenggak liurnya, rasa gugupnya berubah jadi rasa takut. Ia tahu Aditya nekat melakukan apapun, jadi mau tak mau ia harus memikirkan cara agar Aditya percaya padanya. "Atau maksud Anda kejadian diluar kota kemarin? Anda bisa melihat saya tidak sedang mengandung anak Anda!" Tenang Selena menunjuk diri sendiri."Ahahh, untung kamu ingatkan itu! Kenapa kamu belum hamil juga, Selena? Aku jelas mengingat melepasnya di dalam!"Selena mengedikkan kedua bahunya menjawab, "Saya tidak tahu.""Jangan bohong! Kamu mungkin minum pil kontra ... sep ... si." Aditya terbata-bata mengingat benda yang terlupakannya."Saya tidak ... akhk!"Cepat-cepat menarik tangan Selena keluar ruangan. Selena yang bingung sikap tiba-tiba Aditya terseok-seok mengikutinya."Masuk!"Selena yang masih bingung belum sempat bertanya itu hanya menurut masuk mobil. Sampai Aditya berhenti di depan rumah sang Bos.Pikiran Selena tidak lepas dari Tuan Collins, ja
"Tuan Collins telah habis kesabarannya. Sampai memaksaku harus menikahi Julia." Aditya menengadahkan wajahnya ke atas menahan-nahan airmatanya merembes dari sudut matanya."Andai kamu mau jujur padaku dan mau menikah denganku, Selena, aku tidak akan tersiksa begini," ujar Aditya mempererat pelukannya. Kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Selena. Seketika airmatanya tertumpah di sana. Selena kepayahan menahan tubuh Aditya yang bertumpu sepenuhnya di punggungnya. Tangannya mencengkram sisi sofa agar keduanya tidak ambruk ke depan. "Pak Aditya, saya tidak bisa menahan tubuh An ..." Akhirnya ...BRUKKKeduanya akhirnya terjatuh ke sofa, dengan posisi Selena terkungkung di bawah tubuh kekar Aditya. Wajah keduanya nyaris bersentuhan dengan saling bersirobok pandangan."Selena ..." Napas Aditya mulai memburu.Selena tersadar dalam bahaya, cepat-cepat menarik tubuhnya. Namun, Aditya yang sudah dikuasai hasratnya tidak mau melepasnya begitu saja. "Selena, aku mohon menikahlah
Selena gegas menyambar tasnya yang terjatuh di kaki ranjang, kemudian keluar kamar. Tergesa-gesa pula menuruni tangga menunggu Aditya di luar rumah.Tidak berapa lama tampak Aditya juga turun menyusulnya. Mau tak mau pria tersebut hanya menurut melajukan mobilnya menuju perusahaan.Mengingat Julia akan berkunjung ke rumahnya sore ini, Aditya langsung pamit dan membiarkan Selena saja yang masuk perusahaan."Halo, Selena! Apa pekerjaan kamu sudah selesai?" Selena yang baru menginjakkan kaki di lantai ruangannya, kaget mendengar sapaan dingin dari Tuan Collins yang duduk di kursi kebesaran Aditya."P-pekerjaan saya?" Bingung dan kaget Selena bertanya."Yah, kata Aditya tadi kamu izin keluar karena ada perihal penting." Selena sangat gugup, perihal penting apa maksud Aditya ya? Tapi tak mau memperpanjang masalah, pun ia baru saja dari rumah Aditya hanya mengangguk."Ohh, urusan penting apa kira-kira, Selena? Apa kamu sangat membutuhkan bantuanku?" tanya Tuan Collins membuatnya kian b
"Apa maksudnya itu?" desisnya dengan mata fokus ke kertas yang menyelip di sela bawah pintu kamarnya. "Ahh, aku belum melihat pengirimnya." Gegas Selena memungutnya kembali dan menajamkan matanya pada barisan akhir tulisan. "Aditya Wiguna Genio? A-apa aku salah membaca?" Sesaat Selena mengucek-ucek matanya kemudian kembali memelototi tulisan, tetap saja nama Aditya. "Jahanam! Aku tidak tahu itu yang direncanakan Aditya!" lirihnya menekan rasa sakit. Kembali membaca tulisan di kertas. 'Sesuai keputusan perusahaan, lusa kamu resmi dipindahkan ke perusahaan Collins. Ini juga karena Julia yang ...' Selena tidak tertarik membaca lanjutan barisan itu. Ia fokus baca kalimat yang menyakitkan hatinya. 'Jadi, aku minta kamu tidak pernah menuntut apapun padaku dengan yang terjadi selama ini, khususnya tadi siang. Jika, kamu hamil nanti, itu bukan tanggungjawabku. Ingatlah, aku hanya butuh tubuhmu, Selena.' "Argh! Hanya butuh tubuhku, katanya!" Selena membuka pintu kamar, masuk dengan
Selena terdiam, bingung hendak bertanya ke Aditya. Niatnya kembali ke perusahaan Collins belum ia pikirkan matang-matang. Tapi dengan surat dari Aditya itu, ia tidak perlu pikir-pikir lagi. Tanpa izin ke Aditya yang sibuk dengan Julia, Selena keluar mengejar paman Grove. Untung-untung pria itu belum pergi."Paman Grove?" desis Selena jelas mengenali punggung paman Grove sesaat sebelum pintu ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Aditya tertutup. Selena terhenti, bingung harus menghampiri paman Grove ke ruangan itu. Karena ia juga tidak pernah memasuki ruangan tersebut.Sejenak hanya mematung di sana, sampai suara cekikikan Julia begitu jelas di pendengarannya. Pantas saja kedengaran, keduanya ikut-ikutan keluar dan ada di belakangnya.Pura-pura tidak melihat, Selena fokus pada ponselnya sampai Aditya berlalu. Tapi pria itu tidak kunjung berlalu, Selena penasaran berputar badan cepat. Tak disangka-sangka Aditya yang berdiri di belakangnya tadi, kini berhadapan merapat dengannya.
