Share

Bab 2 Hari - Hari Cia

Jam dinding menunjukkan angka 19.05.

Weekend.

Tapi, Cia asyik bergelung diri malas–malasan di kamarnya seorang diri. Satu kondisi yang rutin terjadi hampir setiap minggunya. Cia hanya akan sibuk chat dengan teman–temannya dan menolak menerima telepon dari siapapun yang bukan keluarganya. Gadis itu bukan tipe yang suka menghabiskan waktu dengan kongkow di cafe, keluyuran kesana kemari tanpa tujuan yang jelas atau kumpul-kumpul bersama geng-geng cewek supaya terkenal layaknya remaja gaul masa kini yang mengikuti arus kehidupan modern. Dia tak membutuhkan kehidupan macam itu, biarlah di anggap kolot atau kuper yang penting dirinya enjoy dengan kehidupan santai dan kesederhanaannya.

Selesai otak atik ponsel sejenak dan menekan satu tombol untuk mengunci layar ponsel pintarnya, Si Gadis cantik itu  meletakkan ponsel yang sedari tadi menemaninya bercanda dengan teman–temannya lewat aplikasi chat berciri khas logo hijau yang paling familiar saat ini.

Satu per satu temannya undur pamit karena mau menikmati weekend mereka dengan tamu–tamu istimewa yang mungkin sudah mereka tunggu sejak beribu detik lalu. Sedangkan Cia? Yuppp! dia sukses kembali dengan kesendiriannya. Bukan karena tidak ada yang mengajaknya melewati weekend yang indah ini, tapi memang Cia sendiri yang belum bisa membuka pintu hati untuk mereka–mereka yang tengah berjuang mendapatkan cintanya.

Mata indah berbulu mata lentik itu menatap sekilas ponsel mungil dengan softcase warna putih bersih yang kini udah sukses nangkring manis di atas nakas samping tempat tidurnya. Dan terulurlah tangan berjari lentik itu meraih album foto yang setia tergeletak di nakas itu juga. Di timang–timangnya sejenak dan seperti biasa, dia mulai membuka lembar demi lembar album itu. Album scrapbook mungil dengan penampilan dan hiasan girly berwarna peach cantik. Ada catatan pendek di setiap foto menceritakan kisah demi kisah setiap gambar yang terpampang.

Album itu terisi semenjak Cia masuk SMA. Dan selalu saja, tatapannya terhenti lama di foto yang dia tempel terakhir. Foto bersama teman–teman sekelasnya saat baksos kira–kira tiga bulan yang lalu. Di situ ada foto Aka juga dan saat itu entah sadar atau enggak, gambar cowok itu terambil kamera sedang tersenyum. Senyum yang cukup hangat dan manis. Tatapan matanya terlihat ramah, sungguh berbeda dengan tatapan dinginnya yang nampak selama ini.

"Kamu cakep dengan senyum kamu yang seperti itu, aku menyukainya," batin Cia setiap kali. Dan, setiap kali pula senyum manis akan terukir di bibir mungilnya.

"Ahhhh ... Aka, kenapa juga aku penasaran banget sama kamu, ya? lihat kamu tersenyum seperti di foto itu, aku jadi ngerasa sesungguhnya kamu seseorang yang hangat juga. Apa yang kamu tampilkan selama ini, serasa itu bukan kamu yang sebenarnya."

Gadis itu masih melanjutkan obrolan hatinya. Namun, senyum di bibirnya sudah memudar sejak beberapa waktu lalu ketika sekelebat bayangan cowok dengan gaya cuek dan tatapan dinginnya berseliwer tanpa permisi di ingatannya

Tiba–tiba dia kembali tersenyum geli.

"Ka, weekend gini kamu lagi ngapain, ya? lagi ngapel, ngedate ke rumah seseorang juga kah? Trusss ... seperti apa juga ya model pacaran kamu itu? apakah penuh gurau canda tawa atau cewek kamu cuma kamu diemin dan anggurin kayak suguhan di meja yang tamunya lagi males buat ngincipin gitu, ya?" Hahaha … tanpa sadar Cia terkikik geli seorang diri.

“Aduh ... jahat banget sih aku ini, mbatinin orang kayak gitu. Konyol banget sok–sok jadi paranormal, bisa tahu apa yang lagi di lakuin orang lain,” tanpa sadar dia ngedumel sendiri sambil menggeleng kuat–kuat mengenyahkan fikiran–fikiran konyol di kepalanya barusan.

