Lelaki itu memang jodi yang menggelontorkan uang lima ratus juta untuk mengambil Niken dari madem Sonya. Mematakan hasrat dan keinginan Andre. Madem Sonya yang mata duitan itu tanpa curiga mengembalikan cek milik Andre. Ia tak menyadari jika tambang mas yang berebut peminat itu tak akan kembali lagi ke Flower. Tak akan pernah mendatangkan
uang. Baik untuk madem Sonya mau pun Anggodo. Keributan baru pasti akan diantara mereka. Jodi menyalakan lampu. Dan kini Niken menatapnya dengan mata melebar. Namun gadis itu tak bersuara. Karena siapa pun pelanggannya sudah tak lagi penting baginya. Dan lebih terkejut llagi saat lelaki misterius yang sejak awal menerima dirinya,membuka jaket hoodienya, serta menanggalkan masker dan kacamata hitamnya. Niken masih terbelalak dengan tubuh bergidik memandang lelaki misterius tadi yang tak lain adalah Irvan.Andre rupanya kecewa dengan keputusan sepihak madem Sonya yang mengirim Niken ke pembali lainnya. "Aku ingin gadis itu ...!" Andre kesal Yusril menjauhkan botol minuman dari jangkauan tangan Andre. Separuh hatinya senang Andre tak jadi menyewa Niken walau gadis itu akan dinikahinya terlebih dulu sebelum melewatkan bulan madu. Toh itu sama saja dengan mempermaikan pernikahan secara agama. Karena setelah itu madem Sonya tak mungkin membiarkan gadis dagangannya tinggal bersama Andre. Jadi pernikahan sesaat memang tak patut dilakukan, jika hanya bertujuan untuk meniduri perempuan yang telah dibayarnya. Walau Andre mengatakan akan tetap bersama Niken. Itu hal yang mustahii. Andre lelaki muda mapan. Tapi selalu taat pada larangan Tuhannya. Tapi kali ini ia sudah lupa diri minum dan mabuk. Hal yang pertama kali dilakukannya. Saat sahabatnya itu tersadar pagi hari Yusril langsung mendekat. "Bagaimana perasaanmu sekarang?" "Pusing, " jawaban pendek Andre. "Mandilah kamu semalam min
Norma kesal tak bisa untuk ziarah ke makam suaminya dengan keadaannya yang diawasi begini. "Memangnya apa salahku hingga aku tak boleh keluar rumah?!' "Ibu tak bersalah, tapi demi keselamatan jiwa Ibu!" Tiba tiba Jodi muncul di pintu. "Siapa Anda?!' Norma terkejut menatap Jodi. "Saya Jodi ..." Norma terkejut mundur ke belakang beberapa langkah. Ia kenal nama itu adalah nama yang memerintah membawa Ferdi almarhum suaminya. Nanar ditatapnya Jodi yang berdiri tenang di tempatnya. "Berarti Niken ada pada Anda, sekarang mau apa lagi masih kurang makanya menyanderaku tak perduli suamiku dibunuh lawan kelompok kalian ...?!!' Norma dengan emosi menunjuk Jodi. Jodi masih diam dan menunjukkan sikap yang tenang dan santun. Norma terkejut akan sikap yang ditunjukkan Jodi. Ia menatap Jodi tak berkedip. Pada akhirnya ia mengira Jodi hanya pura pura sopan. "Aku harus waspada dengan laki laki kejam ini ...!" Sergah batinnya. "Ibu saya bukan orang yang harus Ibu takuti. Penjemputan Pak Fer
Jodi menyodorkan segumpal ratusan ribu, "Oke, " setelah itu Jodi meminta kedua lelaki itu meninggalkannya. Segera setelah mereka pergi Jodi memacu kembali mobilnya ke apartemen dimana ia meninggalkan Niken. "Bang Irvan kau ternyata muka dua ..." geramnya pada Irvan. Jodi bergegas menuju pintu dimana Niken di dalam sendirian pikirnya.. "Cahaya ..." panggilnya. Tak ada jawaban. Kembali mengetuk. Tok Tok "Cahaya ..." Tak ada sahutan . Jodi mulai cemas. Satu satunya jalan adalah mendobrak pintu . Pintu terbuka. "Niken ...!" Tak ada jawaban. Jodi mencari ke kamar, tapi Niken tak ditemukan di semua ruangan. Baju seksi yang dikenakan Niken saat datang sudah tak ada lagi. Begitu puni baju baju sopan kosong tak ada di lemari. Berarti gadis itu pergi dengan persiapan. Bukan kabur terburu buru. Tapi kemana? Apa Niken pergi dengan kemauan sendiri karena tak percaya pada dirinya? Jodi menggeleng. Jelas tak mungkin karena gadis itu masih khawatir orang tuanya diringkus sebagai ga
Niken batuk batuk di dalam bagasi mobil. Dadanya serasa sesak. Udara yang pengap yang telah menjebaknya beberapa jam, membuatnya tak sadarkan diri. Mobil itu sudah berhenti di halaman rumah mewah. Andre sudah melangkah ke teras rumahnya, saat Dullah sang sopir terkejut ketika membuka bagasi mobil untuk mengambil sepatu majikannya. "Ada orang ...?!" Dullah lebih memperhatikan secara saksama. Seorang perempuan muda yang tampak seperti tertidur pulas. 'Non bangun kok tidur di sini ...?" Dullah hati hati menyentuh kaki Niken. Tapi Niken yang pingsan tak bergerak. Dullah membangunkannya lagi. Tapi gadis itu bagai orang mati. Dullah ketakutan. "Jangan jangan nih orang sudah mati ..." cemasnya. Segera Dullah meninggalkan Niken untuk memberitahukan pada Andre. "Tuan ..." Andre yang sudah melangkahkan sebelah kakinya ke dalam rumahnya, menoleh. "Ada orang mati di bagasi mobil Tuan ..." 'Hah!!' Andre terkejut. Tanpa bersuara langsung berlari ke.mobilnya. Dan terbelalak saat melihat
