"Argh! Kamu ..."Aditya mengepal tangan menahan ucapannya. Takut juga kalau benaran Selena memberitahukannya kepada Tuan Collins.Tuan Collins tidak segan-segan memarahinya, sebaliknya akan membela Selena. Selena melengos masuk ruangan, setelah meletakan berkas-berkas ke meja Aditya, ia segera sibuk di mejanya."Kamu dari mana tadi sampai-sampai terlambat masuk?" tanya Aditya menurunkan nada suaranya.Selena sudah gerah menghadapi Bos posesif itu. Sekilas mengekorkan sudut matanya ke Aditya yang berdiri di depan mejanya. Apa urusannya aku pergi ke mana."Saya ada urusan penting tadi, Pak.""Iya, tahu, tapi urusan penting apa? Jangan bilang kamu---""Pak Aditya, tolong berhenti mengurusi kehidupan saya! Tidak harus saya membuat laporan kehidupan pribadi saya kepada Anda!" Selena berdiri menatap tajam Aditya."Sama seperti saya bekerja di perusahaan Collins, begitu juga aturan saya bekerja di sini. Tuan Collins tidak pernah mengurusi saya ke mana dan urusan apa? Saya harap Anda juga
Di restoran hotel Reno. Aditya ditemani paman Grove tengah berbicara serius dengan paman Alberto."Aku rasa tidak urusan Paman menyampaikan hal itu ke Tuan Collins. Atau Anda hanya ingin mencari-cari muka? Lagipula, dengan siapa aku di dalam kamar hotel bukan urusan Anda juga, kan? Anda cukup menerima sewa kamar hotelnya saja," ujar Aditya menggeram."Aditya, obrolanku dengan Tuan Collins bukan seperti yang kamu tuduhkan itu. Aku katakan kalau kamu mengunjungi hotel ku, itu saja." paman Alberto mengelak dari tuduhan Aditya."Hakh, tidak mungkin Tuan Collins langsung tahu aku bersama kekasihku kemari. Ingat satu hal, Paman, kalau tahu dari awal ini hotel Anda, aku tak akan menginjakkan kakiku di sini!" Alberto tertawa terbahak-bahak. Aditya masih sama dengan dulu dia mengenalnya, sombong dan tidak sopan.Harusnya sekarang Aditya yang harus bertekuk lutut padanya setelah kejadian beberapa tahun silam. "Stt, kamu tahan emosimu, Aditya," pesan paman Grove berbisik, menyikut kaki Aditya
Aditya menyipitkan mata bertanya, "Paman ada ide lain selain dari ide rencanaku tadi ?"Paman Grove menggeleng. "Aku kehabisan ide kalau mengenai sekretaris mu itu, Aditya. Tapi coba saja bayar dia." Disertai tawa kecil mengejek."Berapa, Paman? Satu milyar cukup?" Gegas Aditya bertanya Paman Grove tersentak mendengar jumlah fantastis itu. Hanya mengaku-ngaku sebagai kekasihnya saja dibayar satu milyar? Lalu, dirinya yang sudah mengabdi puluhan tahun, melakukan semua yang diinginkan Aditya, belum pernah dihargai sebesar itu. Ini namanya adil apa gila? "Kamu perlu ke psikiater dulu, Aditya. Satu milyar sudah lebih dari cukup membuka cabang perusahaan baru! Daripada uang sebesar itu dihambur-hamburkan ke sekretaris mu itu. Apa belum cukup gajinya yang fantastis- yang melebihi gaji komisaris dan HRD itu?""Soal gaji Selena bukan urusanku tapi Kakek."Aditya menyeringai tipis. Paman Grove tidak tahu saja dia sudah memberikan uang satu milyar itu ke Selena. Baginya kenikmatan dan kehan
"Paman yakin Kakek akan menarik Selena kembali ke perusahaan Collins?" tanya Aditya mengernyitkan dahi."Pikirku saja. Tapi kamu bisa lihat sekarang, perkembangan perusahaan ini juga sudah semakin stabil. Sebelumnya Selena di pindahkan kemari juga untuk membantumu sampai perusahaan ini stabil." Paman Grove menggeser posisi bokongnya duduk lebih nyaman."Aku yakin Tuan Collins juga akan sangat membutuhkan Selena di sana, Aditya. Melihat sekarang kesibukannya yang padat."Aditya terdiam. Pikirannya kembali ke dokumen keuangan perusahaan Adiguna Jaya yang selalu dimintai Tuan Collins. 'Apa Kakek ingin melihat perkembangan perusahaan ini, sebelum kemudian akan menarik Selena?' Aditya membatin.Dari sekarang aku harus memikirkan cara agar Kakek tidak menarik Selena lagi dari perusahaan ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi kalau dia pergi dari sini! Hendra? Hahk, pecundang itu akan lebih mudah mendekati Selena. Atau mungkin akan memperdaya Tuan Collins, alih-alih menawarkan kerjasama peru
