Share

Prince Of Love
Prince Of Love
Penulis: Diny Nia

BAB 1 Cia Dan Aka

“Hemhhh ... sebenarnya terbuat dari bahan apa sih dia ini? Adem banget,” batin Cia pagi ini sambil menatap satu sosok teman cowok sekelasnya yang duduk hanya berjarak beberapa bangku dari tempatnya. Cowok itu terlihat tenang, pandangan matanya fokus ke arah buku yang terbuka lebar di mejanya. Padahal di kelas mereka pagi ini penghuninya baru mereka berdua, tapi sepertinya keberadaan Cia tak berarti apapun bagi seorang Aka, si cowok dingin itu. Bahkan, beberapa menit kemudian ketika kelas sudah mulai gaduh dengan suara teman–teman mereka yang satu persatu mulai berdatangan, sikap cowok itu sedikitpun tak terusik. Dia tetap tenang, tetap fokus dengan bacaannya.

Valencia, akrab di panggil dengan nama Cia. Gadis cantik yang usianya belum genap 17 tahun di kelas XI ini. Ceria, ramah, pintar, baik hati dan berlatar belakang keluarga kaya namun tidak sedikitpun membentuknya menjadi seseorang yang angkuh selayaknya abg labil jaman sekarang yang sedang mencari jati diri.

Semua predikat istimewa yang lengkap di miliki oleh gadis itu cukup menjadi alasan bagi cowok di sekolah untuk menjadikannya sebagai idola. Berharap suatu hari bisa mendapatkan hatinya. Namun sayangnya sepertinya hati si gadis belum berhasil terketuk oleh siapapun cowok-cowok yang selama ini cukup banyak menjadi fans-nya.

Tidak hanya para cowok yang mengidolakan seorang Cia, klub–klub ekstrakurikuler elite di sekolah semacam cheerleaders, dance dan sebagainya berlomba ingin menjadikannya salah satu anggota klub karena label yang dimilikinya, yaitu “Tajir”. Gadis most wanted, layak di sematkan di selempang gelar Cia di sekolah.

Semua tawaran menarik di sekolah tak lantas membuat Cia tergerak hatinya, hampir semua di tolaknya dengan halus. Dia hanya ingin tetap menjadi dirinya sendiri. Ceria dengan teman–temannya, berangkat dan pulang sekolah tetap setia dengan angkutan umum yang menghubungkan rumah dengan sekolahnya. Tetap rendah hati dan bisa bergaul dengan siapa saja tanpa ada batasan apapun.

Berkebalikan dengan Cia yang ramah dan ceria. Feroka Hatcher yang akrab di panggil dengan nama Aka. Dia menjadi teman sekelas Cia sejak kelas X dulu, namun aura dingin cowok itu sama sekali tak meleleh meskipun musim panas sampai kekeringan di Ethiopia sanggup melelehkan salju di kutub utara dan selatan bumi ini. 

Cowok itu begitu pendiam, senyum sangat mahal tercetak dari bibirnya. Meskipun predikat keren sebagai kapten basket sekolah dan atlet karate andalan SMU mereka menambah nilai plus cowok itu, yang tentu saja dengan mudahnya dia bisa mendapatkan cewek manapun yang dia mau, kenyataannya dia tetap tenang dengan status jomblonya.

Di sekolah ini, pasti siapapun tahu itu, terutama cewek–cewek fans setianya.

Mata agak kebiruan cowok itu yang entah asli atau pakai softlens, hehehe …

Rambutnya yang sedikit berwarna kecokelatan entah asli atau pakai pewarna rambut, hehehe … 

Dan, kulitnya yang bersih namun bukan putih pucat atau putih kemerahan layaknya orang eropa pada umumnya yang seolah tak memiliki darah di tubuhnya, hehehe ….

Benar-benar menjadikan penampilan Aka yang campuran khas ASIA versus bule itu membuat cewek merasa sayang jika harus mengalihkan pandangan darinya.

Namun begitulah, Aka tetaplah seorang Aka. Dingin, cuek dan seolah punya benteng karang buat melindungi diri dari apapun di sekelilingnya. Seolah dia punya dunia dan kerajaan sendiri yang orang lain tak boleh menyentuh atau memasukinya. Eh, tapi jangan salah. Sikap sedingin es batu yang dia miliki ternyata berbanding lurus dengan nilai–nilai sekolahnya yang memang satupun tidak ada nilai panas alias kebakaran. Angka nilai pelajarannya selalu dingin dan sempurna, yang berhasil membuatnya menjadi juara umum sekolah sejak kelas X dulu.

