“Kamu bisa, Sasha. Kamu pasti bisa!”Sasha memberikan afirmasi positif untuk dirinya sambil bersiap-siap di depan kaca. Hari ini adalah hari pernikahannya. Entah apa yang dirasakan Sasha sebenarnya, ia juga tidak tahu.Dadanya berdegup kencang sejak pagi. Sampai-sampai ia mengira ia memiliki jantung lemah. Karena ia merasa cukup sesak. Namun, Jade memastikan Sasha baik-baik saja. Sasha hanya gugup. Karena ia tidak menyangka akhirnya ia menikah dengan seseorang. Jade malah menertawakan Sasha dan juga meledeknya sejak sarapan tadi. Wajah Sasha memerah. Rasanya panas sekali, padahal cuaca sedang cukup dingin. Sasha mulai merias wajahnya seperlunya. Eye shadow dan blush-on tipis, eyeliner dengan wing kecil, mascara yang bisa membuat bulu mata agak bervolume, dan juga lipstik merah muda yang cerah. Ia juga menata rambutnya. Rambutnya dicepol dengan beberapa helai yang terjuntai di samping kiri dan kanan. Tak lupa mengenakan jepit permata berbentuk bunga dari Fairy Goldmother. Sasha t
“Sasha, kamu sudah bangun?” tanya Jade cemas. Sasha masih pingsan. Tapi perlahan, ia sudah bisa mendengar suara Jade. ‘Aku kenapa?’“Sha, bangun, Sha. Kamu bisa dengar aku kan?” tanya Jade. ‘Aku bisa dengar, Paman, tapi mataku sangat berat,’ ucap Sasha dalam hatinya. Pak Mike datang membawakan teh manis hangat. “Ini minumnya, Pak. Bisa diberikan begitu Nona Sasha bangun.”“Terima kasih, Pak Mike.” Jade menyimpan cangkir di meja samping ranjang. Jade terus menggenggam tangan Sasha. Tidak lama kemudian tangan Sasha bergerak. “Sha, kamu sudah sadar?” tanya Jade cemas. Mata Sasha mulai mengerjap. Jade mengelus kepala Sasha lembut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sha?”Sasha mulai membuka mata perlahan. Warna putih mendominasi pandangan Sasha. Mulai dari kabur, kemudian fokus. Langit-langit kamar yang putih dengan polet biru mulai jelas terlihat. Suara Jade semakin terdengar jelas, yang awalnya samar. Sasha mulai mengedarkan pandangan. Melihat jendela, perabot, jam dinding. Lalu bergera
“Apaan sih?” tanya Jade cuek. Sasha tampak akan menangis. Ia menggenggam tangan Jade. “Terima kasih, Paman.”“Berterima kasihlah dengan cara yang lain,” sahut Jade sambil menarik Sasha ke dalam dekapannya. Grace dan Grayson terbatuk melihat tingkah mereka.“Kapan kalian menikah? Sebaiknya kalian menikah saat jadwalku kosong,” ucap Grayson. Jade menatap Grayson skeptis. “Aku yang nikah tapi kenapa harus menyesuaikan dengan jadwalmu?”“Hey, aku ini orang penting dalam hidupmu yang harus menyaksikan secara langsung dengan mata kepalaku sendiri bahwa Jade akhirnya membuka hati kembali untuk perempuan,” jawab Grayson. “Kalau begitu, kamu nggak usah datang. Ayo Sha, kita menikah saja sekarang!” goda Jade sambil menarik Sasha keluar ruangan. Grayson kemudian berteriak. “Tanpa diundang pun aku akan datang! Ingat itu Jade!”Grace dan Grayson tertawa terbahak-bahak. Sasha tampak malu. Wajahnya memerah. Wajah Jade berubah serius. “Sepertinya untuk sementara waktu, kita tidak bisa tinggal
“Lima tahun lalu, ayah saya koma,” kata Sasha.Sasha mulai menceritakan awal mula ia bertemu dengan Val di rumah sakit lalu. “Kuliah saya juga terancam harus mengulang tahun berikutnya karena saya selalu menjaga ayah saya di rumah sakit. Jika saya mengulang, maka beasiswa yang saya dapatkan akan hangus,” lanjutnya. Grayson dan Grace mendengarkan cerita Sasha dengan seksama. “Lalu tiba-tiba, seorang pria bernama Val Demian datang menghampiri dan menawarkan bantuan untuk biaya pengobatan ayah sampai sembuh asalkan saya mau bertunangan dengannya dan tinggal di rumahnya,” ucap Sasha. Grace menanggapi. “Apa Anda tidak merasa aneh, tiba-tiba ada pria yang ingin bertunangan dengan Anda?”“Saya juga merasa aneh, Bu. Makanya awalnya saya tolak. Tapi kata-katanya sangat meyakinkan. Bahkan dia tahu informasi latar belakangku, dia ingin bakatku menyelamatkan perusahaannya,” papar Sasha. Jade menggenggam tangan Sasha. Sasha menatapnya. Jade menganggukkan kepala menyemangatinya. Sasha melanju
“Baik, Pak,” jawab seluruh staf desain. Selepas Pak Mike pergi, semua kembali bekerja. Bianca Johnson, seorang desainer paling modis, mendekati Eva. “Va, kamu tahu tentang ini semua?”Mata Eva memutar kesal. “Kamu nggak denger ya tadi Pak Mike bilang apa?”Bianca mendengus. “Aku kan nggak bergunjing, hanya ingin mengetahui fakta!”Bianca kembali ke mejanya dengan kesal. Sementara itu, Jade dan Sasha sedang berada di dalam mobil, menunggu Pak Mike. “Kalau mau nangis, boleh kok,” ucap Jade lembut. Sasha memandang langit dari jendelanya. “Air mataku sudah habis, Paman. Bahkan sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasanya keluar air mata.”Jade terkekeh. “Lalu siapa yang semalam terisak di belakangku?”Sasha mendelik. “Yang pasti bukan aku!”Jade tertawa. Lalu dia membelai kepala Sasha. “Oke, oke, aku percaya kamu sudah lebih kuat dari sebelumnya. Sekarang kita akan konsultasi dengan pengacaraku. Kamu siap?”Sasha mengangguk. “Aku harus siap!”“Untuk sementara kamu tidak perlu masuk ke
“Iiihh … Itu bukan pertanyaan, Sha. Tapi itu bentuk keterkejutan,” kata Eva. Sasha menyimpan telunjuk di bibirnya menyuruh Eva diam. Eva langsung menutup mulutnya. Lalu mereka berdua tertawa tanpa suara. “Oke, pertanyaan kedua,” ucap Eva pelan setengah berbisik. “Apa kamu beneran The Real_Ç?”Sasha terdiam. Ia masih belum bisa menceritakan ini karena ia tidak mau rencananya dengan Paman Jade gagal. “Aku harus tahu yang sebenarnya, meskipun aku percaya kamu lebih dari siapapun,” lanjut Eva. Sasha menarik napas. “Aku hanya akan menjawab tanpa menjelaskan apapun, ya. Kalau sudah tiba waktunya, aku akan ceritakan semua. Tapi bukan sekarang.”Eva mengangguk-angguk setuju.“Ya, aku The Real_Ç,” ucap Sasha tegas dengan suara pelan. Eva menjentikkan jarinya. “Sudah kuduga! Semenjak pertama kali aku lihat desainmu, aku merasa kamu ini berbakat. Dan ketika kulihat desain The Real_Ç, aku langsung ingat hasil desainmu.”“Oke, pertanyaan ketiga?” tanya Sasha. Eva menggeleng. “Akan kusimpan p