Share

3. Penyelidikian Mandiri.

Kiran memotret sekali lagi sebelum menyimpan ponselnya. Ia sudah mendapatkan photo-photo momen-momen puncak yang paling disukai oleh Pak Jaswin. Seperti potret saat petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan api, hingga evakuasi para korban ke mobil ambulance.

Sekarang yang harus ia lakukan adalah mencari sumber informasi lain untuk melengkapi tulisannya besok pagi. Liputan pertamanya tadi belum mendapatkan konsep 5W+1H. Sementara besok tadi pagi dia sudah harus menyerahkan tulisannya pada editor untuk tayang di media online maupun cetak. 

"Dik, lo di sini dulu ya? Gue pengen ke rumah sakit ngeliat korban-korban yang dievakuasi. Terutama korban yang terjun bebas tadi. Gue penasaran pengen tahu identitasnya. Ngeliat posisi jatuhnya tadi, gue menduga koran adalah salah satu penghuni apartemen Pak Irman Sadikin," ungkap Kiran semangat.

"Ngapain, Ki? Tadi gue denger dari kru di mobil SNG kalo Pak Jaswin udah menurunkan tim Mbak Mega di sana. Udah, kita di sini aja sampai Pak Jaswin memerintahkan kita untuk out." 

Andika tidak setuju. Kiran ini terlalu berani. Rasa penasarannya terkadang membahayakan dirinya sendiri. Bukan sekali dua kali mereka nyaris celaka karena rasa ingin tahu Kiran yang terlalu besar.

"Lo tahu sendiri tim Mbak Mega kayak apa kan? Mereka itu setengah-setengah dalam memburu berita. Palingan ntar juga bobol gambar atau bobol angle karena mereka nggak tanggap analisa," decih Kiran.

"Ya biarin aja. Itu urusan mereka. Yang bakal dimaki-maki Pak Jaswin 'kan mereka. Bukan kita." Andika tetap tidak setuju.

"Tapi gue nggak puas, Dika. Gue pengen tahu siapa dan kenapa orang tersebut bisa jatuh, sementara yang lain bisa diselamatkan tim evakuasi? Dia nggak sabar nunggu tim evakuasi datang makanya dia melompat duluan atau bagaimana? Gue penasaran soal bagaimananya itu, Dik. Lagian Pak Jaswin setuju kok kalo gue nyusul ke sono."

"Nah ini nih. Yang begini ini yang membuat gue takut kalo satu tim sama lo. Lo terlalu maju kalo dikasih kerjaan. Mengenai Pak Jaswin yang setuju. Ya jelaslah. Dia yang paling diuntungkan kalo lo dapet berita bagus. Sementara dia ongkang-ongkang kaki saja di rumah," sembur Andika kesal. 

"Inget ya, Ki. Mau bagaimanapun rajinnya lo mengumpulkan berita, gaji lo tetap segitu-segitu aja. Kagak nambah. Oh ya, ada sih yang nambah. Lo mau tahu apa itu?" tantang Andika.

"Apaan coba?"

"Nambah resiko kematian. Sampai di sini, lo paham kagak?" Andika berkacak pinggang. 

"Paham, Dik. Paham. Tapi gue nggak bisa membiarkan kebenaran ditutup-tutupin. Emang udah tugas kita memberitakan kebenaran kepada dunia bukan?" 

"Lo bener banget. Seratus buat lo. Tapi masalahnya gue sekarang udah punya anak bini dan orang tua yang mesti gue empanin. Istilah kata, kalo gue mati, mereka juga bakalan mati. Jadi maaf-maaf aja ya, Ki. Gue kagak bisa idealis kayak lo," timpal Andika. Ia tidak bisa lagi seperti masa lajangnya dulu. Pundaknya sekarang menyangga banyak orang. 

"Gue paham banget posisi lo, Dik. Makanya gue berangkat sendiri ke sononya. Gue cuma mau pamitan sama lo kok. Gue cabut ya?" Kiran menatap sekali lagi apartemen yang sudah terbakar sebagian. Kalau ia mau jujur, sebenarnya kebakaran ini tidak terlalu besar. Selain itu Damkar dan ambulance juga sangat cepat sampai di TKP. Seharusnya tidak ada korban jiwa. 

"Ya udah. Hati-hati, Ki. Di luar rasa ingin tahu lo yang kelewatan, gue seneng banget bekerja satu tim dengan lo. Lo all out bet kalo kerja." Andika mengacungkan jempolnya.

"Ki, gue ada informasi untuk lo." Setelah menimbang-nimbang sejenak, Andika memutuskan untuk memberitahukan informasi yang ia dapat pada Kiran.

"Informasi apa, Dik?" ujar Kiran semangat. Kalau Andika sudah menghela napas berkali-kali begini, itu artinya ada berita besar. 

"Korban yang jatuh dari apartemen tadi adalah Yanti Sadikin. Gue sempat menguping pembicaraan dua orang perempuan muda dan satu orang perempuan paruh baya yang kebingungan saat dievakuasi. Dari hasil nguping, gue tahu kalau dua perempuan muda itu adalah suster Bu Yanti dan babysitter anaknya. Sedangkan yang paruh baya adalah ART Bu Yanti. Mereka bertiga saling tunjuk saat harus menelepon Pak Irman. Tidak ada yang berani menghubungi Pak Irman untuk mengabarkan musibah ini. Pak Irman saat ini ada di luar kota."