*****

Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Cia masih duduk di bangkunya. Merlin teman sebangkunya barusan berlari keluar kelas gara–gara hasrat ingin pipisnya yang menggebu–gebu sejak tadi sudah tak terbendung lagi. Setelah membereskan buku–buku di mejanya, kembali tatapan Cia mengarah ke bangku Aka. Cowok itu sedang terlihat mengetik sesuatu di ponselnya.

“Hemhhh … dia lagi kirim pesan ke siapa ya? Serius amat sepertinya, sampai nggak butuh istirahat,” gumam Cia dengan dahi berkerut.

“Hayo lhooo … nglamun aja neng,“ suara cempreng itu menginterupsi suara batin Cia dan berhasil membuat gadis itu terlonjak sangking kagetnya. Matanya mengerjap cepat begitu mendapati sosok Florida, sepupunya yang beda kelas sama dia.

“Haduh Flo, kamu hobi banget ya bikin aku jantungan. Suka ya kalo aku tiba–tiba pingsan gara-gara suara drumband kamu itu?” sembur Valencia panjang dengan sedikit mendelik ke arah Florida yang cengar cengir tak berbentuk.

“Yeee … malah marah. Lha kamu, istirahat bukannya keluar kelas malah bengong pakai dahi berkerut. Mikirin apa, sih?” tanya Florida penasaran dan ternyata tadi dia sempat memperhatikan ekspresi wajah Cia.

“Nggak ada, sih. Cuman dikit merhatiin dia aja,” jawab Cia jujur sambil mengarahkan pandangannya ke arah Aka yang sedang mengantongi ponselnya dan bersiap keluar kelas.

“Aduh sepupuku sayang, sepupuku yang cantik, baik hati, dan tidak sombong.  Berapa kali coba aku bilang, udah dehhh … ngapain juga ngabisin waktu buat mikirin makhluk seperti dia. Nggak ada untungnya lagi!” cerocos Flo dengan gaya genitnya yang di buat–buat. Namun, nada sebal jelas terlihat dari kalimat–kalimatnya.

“Ya kan aku cuma penasaran, Flo. Secara kita sekelas hampir 2 tahun ini, tapi kok aku ngerasa nggak pernah kenal dia ya? Ngerasa aneh gitu,” ujar Cia mengemukakan alasannya sekaligus pembelaan diri.

“Percuma deh aku ngabisin energi buat ngingetin arwah, eh, orang penasaran macam kamu. Udah ah, jangan bengong lagi, ke kantin yuk, laperrr …” cerocos Florida sambil menghela nafas kemudian menghembuskannya lagi.

“Tapi Flo …” kalimat Cia menggantung tanpa sempat terselesaikan begitu tangan lembut Florida menyeretnya mengajak keluar kelas

“Nona cantik, yang namanya pangeran salju itu ya seperti itu. Adem, dingin, beku, keras, kayak es batu,” dumel Florida sambil jalan menuju pintu. Cia mengikutinya terseok–seok karena tangannya di tarik paksa.

Mata bening Cia terbelalak lebar mendengar celoteh Florida yang barusan terdengar tanpa dosa. Spontan dia menarik tangan Flo supaya berhenti.

“Apaan sih, Cia?” gadis itu menghentikan langkahnya terpaksa sambil menatap malas ke arah Valencia. Sedangkan gadis yang di tatapnya malah balik menatap bengong dengan mimik lucu menahan tawa.

“Eh gadis! malah bengong!“ semprot Florida tak sabar menunggu kata–kata yang hendak terluncur dari bibir sepupunya. Valencia tak jadi berkomentar, yang terdengar malah ketawa ngakaknya kemudian segera merangkul bahu Florida di ajaknya kembali berjalan.

“Aduh, kayaknya mulai tak waras nih, tiba–tiba ketawa ngakak sendiri,” kedumel Flo penuh heran.

Dan, tawa Valencia terus terdengar hingga kantin mulai nampak di depan mereka.

“Dengerin nih, Flo. Selama ini aku tahunya tuh Snow White alias Putri Salju. Lah, hari ini malah lahir Pangeran Salju dari rahim kamu,” gurau Valencia ketika tawanya mulai mereda. Namun gara–gara mengucapkan kalimat barusan, dia kembali tertawa–tawa geli.

“Rahim aku gimana? Aku kasih tahu ya, yang bener, makhluk seperti dia itu lahir dari kutub selatan,” ucap Florida tak bisa menyembunyikan senyumnya lagi begitu paham penyebab tawa ngakak sepupunya barusan.

****

“Cia, hari ini papa jemput aku lho, ikutan, ya? Nanti mau di traktir makan ke resto idola kamu itu. Katanya ada menu baru yang wajib di coba,” ajak Flo pada Cia yang tengah sibuk membereskan mejanya.

“Yah, sayang banget, Flo. Aku udah janji mau jalan sama teman–teman,” desah Cia dengan nada menyesal.