“Mbak Cia,” sebuah panggilan pelan dan sopan sukses membuat kepala mungil Cia menoleh cepat karena terkejut.

“Aduh Mbak Yun, bikin Cia kaget aja,” seloroh Cia begitu melihat siapa seseorang yang barusan menyapanya. Seorang wanita yang kira–kira berusia pertengahan 30 tahun sedang berdiri di pintu kamar dengan sebuah nampan dan segelas susu yang nangkring manis di nampan. Terlihat masih hangat dengan kepulan uap tipis dari gelas yang tidak tertutup. Tutup gelas di letakkan di sampingnya pada nampan yang sama.

Perempuan yang di panggil Mbak Yun oleh Cia itu senyum tersipu merasa bersalah melihat majikan mudanya yang terlihat terkejut. Namun kembali bisa bernafas lega ketika senyum tersungging di bibir gadis yang begitu dekat dengannya. Gadis yang sudah dia layani dengan penuh kasih sayang semenjak masih berseragam putih merah. Meskipun sesungguhnya status mereka hanyalah majikan dan asisten rumah tangga.

“Maaf Mbak Cia, tadi saya ketuk–ketuk pintunya lama nggak ada sahutan. Akhirnya saya coba dorong pintu, eh ternyata nggak terkunci. Akhirnya saya masuk aja. Lha wong lihat lampunya masih nyala terang,” ucap polos Mbak Yun menjelaskan alasannya kenapa tiba–tiba dirinya sudah berada di kamar Cia. Gadis itu bangkit dari dunia rebahannya, merapikan rambut sejenak sambil mengulas senyum.

“Iya, Mbak Yun. Nggak apa-apa kok. Lagian masa iya jam segini udah bobok. Trus itu, kenapa Mbak Yun pakai repot bikinin susu? Kan nanti Cia bisa bikin sendiri. Harusnya Mbak Yun istirahat aja,” jelas Cia sambil menerima susu yang di ulurkan ART-nya itu ke arahnya. Kemudian perlahan mereguknya, melegakan Mbak Yun yang sudah susah payah menyiapkan untuknya.

“Nggak ah, Mbak Cia banyak bohongnya kalau bilang bikin susu sendiri, saya jadinya yang di marahi ibu,” seloroh itu berhasil menciptakan tawa renyah dari seorang Cia.

“Ah Mbak Yun, kayak aku masih SD dulu aja pakai di bilangin ke Mama gara-gara lupa nggak minum susu,” protes Cia dengan nada candanya. Mbak Yun tersenyum saja mendengarnya.

“Oh iya Mbak, mama sama papa ada acara kundangan di mana sih?” tanya Cia sambil kembali mengulurkan gelas susunya yang sudah tandas beralih tempat menyusuri pencernaan organ tubuhnya.

“Pamitnya tadi di hotel Shangrilla, Mbak,” jawab singkat Mbak Yun sambil bersiap hendak kembali keluar kamar.

“O ... eh-eh kalau gitu, Mbak Yun disini aja deh temenin aku ngobrol. Mbak Yun sudah ngantuk apa belum?”

Perempuan yang sudah mengabdi di keluarga itu hampir 10 tahun lamanya, kembali tersenyum. Meletakkan nampan di atas nakas dan perlahan menempatkan dirinya duduk di pinggiran tempat tidur nyaman itu.

“Mbak Yun belum ngantuk, kok. Mbak Cia mau di temeni dulu?” tanya lembut perempuan itu dengan kasih sayang penuh. Dia mengerti sekali, gadis ini seringkali kesepian di rumah besarnya. Kesepian ketika kedua orang tuanya sibuk dengan bisnis dan kolega–koleganya.

Dan, seringkali weekend Cia berujung dengan  seperti saat sekarang. Bercerita dan ngobrol santai dengan Mbak Yun, yang sebenarnya hanyalah berstatus Asisten Rumah Tangga di keluarganya. Tapi, Cia tahu, perempuan itu sangat menyayanginya .

*****

“Cia, kita pulang naik taksi aja yuk. Panas banget nih,” rajuk Flo yang mengiringi langkah Cia. Mereka berjalan menuju halte tak jauh dari sekolah.

“Kamu aja deh yang naik taksi, nanti pingsan lagi ngikut aku naik bus kota. Di omeli deh aku, sama Si Tante mama kamu,” jawab cuek Cia tetap dengan langkah santainya.

“Yahhh ... Cia, sekali kali naik taksi yuk, aku yang bayar deh,” Cia hanya tersenyum tanpa menjawab, langkahnya tetap lurus menuju halte.