Selena yang tengah asyik mendorong Baby Lea, tidak menyadari paman Grove yang berjalan menghampirinya. Untungnya ketika paman Grove masuk ke dalam taman, Selena sudah keluar dari sana."Sial! Baru berkeliling taman sebentar sudah mules," keluh Selena meremas perutnya yang tiba-tiba terasa mules.Mempercepat jalannya segera tiba di kos. Tiba di kos langsung berlari menuju kamar mandi.Setelah perutnya terasa nyaman, Selena keluar kamar mandi setelah sekalian membersihkan diri.Karena masih sebentar saja tadi membawa Baby Lea jalan-jalan. Ia berniat ingin mengajak Baby Lea berkeliling halaman kos saja.Namun, dering ponsel yang terletak sembarang di atas ranjang, mengurungkan niatnya membuka pintu kamar. "Kak Hendra? gumamnya dengan dahi mengkerut bingung. Bukannya dia dalam penerbangan sekarang?"Halo, Kak---""Selena, kamu bisa membantuku mengambil berkas meeting tadi, tertinggal di meja meeting hall." Hendra memotong ucapan Selena."Bekas meeting? Sekarang, Kak?" tanyanya melirik
Sahutan dingin Aditya dari seberang mengagetkan Selena, sesaat hanya mematung.GLEKKSelena mencampakkan ponsel dari tangannya, matanya melotot tajam ke depan. Pikirannya kembali ke percakapan Aditya dengan paman Grove di ruang meeting tadi.'Jangan-jangan dia mengikuti ku sampai kemari!' batinnya. Dadanya turun naik membayangkan sekarang Aditya sudah berdiri di depan pagar kosnya sekarang.Seperti baru tersadar Selena cepat-cepat menyambar kembali ponselnya."M-maaf, s-saya tidak tahu kalau Anda yang menelepon," sahut Selena sangat gugup bercampur takut."Argh, alasan! Bersiap-siaplah, setengah jam lagi aku jemput ke kosmu.""Apa? Saya---"Tut tut. Aditya memutuskan sambungan telepon sepihak." Arghh, sialan." Selena melemparkan kembali ponselnya. "Tidak, kali ini aku tidak mau ikut dengannya. Aku tahu apa maksudnya bertemu!"Selena menggeram kesal.Tapi ... Siap tak siap, ia harus menghubungi Aditya untuk mencegahnya datang menjemput. Sialnya, ponsel Aditya tiba-tiba tidak akti
"Kenapa diam? Sadar sudah membuat kesalahan? Atau perlu diingatkan?" ejek Aditya dengan senyum smirk-nya. Selena yang tak berkutik cuma menggeleng lemah. Tapi, menurutnya pulang setengah jam lebih awal itu tidak termasuk kesalahan yang fatal. Karena ia juga sudah lebih dulu menyelesaikan pekerjaannya.Beberapa kali juga ia melihat ihat pegawai perusahaan melakukan hal yang sama, mereka tak pernah dihukum.Tapi membela diri sekarang juga tidak ada arti, Aditya selalu punya cara mencari-cari kesalahannya."Tapi, Pak. Saya---""Kenapa? Mau mengelak?"Sialan! Sudah kuduga bakal panjang masalahnya. Selena menghela napas panjang, kemudian cuma menggeleng. "Jadi, saya bisa masuk ke mobil sekarang, Pak?" tanya Selena tidak perlu menunggu jawaban Aditya, langsung saja masuk mobil.Melihat itu Aditya tersenyum simpul. Dia memang paling pintar mencari-cari kesalahan Selena. Selena cuma diam dan pasrah saja ke mana Aditya membawanya. Pun malas bicara, buka mulut pun saat menjawab pertanyaan Ad
Aditya tak menghiraukan mohon Selena, terus saja memeluknya erat. Sampai-sampai Selena kesulitan bernapas karena dadanya terhimpit di dada bidang Aditya."T-tolong, lepasin, s-saya kesulitan bernapas," ucap Selena terbata-bata karena harus mengatur napasnya yang tinggal satu-satu."Aku lepas, tapi jangan pulang dulu ya," kata Aditya membuat penawaran.Selena menghela napas panjang setelah lepas dari pelukan Aditya. Kesal dan marah, tapi tidak mau emosinya terus-terus memuncak, iapun hanya mengangguk."Yah, Anda mau bicara kesalahan saya lagi?" tanya Selena merapikan bibir bawah gaunnya yang tersingkap."Iya, ehh, bukan. Itu, aku mau menanyakan tentang berkas Hendra yang tertinggal di ruang meeting. Apa kamu yang mengambilnya ke sana, Selena?"GLEKKSelena membeku.Maksudnya, dia hanya bertanya atau menuduhku? Sial, dari mana dia tahu berkas Hendra tidak di sana lagi? Tadi kan dia dan paman Grove sudah pergi, lagipula Aditya tidak tahu di mana meja Hendra meeting tadi."Apa Hendra yan