“Yah Cia, nggak sayang kamu lewatin kesempatan makan besar siang ini?” rayu Florida sedikit merajuk.

“Ya sayang sih sebenarnya, tapi udah terlanjur janji, nggak enak kan?” ujar Cia sambil menatap lembut ke arah Florida yang mulai menampilkan raut kecewanya.

“Cia nggak asyik ah, emang mau kemana sih?” tanya Florida masih penasaran.

“Cari buku di tempat biasanya, buat sumbangin ke anak–anak jalanan acara baksos minggu depan,” jelas Cia dengan iringan senyum lembutnya, berusaha menenangkan Florida yang mulai manyun manja.

“Kan papa aku kangen kamu, Cia. Kamu nggak kangen sama om kamu itu, ya?”  ternyata Flo belum menyerah dengan usahanya.

“Iya jelas kangen lah, hari minggu deh aku ke rumah kamu, gimana? Oke kan adikku yang cantik?” kali ini Cia yang menggoda dan merayu Florida.

“Ya udah deh terserah kamu, ini sepertinya papa udah di depan. Aku duluan ya kalau begitu,” akhirnya Flo menyerah juga begitu ponsel di sakunya bergetar memanggil–manggil.

“Iya. Maaf ya Flo, salam ke om, ya,” ucap Valencia sedikit berteriak begitu melihat Florida buru–buru berlari keluar kelasnya, dan gadis itu hanya menoleh sambil menyunggingkan senyum manisnya. Jari tangannya terangkat ke atas membentuk huruf O yang berarti ‘Oke’.

Kelas hening, tadi Valencia sempat janjian sama teman–temannya hendak pergi bersama. Mereka akan saling tunggu di halte tak jauh dari sekolah. Gadis itu sudah buru–buru keluar kelas takut kelamaan, namun sebelum melangkah keluar, gadis cantik berambut lurus sepinggang itu sempat menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan … uppss! pandangannya bertemu dengan sepasang mata tajam kebiruan yang entah sejak kapan menatap ke arahnya dari bangku tempat duduknya. Lagi dan lagi sebuah buku terbuka lebar di depannya, dan sebuah kaos seragam basket terlipat rapi di sampingnya. Oh, jadi dia ada ekstrakurikuler basket, makanya masih ada di kelas sampai jam segini, batin Cia menjawab sendiri pertanyaan di hatinya.

Aka belum mengalihkan pandangannya dari Cia, entah apa yang ada di benak cowok itu tentang gadis teman sekelasnya ini. Jelas saja perbuatan Aka membuat Cia bingung sehingga menjadi sedikit salah tingkah.

Di periksanya bajunya. Kali aja kancingnya ada yang terlepas kemudian terbuka. Duh, pasti jadi malu banget kalau bener seperti itu. Begitu dia rasa penampilannya beres, tanpa sadar pipinya merona merah karena malu sendiri atas pemikiran yang barusan terlintas di otaknya. Idih, ngeres banget sih aku barusan, batinnya.

Cia buru – buru melangkah keluar, tanpa menghiraukan cowok itu meskipun saat ini tatapan Aka masih mengikuti langkah buru-burunya. Seolah terkena daya magis yang mengintimidasi, Cia menghentikan langkahnya.

 “Aku … pulang dulu ya, Ka,” pamitnya ragu-ragu tanpa bisa menghilangkan sikap salah tingkah. Aka hanya mengangguk tanpa suara, kemudian tatapannya kembali mengarah ke bukunya. Tanpa Cia sadari, ada sesungging senyum tipis di bibir Aka barusan.

Ya, sesungguhnya Aka merasa geli telah menggoda Cia dengan tatapan menghakimi yang barusan dia lakukan. Ternyata, menurut Aka, gadis itu tak ada bedanya dari cewek–cewek yang selama ini jadi penggemarnya, salah tingkah hanya dengan dia melihat ke arah mereka.

Hemmhh … setidaknya itulah yang ada di fikiran Aka saat ini. Sangat berbeda dari apa yang ada di hati Cia, dadanya bergetar hebat dag dig dug tak karuan. Sambil berjalan buru-buru dia merutuki kebodohannya. Kenapa juga dia tadi harus pamitan pada Aka?

Hwahhh … apa bedanya aku sama cewek – cewek centil di luar sana yang dengan mudah terhipnotis ketampanan Aka? Bodoh … bodoh …. rutuk Cia berusaha mengenyahkan rasa malu yang di deritanya.

*****

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Randi Sleky
mau fdddddddd
goodnovel comment avatar
Marwah Cacabila
aku suka cerita tentang cinta disekolah
goodnovel comment avatar
Titik Koma
Kisah kasih di sekolah.. Lucu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status