"What, Bu Yanti yang jatuh? Bukannya Bu Yanti sudah dua tahun ini lumpuh dan hanya duduk di kursi roda?" Kiran keheranan.

"Itulah yang gue dengar tadi. Mereka semua ketakutan saat harus menelepon Pak Imran. Tidak ada yang mau disuruh menelepon," lanjut Andika lagi.

"Anak Pak Imran yang masih balita itu bagaimana?" Kiran teringat pada anak semata wayang Pak Imran yang berusia kira-kira tiga tahun.

"Selamat. Gue tadi melihat anak itu terus menangis di gendongan babysitternya," ungkap Andika lagi.

"Menarik. Gue akan menyelidikinya." Kiran berlari ke tempat mobilnya di patkir. Melalui sudut mata, Kiran memindai kalau reporter-reporter dari stasiun televisi lain juga sudah mulai bergerak. Mereka pasti sudah mendapat bocoran yang sama.

***

Kiran memarkir kendaraan di ujung jalan seberang rumah sakit. Pengalaman mengajarnya untuk tidak parkir di rumah sakit saat ada kejadian darurat seperti ini. Karena tempat parkir dipastikan akan penuh oleh para sanak saudara korban, maupun pihak-pihak yang berkepentingan.

Kiran memandang ke seberang jalan. Tampak mobil SNG stasiun tempatnya bekerja sudah terparkir berjajar dengan stasiun-stasiun televisi lainnya. Kiran berjalan ke pintu masuk rumah sakit. Di mana rekan-rekan kerjanya sedang bertugas. Kiran memindai Mega sedang melakukan siaran langsung dengan Bang Arman sebagai kameramennya. Seperti biasa pihak rumah sakit pasti tidak membolehkan awak media masuk ke rumah sakit demi ketenangan pasien. Makanya semua awak media melakukan siaran langsung di depan rumah sakit. 

"Gimana caranya gue bisa masuk ke dalam ya?" Kiran mendecakkan lidah. Penjagaan rumah sakit sangat ketat. Ia tidak bisa menyelinap ke dalamnya.

Sekonyong-konyong pandangan Kiran terarah pada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Ibu tersebut tampak kerepotan. Karena lengan kanannya menggendong seorang anak yang terus menangis, sementara tangan kirinya menggandeng seorang anak lagi. Bukan itu saja, ada sebuah tas besar di pundak sang ibu. 

"Saatnya beraksi!" Kiran menghampiri ibu tersebut, sebelum mencapai pintu rumah sakit. Ia mempunyai ide cemerlang untuk bisa masuk ke rumah sakit.

"Anaknya sakit ya, Bu?" tanya Kiran prihatin.

"Iya, Mbak. Demam tinggi. Makanya langsung saya bawa ke sini walau tengah malam begini," terang sang ibu sambil mempercepat langkah. Anak yang ia gandeng nyaris terjungkal mengikuti langkah-langkah panjangnya.

"Saya bantu membawakan tasnya ya, Bu? Putrinya juga saya saja yang tuntun. Biar Ibu tidak kerepotan," tawar Kiran ramah. 

"Apa tidak merepotkan, Mbak?" tanya sang ibu ragu. 

"Nggak kok, Bu. Saya juga memang mau ke rumah sakit menjenguk ibu saya."

Maafin Kiran ya, Ma. Kiran terpaksa bohong demi kebaikan.

"Baiklah kalau mbaknya tidak keberatan. Terima kasih ya, Mbak?" Si ibu menyerahkan tas besarnya pada Raline. 

"Tidak apa-apa, Bu. Ayo Bu, kita ke UGD. Adik jalan sama Kakak ya?" Setelah mencangklong tas, Kiran menggandeng tangan sang gadis kecil. Beriringan mereka berjalan menuju UGD di ruangan paling depan.

"Ibu daftar saja dulu." Kiran mengikuti si ibu ke meja pendaftaran di depan UGD. 

"Iya. Terima kasih, Mbak. Kalau Mbak mau menjenguk ibunya, silakan. Biar tasnya saya bawa lagi."

"Tidak apa-apa, Bu. Ibu saya pasti sedang tidur dini hari begini. Saya temani Ibu sampai masuk ke UGD, biar Ibu tidak repot. Setelah anak Ibu yang sakit ditangani dokter, baru saya kembali ke ruangan Ibu saya." Kiran memberi alasan yang masuk akal. Ia memang harus masuk ke UGD. Perkiraan Kiran, babysitter dan ART Pak Irman Sadikin pasti ada di UGD saat ini. Ia ingin mewawancari mereka.

"Ayo, Mbak, kita masuk. Saya sudah mendaftar." Ucapan sang ibu memutus lamunan Kiran.

"Iya, Bu." Kiran ikut dengan si ibu masuk ke UGD sembari memindai ruangan. Mencari-cari anak Pak Irman dan juga baby sitternya. UGD dini hari ini cukup ramai. Tidak heran mengingat adanya bencana kebakaran ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status