16Andre tampak suntuk. Di depannya Yusril hanya menunggu. "Entah aku sulit menebak apa yang terjadi pada gadis itu." "Namanya Niken " ujar Yusril. "Bidadarinya Flower," tersenyum kecut Andre. "Lalu cintamu berlalu dengan perginya sang perawan?" Yusril menggoda Andre. "Aku bingung, " Sesungguhnya Andre ibah melihat Niken yang tadi meringkuk pingsan. Pucat dan tampak pasrah.Tapi lagi lagi rasa jijik melandanya saat membayangkan gadis itu digerayangi bandot tak tahu diri pemburu perawan. Apalagi ia sudah melihat sendiri saat promo gadis Flower yang baru itu. Sinar mata serta muka muka penuh nafsu lelaki paruh bayah yang membuatnya ingin muntah. "Aku bukan lelaki suci karena tergoda bidadari Flower, tapi aku nggak punya hobby melacur. Makanya aku jijik membayangkan gadis impianku sudah terkoyak dan digagahi salah satu bandot yang tak rahu malu itu!' Andre belum bisa menerima perlakuan pemakai jasa Niken terhadap gadis itu. "Ya sudah begitu Niken sehat kita minta supaya dia pergi
Setelah menjalani perawatan Niken kini segar dan suster membuka infus. "Nona sekarang tampak segar, " ujar Suster sambil mempersiapkan vitamin dan obat yang harus diminum Niken. "Terima kasih, Sus, " senyum ramah Niken tertuju pada suster yang sepanjang malam menjaganya. "Sama sama Nona, itu sudah menjadi tugas saya, " balas si Suster yang mungkin umurnya sebaya Niken. "Sekarang apa boleh saya ke kamar mandi?" Niken merasa perlu membersihkan dirinya. "Mari saya bantu ..." segera si Suster memegangi lengan Niken. Sedikit pening di kepala serta agak gemetar saat kedua tapak kakinya menyentuh ubin marmer dirasakan Niken. "Pusing?" Suster sangat tanggap menatap Niken. "Ya, " beberapa detik Niken terdiam. "Itu dikarenakan Nona sepanjang malam rebahan, makanya juga barusan badan Nona gemetar " Suster memberi pengertian pada Niken. "Mungkin, " angguk Niken mulai merasakan pening kepalanya agak berkurang. "Bagaimana sekarang?" Suster manis itu menatap Niken. Niken berusaha melawa
Tiba tiba saja wajah Niken pucat dan tubuhnya gemetar. Suster Ani langsung merangkul lengan Niken. Ia mengira keadaan Niken berhubungan dengan keadaan gadis itu yang masih dalam pantauannya. "Duduk dulu, Mbak Niken, " dibimbingnya Niken ke Sofa. Marni langsung bertindak cepat. Mengambil segelas air putih. Niken yang jelas jelas menunjukkan rasa gugup menurut saja duduk di sofa dan meneguk air putih yang diulurkan Marni. "Apa yang dirasakan, Mbak?" Suster sangat cemas menatap Niken. Niken langsung sadar bahwa sang suster mengira dirinya belum sehat. Ia menggeleng. "Sudah nggak apa apa lagi Suster, " ia mencoba tersenyum. Persoalan pribadinya jangan membuat orang yang sudah menolongnya cemas. "Yakin, Mbak Niken?" "Yakin, " angguk Niken. Suster Ani ingin lebih meyakinkan. Ia meraba kening Niken. "Saya tadi cuma bingung ajah nggak berterima kasih pada orang yang menolong saya, " sebisa mungkin Niken mengarang kalimat yang bisa membuat susternya tak cemas. "Kalau gitu nanti pul
Jodi diam diam curiga pada Beni, namun ia tak melaporkannya pada Anggodo. Untuk mengorek keterangan Irvan tentang keterlibatannya dengan pembunuhan Ferdi ayah Niken. Juga tentang Niken yang menghilang. Bersama Gogon dan Harun, serta Umar dan Jojo mereka telah sepakat untuk mengintai kediaman Beni. Tapi ternyata Anggodo memberi tugas pada Jodi untuk mengawal pengiriman barang ke pelanggan. Terpaksa mengintai tempat Beni tertunda. Setelah menyelesaikan tugas dari Anggodo, Jodi baru mengurus Irvan "Bos bagaimana dengan rencana pengiriman barang nanti malam?" Gogon yang biasa bertugas ditemani Umar menatap Jodi. Jodi berbisik pada Gogon. Gogon terkejut. "Ini waktu tepat untuk memulai keinginanku untuk mundur dari dunia kotor ini," Gogon masih diam. "Aku akan mengatur semuanya, " "Tapi teman teman yang lain?" Gogon masih bimbang dengan ajakan Jodi, karena jika sampai ketahuan Anggodo maka nyawanya taruhannya. "Mereka juga ingin kembali ke jalan yang lurus, " "Jadi?" Gogon terk