"Selena, kamu tidak jadi dikembalikan ke perusahaan Collins, ya."Lekas Selena mengangkat kepala, takut-takut ia bertanya, "Kenapa, Tuan?" "Mmm, karena Joyce sudah mengantikan posisimu di perusahaan Collins. Katanya dia bisa meng-handle nya."DEGG.Apa artinya Tuan Collins mau memecatku? Selena meneguk liur, makin bingung jadinya. Beberapa saat lalu ia ngotot mau resign, sekarang malah jadi ketakutan sendiri kalau sampai di pecat."Baik, Tuan." Selena tertunduk lemah. "Tapi, ruangan kamu bukan di sini lagi, Selena. Karena mulai besok Julia yang duduk di sini. Mungkin dari sekarang kamu bisa singkirkan barang-barang mu, ya. Kamu tahu sendiri, Julia tidak suka dengan barang-barang orang lain."Selena tercengang. Makin yakin Tuan Collins sebenarnya ingin memecatnya namun merasa berhutang budi karena ia berjasa mengembangkan perusahaan Adiguna Jaya."Baik, Tuan. Izin bertanya, ruangan saya di bagian mana, Tuan?" tanyanya tak bersemangat "Kamu ke ruangan staf biasa ya. Oiya, mengenai g
Tergesa-gesa Selena menghampiri Hendra di depan kos. "Selena, kamu sudah---""Kak Hendra bilang apa ke Riana?" potong Selena tidak sopan.Hendra yang terdiam menaikkan salah satu alisnya. "Bilang ke Riana?" ulangnya.Diiyakan anggukan cepat-cepat dari Selena. "Aku cuma bilang mau kemari, lalu, dia merengek-rengek ikut. Itu saja!""Bukan itu, tapi soal Baby Lea!"Hendra tidak langsung menjawab. Kemudian mengikis jarak dengan Selena, berhenti setelah berjarak beberapa centimeter saja."Aku melakukan itu demi cintaku padamu. Aku hanya menunggu kapan kamu membalas cintaku, Selena." Lembut Hendra menyentuh kedua bahunya. "Aku tidak ingin dirimu jelek di mata Riana. Sekarang aku tanya padamu, apa itu salah?"lanjutnya.DEGGSejenak Selena merasakan kepalanya berputar-putar. Ia bahkan tidak menyangka sejauh itu Hendra mencintainya.Bagaimana kalau Hendra tahu kejadian kemarin? Selena menelan liur. Ingat ia sudah berjanji tidak mengulangnya dengan Aditya."Ahh, begitu ya, Kak. A-aku pikir t
Mata Selena tertuju pada kertas di atas meja. Penasaran segera menyambar dan membacanya. Seketika tubuhnya bergetar sampai harus mencengkeram erat sisi meja menahan tubuhnya. Bagaimana bisa Aditya mengirimkan surat yang sama ke Hendra? "Maafkan aku," desis Selena kepalang malu. Wajahnya menunduk dalam, meremas kuat kertas di tangannya. "Selena, tidak ada yang perlu meminta maaf. Lupakan saja semuanya, aku siap menerima kemungkinan besar kehamilanmu nantinya." GLEKK Bulu kuduknya berdesir. Ia masih berhadapan dengan manusia apa malaikat? Setulus apa cinta Hendra sampai bisa bicara seperti itu? Apa dia masih seperti itu setelah tahu siapa Aditya bagi Baby Lea? "Aku tidak sudi mengandung darah dagingnya. Apa kak Hendra masih mau membantuku?" Hendra tidak mempermasalahkannya, tapi cintanya yang terlalu besar ke Selena cuma mengangguk. "Kamu yakin Aditya tidak menanyakan hal itu nanti, Selena?" "Lupakan saja, Kak. Sekarang kita pulang ya!" Minder dirinya terlalu k