Seperti biasanya, jam pulang sekolah halte ramai dengan siswa–siswa dari sekolah yang sama dengan mereka berdua. Namun, meskipun panas, suasana tetap meriah dengan canda tawa anak–anak berseragam putih abu–abu itu. Ada yang saling mengolok, ngobrol di selingi tawa keras sesama kelompok mereka. Bahkan ada yang sempat berdua–duaan, terlihat Si Cewek sedang tersenyum malu–malu ketika Si Cowok nampak serius mengatakan sesuatu kepadanya. Sepertinya sih mereka barusan jadian, jadi ya begitulah, masih malu–malu dan sok jaim sama pacarnya. Padahal, nanti kalau udah pacaran beberapa lama, bakal nampak watak aslinya ... haha ngomongin apa lagi yak jadinya?

Cia mengedarkan pandangannya dan akhirnya nampaklah sosok yang selama ini diam–diam sedikit mencuri perhatiannya. Aka berdiri tak jauh dari tempatnya, sama–sama menunggu bus kota yang menuju ke arah rumahnya. Namun, ternyata cowok itu tak sendiri. Di sampingnya berdiri Soraya, gadis yang sesungguhnya cukup cantik tapi terkenal dengan keganjenannya di sekolah yang sudah seperti keripik maicih level 10, sangat pedas dan terkenal. Namun, cewek itu yang pedas adalah ucapannya. Ketika terlihat cewek lain sedang mendekati atau di dekati oleh cowok yang menjadi gebetannya, maka tak segan dia menyemburnya dengan kata–kata pedas dan panas. Cia jelas pernah menjadi salah satu korbannya.

Soraya terlihat cukup agresif mengajak Aka mengobrol. Namun yang nampak lucu, cowok itu sama sekali tidak menggubrisnya. Bahkan melihat atau hanya sekedar menoleh ke arah gadis di sampingnya pun tidak. Tapi, nampaknya Soraya cuek dengan hal itu. Dia tetap bicara, seolah–olah Aka sedang setia menjadi pendengarnya. Tak pelak, adegan yang mirip salah satu serial sitkom komedi itu membuat Cia tanpa sadar senyum–senyum seorang diri. Sedangkan Flo yang berdiri di sampingnya hanya mengernyit heran tidak tahu apa yang sedang terjadi pada saudara sepupunya itu. Begitu sampai di halte tadi, tiba-tiba Cia jadi pendiam, lalu sekarang senyum–senyum sendiri tanpa alasan yang jelas.

Florida tak tahan, dia takut kekhawatirannya terbukti.

Bukan ... bukan, Flo bukan khawatir Cia tiba–tiba sudah gila atau tak waras sakit jiwa. Tapi, dia khawatir Cia kesambet setan gila di halte situ. Hiiii ... ngeri kan? Flo menyenggol–nyenggol lengan Cia, hingga gadis itu tergeragap dengan mimik wajah layaknya baru kembali dari dunia lain.

“Hei, kamu kenapa? kesambet atau ada kecenderungan mengarah gila? Sedari tadi diem, trus senyum–senyum. Cia, sadar dong, nanti aku kesusahan cari mbah dukun buat sembuhin kamu,” cerocos Flo begitu Cia menatapnya tanpa kata, dahinya berkerut mencoba memahami kalimat panjang barusan. Dan, begitu sadar tangannya segera terulur mengacak rambut ikal panjang Florida yang tergerai rapi.

“Apa’an sih, jadi nggak cantik nih, kamu kesambet beneran, ya?” sungut Flo sambil sibuk merapikan rambutnya.

“Itu Flo, lihat serial adegan itu,” tunjuk Cia dengan isyarat memajukan dagunya dan mata tertuju lurus ke satu arah. Flo mengikuti arah pandang Cia dan ups! tanpa dapat di tahan, spontan gadis itu tertawa ngakak melihat seorang gadis yang bicara sendiri dengan gerak tubuh seperti sedang acting untuk casting sinetron komedi dengan sebuah patung sebagai objeknya, berdiri diam di sampingnya. Tawa keras Florida sempat menjadi pusat perhatian siswa lain yang masih tersisa di halte itu, hingga Cia harus membantu mendiamkannya dengan membekap mulut Florida.

“Yah, dasar ganjen, Pangeran Salju nekat di godain mau di makan sekalian. Mana bisa nelen dia, orang kena panas kayak gini aja kagak leleh, gimana bisa berhasil tergoda itu Si Pangeran?”  celetuk flo asal, setelah tawanya sudah cukup bisa di tenangkan. Cia yang mendengar itu malah jadi tertawa dan spontan mengacak kembali rambut Florida.

“Kamu ini ya, Flo, selalu aja komentar semaumu, namanya juga lagi usaha PDKT.”

“Haduh, nih anak. Selalu menyiksa rambut indah aku, jadi berantakan nih,” omel Flo pura-pura sewot sambil sibuk merapikan rambutnya kembali.

“Lha kamu juga gitu, nyeplos aja komennya. Jadi lucu dengarnya,” ujar Cia tanpa meminta maaf.

“Lha emang lucu, kalo mau PDKT sama Si Pangeran Salju itu harus bawa lilin apa obor gitu lho, pasti dia cepet leleh dan lumer.”

“Flo ... Flo ..., rasain nanti jika suatu saat kamu kena virus cinta, aku yakin kamu nggak kalah gila dari Si Soraya itu.”

Tiba-tiba sebuah mobil sport keren nampak minggir mengambil tempat parkir di halte dan berhenti tepat di depan dua gadis yang asyik mengobrol itu. Sebuah kepala dengan rambut cepak keren model kekinian menyembul dari kaca mobil samping kemudi yang sudah terbuka. Pemilik kepala itu berwajah cakep juga, secakep mobil yang di kendarainya. Senyum simpatik tersuguh dari wajah tampannya.

“Lagi nunggu bus kota ya, Cia?” sapa Jordi basa basi. Seorang cowok dari sekolah yang sama tetapi beda kelas. Cowok yang selama ini tak pantang menyerah berusaha ngedapetin hati Cia. Cia hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, sedangkan Flo yang di sampingnya mulai beraksi dengan menarik–narik baju seragam sepupu cantiknya itu memberi kode alam.

“Bareng aku aja yuk, Cia. Daripada kelamaan nunggu bus kota,” tawar jordi melanjutkan aksi PDKT-nya.

“Iya Cia, bareng Jordi aja yuk, jadinya nggak kepanasan,” bisik Flo tepat di telinga Cia. Jordi yang membaca isyarat tubuh dari Florida yang berusaha mempengaruhi Cia merasa menemukan peluang extra.

“Ayo Flo, sekalian sama kamu. Nanti aku antar sampai rumah deh,” rayu Jordi yang membuat Florida semakin mupeng. Mata indahnya menatap memelas ke arah Cia yang tak bersuara sedari tadi.

“Cia ...” bisik lembut Florida dengan nada memohon, bukannya menjawab apa-apa Cia malah melotot mengintimidasi ke arah Florida hingga nyali gadis itu menciut menjadi beberapa milimeter saja, sekaligus menghentikan aksi tarik seragam yang sejak tadi belum di hentikannya.

“Makasih Jor, tapi aku sama Flo naik bus aja,” tolak halus Cia tanpa banyak kata.

“Ayolah  Cia, Flo,” Jordi hendak melanjutkan rayuannya, tapi keburu terdengar suara Florida yang menyetujui ucapan Cia barusan.

“Iya Jor, nggak usah. Aku mau sama Cia aja naik bus,” ucap Flo meskipun nada tidak rela jelas terdengar dari suaranya.

Jordi mengedikkan bahunya tanda menyerah. Ada raut kecewa yang nampak di wajahnya. Entahlah, ini penolakan Cia yang ke berapa kali dia terima sampai-sampai sudah lupa karena ogah menghitungnya.

“Ya sudah deh, aku duluan, ya,” pamit Jordi pada akhirnya dan mobil mewah itu perlahan meninggalkan dua gadis bersaudara itu.

“Ah, dasar Cia nggak asyik. Kan harusnya tadi enak naik mobil bagus, bisa ngadem, dengerin musik ...” belum sempat Flo menyelesaikan kalimatnya, tangan Cia sudah menariknya menuju bus kota yang menuju ke arah rumah mereka yang mulai merapat siap-siap berhenti di halte menaik turunkan penumpang.

Tanpa kedua gadis itu tahu, sepasang mata elang tajam berwarna kebiruan memperhatikan kepergian mereka. Tak berapa lama kemudian dia pun melangkah menuju bus kota tujuan rumahnya yang telah berhenti 1 menit yang lalu. Meninggalkan gadis genit yang tetap asyik bercerita sendiri tanpa menyadari targetnya berlalu pergi. Siapa lagi kalau bukan si Soraya ... hahay.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status